Negeri Subur yang Kerontang Moral

by
Jacobus Mayong Padang, mantan Anggota DPR RI dari F-PDIP.

Oleh: Jacobus K. Mayong Padang (mantan Anggota DPR RI dari Fraksi PDIP)

NEGERI ini salah satu yang dirahmati Tuhan YME dengan kesuburan yang luar biasa. Tak tanggung-tanggung grup musik legend Koes Plus menggambarkannya secara hiperbola; ‘tongkat kayu dan batu jadi tanaman.’

Para ahli mencatat 31.725 jenis pohon tumbuh di seantero negeri ini. Belum lagi aneka tanaman yang bisa dikonsumsi. Sayangnya, kesuburan alamnya tak berbanding lurus dengan moral penghuninya terutama kalangan elitnya. Justru tentang yang satu ini amat memprihatinkan.

Kerontang tepatnya, tak memberi harapan, dan belakangan kian merosot. Tak tanggung, grafik kemerosotan itu dipertontonkan secara vulgar, gamblang oleh para elit bangsa di semua lini.

KPK Ternoda

Yang dipertontonkan mereka tidak hanya grafik yang menurun tetapi juga keanehan. Aneh kan jika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), menahan oknum Syahrul Yasin Limpo atau SYL, bekas Menteri Pertanian (Mentan), dengan tuduhan memeras bawahannya. Eh hanya dalam hitungan hari saja sesudah penahanan tersebut. Ketua KPK Firli Bahuri alias FB diperiksa dengan dugaan pemerasan terhadap SYL. Mungkinkah ini antara lain yang dikatakan presiden; banyak drakor alias drama Korea-nya.

Pemeriksaan terhadap Ketua KPK di Ditkrimsus Polda Metro Jaya berakhir Jumat malam 24 November 2023, dengan menaikkan status bersangkutan dari yang sebelumnya sebagai saksi menjadi tersangka. Penetapan itu sungguh menyentak publik, karena KPK adalah lembaga penindakan tindak korupsi yang dibentuk khusus di luar dari dua lembaga penindakan yang sudah ada selama ini; Kepolisian dan Kejaksaan. Tidak heran, kehadiran KPK tahap awal menumbuhkan harapan publik begitu besar di tengah kegelisahan besar, akibat korupsi besar yang menggerogoti negeri ini.

Besar karena menurut analisa Prof.Dr. Sumitro saat itu, telah menggerus APBN sampai 30 persen. Dalam rangka mengerem penggerusan uang negara itulah KPK dibentuk dengan UU No.31 Tahun 2002. Jadi KPK sebuah lembaga khusus yang dibuat khusus dengan tugas khusus, yakni menghentikan segala praktek korupsi yang sudah menggurita selama rezim otoritarian Orde Baru (Orba) berkuasa.

Karena itu adalah sebuah kecelakaan fatal mendengar pengumuman Ditkrimsus Polda Metro Jaya tadi malam yang menetapkan FB, Ketua KPK sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana pemerasan. Kecelakaan fatal dalam kehidupan bernegara karena FB adalah Ketua KPK, lembaga yang dibentuk khusus untuk menghentikan praktek-praktek bejat yang selama ini dilakukan aparat telah merusak negara. Dengan kejadian tersebut, KPK sungguh ternoda.

Jargon Restorasi jadi Reskorup

Sebelumnya, rakyat Indonesia telah dibuat terkaget-kaget oleh ulah seorang menteri dari partai yang selama ini tampil memukau dengan slogan restorasi. Pasalnya, sebuah proyek besar, pembangunan BTS dengan anggaran Rp10 Triliun ternyata bocor sampai Rp8 Triliun. Konon, BTS yang terbangun pun sebagian tidak bisa berfungsi. Jadi amat parah.

Lebih parah lagi karena oknum BPK, lembaga yang bertugas untuk mengawasi penggunaan uang negara justru ıkut menikmati penggarongan tersebut, dan terakhir diberitakan ikut terseret kasus Pj. Bupati Sorong. Miris, sungguh memiriskan. Sedih, sungguh menyedihkan.

Berita penetapan FB di Direskrimsus Polda Metrojaya sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemerasan terhadap SYL mantan Menteri Pertanian dan berita keterlibatan oknum petinggi Badan Pemeriksa Kenangan (BPK), dalam dua kasus yang heboh sungguh berita yang tidak saja mengagetkan namun juga menyesakkan. Teringat pepatah yang diajarkan guru semasa belajar di SD dulu; Ibarat pagar makan tanaman. BPK dan KPK dua lembaga negara diharapkan jadi pengawas terhadap berbagai tindakan oknum-oknum yang merusak negara, eh malah ikut-ikutan permainan yang bobrok.

Kehilangan Akal Sehat.

Berita yang mengagetkan dan menyentak publik, bukan saja soal penggarongan uang negara yang sudah menjadi kanker ganas di negeri ini. Namun juga permainan politik dan manipulasi hukum. Sebabnya karena permainan di dua bidang tetapi bertemali itu, hanya karena satu hasrat yang membubung tinggi melewati ubun-ubun; agar sang anak presiden lolos untuk menjadi calon wakil presiden. Maka untuk itu, proses perekrutan calon di beberapa partai yang sudah berproses lama tiba-tiba buyar. Kata seorang komentator di medsos; 7 pimpinan partai tiba-tiba amnesia alias kehilangan akal sehat. Ada benarnya komen tersebut yang videonya beredar luas, selain karena mereka tiba-tiba menghempaskan ketentuan dan proses perekrutan yang sudah berproses lama, yang lebih menggelikan publik karena para dedengkot politik tsb.tiba-tiba pada membungkuk menyalami sang cawapres mereka yang datang bak pahlawan. Ini bukan guyonan belaka, sang cawapres memang datang menempatkan diri sebagai sang penyelamat bagi mereka. Cermati ucapannya; ” Tenang pak Prabowo. Tenang. Saya sudah di sini” itu kata Gibran saat muncul di panggung.

Apakah ini juga semua yang dimaksud Presiden Jokowi; penuh drakor, banyak sinetronnya ?
Entahlah. Mungkin kali inilah publik benar-benar menjadi kebingungan menyaksikan sinetron kata Presiden Jokowi, di pentas politik. Dan mungkin karena itu, seorang Gunawan Mohammad, sang budayawan yang mulai rentah meneteskan air mata di depan Rosi, host Kompas TV saat diminta menanggap pertunjukan para elit bangsa yang pada berakrobat, melawak tetapi penonton tak kunjung tertawa.
Orang bisa terkekeh-kekeh ketika menyaksikan Butet berlagak pembantu membungkuk-bungkuk di depan Sang Ndoronya yang diperankan Slamet Rahardjo. Tetapi tidak ketika menyaksikan para dedengkot partai membungkuk-bungkuk, takluk di depan seorang anak muda yang pongah, yang belum pernah menjadi ketua kelas atau ketua Karang Taruna. Rakyat Indonesia jadi terkesima. Ada apa semua ini? Kenapa semua ini bisa terjadi? Semua terkaget-kaget, bingung, sulit menemukan jawabannya.

Sungguh negeri ini subur tapi kerontang moral. Dalam kebingungan itulah, mungkin lebih tepat mendengar curhatnya Ebiet; ‘coba kita bertanya pada rumput yang bergoyang.’ ***