Anggota DPRD Kabupaten Cianjur: Belum Ada Gambaran Berapa Persen Untuk PAD Cianjur

by
Anggota Komisi B DPRD Kabupaten Cianjur dari Fraksi PPP H.Cecep Saepudin Zuhri lagi membagikan sodakoh kepada anak-anak di kediamannya. (foto: YS)

BERITABUANA.CO.CIANJUR – Anggota Komisi B DPRD Kabupaten Cianjur dari Fraksi PPP, H.Cecep Saepudin Zuhri menyebutkan belum ada gambaran pemerintah Cianjur akan mendapatkan berapa persen dari pemerintah pusat yang tengah merencanakan pengembangan Geothermal di kawasan Gunung Gede Pangrango, Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur.

Menurut Cecep S.Zuhri, kemungkinan pemerintah pusat melalui Kementerian ESDM masih dalam melakukan proses pengkajian-pengkajian lebih lanjut sebelum pembangunan terminal energi panas bumi
yang digadang-gadang Geothermal terbesar kedua di dunia.

“Kita tunggu kebijakan dari pusat, hasil kajiannya dan dampak terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) kabupaten Cianjur mendapatkan berapa persennya dari pengembangan proyek Geothermal tersebut,” ucap Cecep S. Zuhri kepada www.beritabuana.co dikediamannya. Senin, (13/3/2023)

Ia menambahkan, pengembangan Geothermal itu merupakan kajian nasional, kita musti faham juga UUD 45 pasal 33 ayat (3) yang menyebutkan bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Kemudian, kekayaan alam yang terkandung di dalamnya ini termasuk adanya potensi energi panas bumi di wilayah Kabupaten Cianjur-Jawa Barat yang bisa dimanfaatkan negara untuk kebutuhan nasional.

“Sepengetahuan saya, mengutip dari beberapa informasi bahwa sumber energi ini diperoleh dari panas bumi, untuk digunakan energi listrik maupun kebutuhan rumah tangga dan industri,” ujar politisi PPP Kabupaten Cianjur ini.

Katanya, penggunaan Geothermal dapat mengurangi penggunaan bahan bakar fosil kemudian dapat mengurangi emisi gas rumah kaca dan memperbaiki kualitas udara.

Namun semua itu, tentunya, pembangunan Geothermal harus memperhatikan juga dampak negatif positifnya, baik terhadap ekosistem maupun lingkungan sekitar, sebab kajian lingkungan hidup itu harus obyektif.

“Jika hasil kajian mereka banyak negatifnya, kita harus bisa menolak. Sebaliknya, kalau kajian banyak positifnya kita harus meng- iyakannya terhadap program nasional,” katanya (YAN)