Kebijakan Asuransi Jemaah Umrah

by

BERITABUANA. CO- Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah adalah kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan, evaluasi, dan pelaporan ibadah haji dan ibadah umrah. Negara harus menjamin kemerdekaan beribadah dengan memberikan pembinaan, pelayanan, dan pelindungan bagi warga negara yang menunaikan ibadah haji dan umrah secara aman, nyaman, tertib, dan sesuai dengan ketentuan syariat

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah dalam Pasal 3 menjelaskan bahwa tujuan penyelenggaraan ibadah haji dan umrah adalah: a) memberikan pembinaan, pelayanan, dan pelindungan bagi Jemaah Haji dan Jemaah Umrah sehingga dapat menunaikan ibadahnya sesuai dengan ketentuan syariat dan b) mewujudkan kemandirian dan ketahanan dalam Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.

Kebijakan pelindungan kepada jemaah haji dan Jemaah umrah diatur dalam berbagai pasal lainnya, Pemerintah perlu mengatur pelindungan kepada Jemaah haji, petugas haji, Jemaah haji khusus, dan Jemaah umrah. Amanah regulasi menjelaskan bahwa pelindungan yang diberikan berupa pelindungan jiwa, kecelakaan, dan kesehatan dalam bentuk asuransi.

Kebijakan tentang asuransi diatur secara rinci di dalam UU Nomor 8 Tahun 2019. Paling tidak terdapat tiga pasal yang mengatur ketentuan asuransi Jemaah haji regular, yaitu Pasal 6, Pasal 42, dan Pasal 45. Ketentuan asuransi Jemaah haji khusus diatur di dalam Pasal 62 dan Pasal 81. Sedangkan asuransi Jemaah umrah diatur di dalam Pasal 97.

Peraturan turunan dari UU Nomor 8 Tahun 2019 ditemukan di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko, Peraturan Menteri Agama Nomor 5 Tahun 2021 tentang Standar Kegiatan Usaha Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah dan Penyelenggaraan Ibadah Haji Khusus, dan Peraturan Menteri Agama Nomor 6 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah dan Penyelenggaraan Ibadah Haji Khusus.

Kebijakan asuransi yang ditemukan di dalam PP 5 Tahun 2021 mengatur tentang sanksi administratif di dalam Pasal 460 bagi penyelenggara yang tidak melaporkan jemaah umrah yang telah didaftarkan asuransi.

Ketentuan tentang asuransi Jemaah umrah secara teknis dimuat di dalam PMA Nomor 5 Tahun 2021. Pada lampiran standar pelayanan kesehatan dan standar pelindungan juga dijelaskan tentang asuransi Jemaah umrah.

Standar pelayanan kesehatan Jemaah umrah diatur bahwa perawatan, pendampingan, dan pemulangan bagi Jemaah Umrah yang dirawat inap di Arab Saudi dan negara transit sesuai dengan ketentuan polis asuransi.

Standar pelindungan Jemaah Umrah mengatur bahwa Jemaah Umrah dan petugas umrah mendapatkan pelindungan Warga Negara Indonesia di luar negeri, hukum, keamanan, dan jiwa, kecelakaan, dan kesehatan.

Dalam standar pelindungan Jemaah umrah yang harus berupa asuransi diatur sebagai berikut:

a) pelindungan jiwa, kecelakaan, dan kesehatan diberikan dalam bentuk asuransi.
b) pelindungan hukum dalam bentuk jaminan kepastian keberangkatan dan kepulangan Jemaah Umrah diberikan dalam bentuk asuransi.
c) masa pertanggungan asuransi dimulai sejak keberangkatan hingga kembali ke tanah air.
d) ketentuan masa pertanggungan tidak berlaku bagi Jemaah Umrah dan petugas umrah yang meninggal dunia melewati masa berlaku visa kecuali bagi yang sakit.

Asuransi jiwa, kecelakaan, dan kesehatan di Arab Saudi selama ini telah disediakan oleh Arab Saudi yang dibayarkan satu paket bersama dengan pembayaran visa. Jemaah umrah yang membutuhkan pelayanan kesehatan di Arab Saudi dapat mendapatkannya secara gratis di rumah sakit Arab Saudi.

Jemaah umrah yang sakit akan dirawat sampai dengan Jemaah tersebut dinyatakan layak terbang untuk kembali ke Indonesia. Apabila Jemaah umrah meninggal maka biaya pemakaman akan ditanggung oleh Arab Saudi.

Asuransi jiwa, kecelakaan, dan kesehatan di negara transit seharusnya dapat tercover oleh asuransi. PPIU perlu menyediakan asuransi bagi jemaah umrah yang menggunakan maskapai transit di luar negeri.

Sering dijumpai persoalan Jemaah umrah yang membutuhkan perawatan atau bahkan meninggal di negara transit dan tidak ditanggung oleh asuransi.

Berkaca pada kejadian yang sering terjadi di negara transit tersebut, maka PPIU harus mempertimbangkan penggunaan maskapai transit atau melengkapi asuransi Jemaah umrah yang harus transit di negara lain. Hal itu perlu dilakukan agar pelindungan kepada Jemaah dapat diberikan secara maksimal.

