Keberanian Kejagung Tangani Kasus Dugaan Korupsi Airlangga Dipertanyakan

by
Unjuk rasa Airlangga Hartato. (Foto: Ist)

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Pasca pemeriksaan terhadap Menteri Koordinator Bidang Perekonomian sekaligus Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartanto oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) terus mendapat perhatian publik.

Airlangga menjadi saksi dalam kasus dugaan korupsi terkait pemberian fasilitas izin ekspor minyak sawit mentah (CPO) dan turunannya periode 2021-2022.

Pasca pemeriksaan yang telah dilakukan, Kejaksaan Agung (Kejagung) dianggap ‘masuk angin’ lantaran belum mengambil langkah tegas terhadap status Airlangga Hartanto di kasus tersebut. Hal ini mengundang perhatian dari berbagai kalangan, termasuk Gerakan Masyarakat Anti Korupsi (GMAK).

GMAK kembali menggelar aksi demo di depan Kantor Kejagung. Dalam aksi tersebut, mereka tidak hanya mengecam lambannya pergerakan Kejagung dalam mengusut kasus tersebut, tetapi juga menyerahkan sejumlah draft yang memuat dugaan keterlibatan Airlangga Hartanto dalam kasus yang telah menetapkan tiga perusahaan sawit, yakni Wilmar, Musim Mas, dan Permata Hijau sebagai tersangka korporasi.

Dalam pandangannya, GMAK menekankan pentingnya penegakan hukum yang adil dan merata. Adit, Koordinator Aksi dari GMAK menyatakan bahwa setiap kasus korupsi harus diusut tuntas tanpa pandang bulu, sesuai dengan arahan Presiden Jokowi.

“Aparat hukum wajib tegas, jangan hanya tajam di bawah tumpul di atas,” tegasnya dalam orasi aksinya, di Jakarta, Selasa (8/8/2023).

GMAK juga menuntut agar tidak ada tebang pilih dalam penanganan kasus korupsi, dan Kejagung harus berperan sebagai penegak hukum yang memahami dan menelusuri bukti-bukti secara teliti.

Lebih lanjut, GMAK mendesak Kejagung untuk memeriksa pejabat-pejabat dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian terkait kasus ini. Mereka merasa bahwa Kejagung lamban untuk kembali memanggil Airlangga Hartanto.

GMAK pun menilai pentingnya pemeriksaan untuk menjaga keadilan dan tegaknya hukum. Adit juga menyebutkan bahwa Kejagung harus menjalankan peran besar dalam mengungkap aliran uang korupsi.

“Selain mengusut kasus CPO dan Kelapa Sawit, Kejagung juga harus mengungkap siapa saja yang mendapatkan keuntungan dari praktik korupsi ini,” paparnya.

Dia menekankan perlunya pengungkapan fakta-fakta baru serta identifikasi para pelaku yang mungkin menggunakan cara-cara licik untuk menyembunyikan jejak korupsi. Praktik korupsi yang melibatkan para menteri dianggap sebagai pengkhianatan terhadap konstitusi dan kewajiban mereka sebagai wakil rakyat.

“Jika hal ini terus berlanjut, hukum sebagai bentuk penegakan keadilan akan semakin terkikis,” urainya.

GMAK juga menyebut Kejagung memiliki tanggung jawab besar dalam menegakkan hukum dan memberantas korupsi. Masyarakat menuntut transparansi dan keadilan dalam penegakan hukum, tanpa adanya pandang bulu.

Sebelumnya, Penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM-Pidsus) Kejaksaan Agung telah memanggil Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, sebagai saksi dalam kasus korupsi izin ekspor CPO.

Langkah ini dianggap penting oleh beberapa pihak, termasuk Herdiansyah Hamzah, peneliti Pusat Studi Anti Korupsi (Saksi) Universitas Mulawarman. Menurutnya, keterangan Airlangga dapat memberikan pemahaman lebih dalam terkait kasus ini yang sebelumnya telah mengakibatkan kelangkaan minyak goreng di masyarakat.

“Kesaksian Airlangga juga bisa mengungkap fakta-fakta baru dan keterlibatan pihak-pihak yang belum terungkap,” ujarnya.

Dengan permasalahan korupsi yang semakin rumit dan melibatkan tokoh-tokoh penting, tuntutan terhadap penegakan hukum yang adil dan tegas semakin menguat. Masyarakat menaruh harapan besar pada Kejaksaan Agung untuk menjalankan peran krusialnya dalam menjaga integritas hukum dan membawa para pelaku korupsi ke muka pengadilan.

“Tantangan ini akan menjadi cermin bagi sistem peradilan Indonesia dalam menghadapi kasus-kasus serupa di masa mendatang,” pungkasnya. (Jal)