Ini Kiat-kiat Bagi Orang Tua Dampingi Anak Belajar di Era Digital

by
Diskusi #MakinCakapDigital Kemenkominfo berkolaborasi dengan Siberkreasi bertajuk "Menjadi Orang Tua Bijak di Era Digital". (Foto: Dokumentasi)

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Peran orang tua sangat penting bagi anak dalam mengenal, memahami, melakukan pola asuh, serta mendampingi proses belajar di era digital. Tujuannya agar anak terhindar dari dampak negatif terhadap psikis dan mental melalui teknologi digital.

Dosen Senior Departemen Manajemen dan Kebijakan Publik FISIPOL UGM/Sekjen IAPA, Bevaola Kusumasari menjelaskan, proses belajar anak itu melalui panca indra yakni akan menerima sesuatu yang ada disekitarnya. Penerimaan panca indra bergantung pada perhatian dan konsentrasi anak.

“Perasaan anak ikut mempengaruhi proses belajar. Jika anak senang maka Panca indranya akan bekerja lebih baik dan konsentrasi lebih lama. Sebaliknya, jika anak dalam kondisi lelah, mengantuk serta lapar, Panca indranya tak mampu bekerja dengan baik,” kata Bevaola dalam diskusi #MakinCakapDigital Kemenkominfo berkolaborasi dengan Siberkreasi bertajuk “Menjadi Orang Tua Bijak di Era Digital” pada Jumat (9/9/2022).

Bevaola, dalam keterangan tertulisnya, Senin (12/9/2022), menjelaskan, jika konsentrasi anak terganggu, akibatnya anak tidak mampu mengingat apa yang dipelajari.
Jika suasana belajar menyenangkan, anak akan belajar lebih baik dan mudah diarahkan.

Lebih lanjut, Bevaola memberikan kiat-kiat mendampingi anak ketika belajar di rumah. Orang tua harus pahami gaya belajar anak. Karena, anak memiliki gaya belajar masing-masing. Orang tua diharapkan mengenal dan memahami gaya belajar anak, sehingga memudahkan dalam mendampinginya belajar.

Pertama gaya belajar visual. Anak dengan gaya belajar visual lebih suka dan lebih mudah menerima dengan cara melihat. Segala hal yang menarik secara visual akan menjadi fokus dan mudah dipahami.

Untuk orang tua, gunakan lebih banyak gambar daripada kata. Gunakan penulisan kata dengan huruf yang unik dan ukuran tulisan yang beragam dan berwarna, gunakan peta pikiran (mind mapping).

“Materi belajar yang digunakan dalam bentuk komik cerita. Lakukan penataan ruang belajar yang nyaman menggunakan dekoratif hasil karya anak. Belajar melalui film yang berhubungan dengan informasi yang harus anak pelajari,” tutur Bevaola.

Kedua gaya belajar auditori. Anak yang dengan gaya belajar auditori biasanya lebih sensitif terhadap musik dan memiliki minat yang tinggi terhadap musik.

Kiat bagi orang tua, gunakan intonasi yang dinamis ketika memberikan informasi kepada anak. Belajar dengan teknik bercerita, gunakan alat perekam untuk membantu anak mempelajari suatu informasi.

Ketiga gaya belajar kineatetik. Anak dengan gaya belajar kinestetik akan lebih peka menerima informasi baru melalui aktivitas.

Kiat bagi orang tua, gunakan alat peraga.
Aplikasi pengetahuan dengan cara praktik langsung, anak akan semakin berminat dalam belajar dan informasi baru akan lebih mudah untuk diingat.

Kemudian, menyiapkan lingkungan belajar anak mulai dari keluarga, sekolah dan masyarakat. Lingkungan belajar di rumah yang perlu dilakukan mengajarkan anak kemandirian, tata krama, dan mendampingi anak belajar.

Selanjutnya, orang tua membuat jadwal kegiatan. Bevaola mengingatkan, membatu anak membuat jadwal kegiatan, bukan berarti membuatkan jadwal untuk anak, namun memberikan kesempatan anak untuk membuat jadwal mereka sendiri. Hal ini membatu anak bertanggung jawab terhadap semua rencana kegiatan yang akan dilaksanakan pada hari berjalan.

“Instropeksi orang tua serba tahu.
Ingatkan diri kita masing-masing, orang tua bukan orang yang serba tahu segalanya. Respon seperti ini bisa juga orang tua katakan kepada anak: ‘Maaf Ayah (Bunda) belum punya jawaban untuk pertanyaan itu. Sekarang mari kita cari bersama jawabannya dan kita diskusikan,” saran Bevaola.

Orang Tua Lebih Literate

Penulis dan Direktur Langgar.co, Irfan Afifi menambahkan, orang tua di era sekarang ini harus lebih “literate” secara digital untuk mendampingi proses belajar dan tumbuh kembang anak agar lebih cerdas.

“Orang tua harus menjadi lingkungan pertama pencetak kepribadian etis
bagi anak,” kata Irfan.

Untuk itu, peran orang tua harus cerdas beradaptasi, mau belajar, terbuka dengan perkembangan. Kemudian, ciptakan ruang lingkup keluarga yang menanamkan tindakan dan kepribadian etis.

“Mengenalkan sejak dini perilaku etis dalam konteks digital. Tidak asal larang karena takut bahaya negatif. Mendampingi anak untuk pengembangan potensinya. Mengenalkan dampak negatif, dan juga positif kepada anak,” ujar Irfan.

Orang tua yang cerdas itu, kata Irfan, ialah yang mampu menciptakan lingkungan yang penuh kasing sayang.

“Secara sabar membimbing dan memberi contoh bagi tumbuh kembang kepribadian etis anak. Karena pendidikan etis terbaik tercapai dari kasih sayang dan
keteladanan. Menjadi pendamping yang terbuka, tidak asal larang, bagi
pembentukan karakter etis,” ungkap Irfan.

Sementara itu, Seknas Jaringan GUSDURian Heru Prasetia, mengingatkan tentang tantangan budaya digital yang harus dipahami. Yakni, mengaburnya wawasan kebangsaan, menghilangnya budaya Indonesia, media digital menjadi panggung budaya asing.

“Penyalahgunaan kebebasan berekspresi. Dominasi nilai dan produk budaya asing. Berkurangnya toleransi dan penghargaan pada perbedaan. Menghilangnya batas-batas privasi. Pelanggaran hak cipta dan karya intelektual,” kata Heru. (Kds)

Catatan: 

Informasi lebih lanjut dan acara literasi digital GNLD Siberkreasi dan #MakinCakapDigital lainnya, dapat mengunjungi info.literasidigital.id dan mengikuti @siberkreasi di sosial media