Jemaah umrah juga wajib diberikan pelindungan hukum berupa kepastian keberangkatan dan kepulangan. Marak dijumpai Jemaah umrah yang gagal berangkat dengan alasan tidak tersedia tiket atau visa belum terbit.

Persoalan Jemaah gagal pulang juga banyak dilaporkan akibat PPIU lalai dalam penyediaan tiket kepulangan. Sebetulnya aturan tentang pelindung hukum berupa kepastian keberangkatan dan kepulangan telah diatur di PMA Nomor 5 Tahun 2021 dalam bentuk asuransi.

Perusahaan asuransi dan PPIU perlu duduk bersama merumuskan produk asuransi yang dibutuhkan oleh Jemaah umrah agar ada kepastian berangkat dan pulang ibadah umrah.

Umrah dan BPJS Kesehatan

Pada akhir tahun 2022, Kementerian Agama menerbitkan Keputusan Menteri Agama Nomor 1456 tentang Persyaratan Kepesertaan dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional dalam Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah dan Penyelenggaraan Ibadah Haji Khusus. KMA tersebut diterbitkan atas perintah yang tertuang di dalam Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2022 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional. Inpres ini ditetapkan guna mengambil langkah-langkah untuk melakukan optimalisasi program jaminan kesehatan nasional.

KMA Nomor 1456 Tahun 2021 yang terbit sejak 21 Desember 2022 mengharuskan setiap pelaku usaha dan pekerja pada PPIU dan PIHK terdaftar sebagai peserta aktif dalam Program JKN.

Segmen yang diwajibkan terdaftar JKN sesuai KMA Nomor 1456 tahun 2022 adalah:

1. Pelaku Usaha dan Pekerja pada Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) dan Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK)
2. Calon Jemaah Umrah dan calon Jemaah Haji Khusus.

Implementasi dari KMA tersebut berupa kepesertaan PPIU, PIHK, calon jamaah umrah dan calon jemaah haji khusus dalam program JKN. Berdasarkan penjelasan dari Asisten Deputi Bidang Perluasan dan Kepatuhan Peserta PPU, ketentuan kepesertaan Jemaah umrah dan pelaku usaha sebagai berikut:

1. Pelaku Usaha PPIU dan PIHK sebagai Peserta Bukan Pekerja (BP)
2. Pekerja pada PPIU dan PIHK sebagai Peserta Pekerja Penerima Upah (PPU) Badan Usaha
3. Calon Jamaah Umroh Dan Calon Jamaah Haji Khusus sebagai peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) Mendiri atau jika Calon Jamaah Haji merupakan Pekerja maka didaftarkan ke segmen Pekerja Penerima Upah (PPU).

Banyak publik yang menanyakan kaitan BPJS Kesehatan dengan penyelenggaraan haji dan umrah. Sebagian menanyakan manfaat BPJS Kesehatan bagi Jemaah haji dan umrah dalam penyelenggaraan ibadah haji dan umrah di Arab Saudi.

BPJS Kesehatan tidak berkaitan langsung dengan penyelenggaraan ibadah haji dan umrah. Keberadaan KMA Nomor 1456 Tahun 2022 merupakan kebijakan untuk melakukan afirmasi kepesertaan masayarakat di dalam JKN melalui BPJS Kesehatan.

Kementerian Agama sebagai instansi pembina bagi para pelaku usaha umrah dan haji khusus (PPIU dan PIHK) diperintahkan oleh Presiden melalui Inpres Nomor 1 Tahun 2022 agar PPIU dan PIHK turut serta dalam percepatan kepesertaan masayarakat dalam JKN melalui Jemaah umrah dan para karyawannya.

Namun, demikian BPJS Kesehatan tetap memberikan manfaat bagi Jemaah umrah dan haji khusus. BPJS Kesehatan dapat digunakan oleh Jemaah haji dan Jemaah umrah yang membutuhkan pelayanan kesehatan setelah kembali dari tanah suci.

Sebagaimana dalam setiap tahun penyelenggaraan ibadah haji, selalu terdapat Jemaah haji yang harus dirawat di RS Arab Saudi pasca operasional haji. Ketika mereka dapat dipulangkan ke Indonesia, Jemaah haji membutuhkan perawatan kesehatan di RS, sehingga kepesertaan mereka dalam BPJS Kesehatan akan sangat membantu.

Demikian juga dengan Jemaah umrah, pada tahun 2023 terdapat Jemaah umrah asal Kabupaten Semarang yang harus menjalani perawatan di RS Arab Saudi selama lebih dari satu tahun. Saat dipulangkan ke Indonesia dan harus dirawat lanjutan di RS Indonesia terkendala karena tidak terdaftar dalam BPJS Kesehatan.

Oleh karena itu kepesertaan Jemaah umrah dan haji khusus dalam BPJS Kesehatan sangat bermanfaat untuk memberikan pelindungan kepada Jemaah pasca pelaksanaan ibadah haji dan umrah.

*Analis Kebijakan Ahli Muda-DJPHU

(Kemenag.go.id/Fadloli)