Revisi UU Perlindungan Konsumen Masuk Prolegnas Prioritas 2023, DPR RI: UU yang Ada Masih Ada Kekurangan

by
Anggota Komisi VI DPR RI, Darmadi Durianto. (Foto : Jimmy)

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Anggota Komisi VI DPR RI Darmadi Durianto menyebut, revisi Undang-Undang (UU) Perlindungan Konsumen saat ini telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2023. Namun, ia mengatakan, sampai saat ini pihaknya belum juga menerima draf dari revisi UU tersebut.

“Revisi UU Perlindungan Konsumen ini kemarin sudah masuk ke Prolegnas Prioritas 2023, kita lagi menunggu seperti apa revisi perlindungan konsumen itu karena kita belum menerima drafnya. Tetapi kita apresiasi bahwa di balik ini, sudah melihat undang-undang ini begitu lama dan sebelumnya memang kurang dapat perhatian masalah perlindungan konsumen,” ujar Darmadi dalam Diskusi Forum Legislasi “Urgensi Revisi UU Perlindungan Konsumen” di Jakarta, Selasa (14/3/2023).

Menurut Darmadi, terdapat beberapa kekurangan dalam UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen tersebut.

Pertama ialah terkait dengan sistem substansi hukumnya. Terdapat beberapa pasal dalam UU tersebut yang banyak mengalami kekeliruan, terutama dalam pasal 54 dan pasal 56.

Di beberapa pasal, seperti pasal 54 putusannya itu final dan mengikat, tetapi di pasal 56 pihak terdakwa bisa mengajukan kasasi sehingga akan menyulitkan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). Jadi substansinya ini penuh dengan masalah.

Kedua, terdapat masalah di aparat penegak hukumnya. Dalam kasus tentang perlindungan konsumen, banyak kepolisian yang tidak menggunakan UU tentang perlindungan konsumen dalam mengatasi permasalahan terkait perlindungan konsumen.

Menurutnya, hal tersebut terjadi karena kurangnya sosialisasi UU Nomor 8 Tahun 1999 terhadap pihak kepolisian, sehingga hal itu membuat UU tersebut tidak digunakan dalam kepolisian.

Ketiga, ia mengatakan, masih banyak juga masyarakat yang tidak mau melapor tentang masalah perlindungan konsumen. Hal itu tentunya membuat UU tentang perlindungan konsumen terlihat lemah hingga saat ini.

“Oleh karena itu, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 ini harus segera direvisi agar lebih terbarukan mengikuti perkembangan situasi saat ini,” Darmadi. (Kds)