Reformasi Kultur Tantangan Utama Polri

by
Ilustrasi

KEPOLISIAN di dunia manapun menjadi lembaga publik utama dan penting. Tidak saja untuk mewujudkan keamanan, keteraturan dan keselamatan publik. Lebih dari itu, menjadi potret hubungan antara pemerintah dan masyarakat dalam menjalankan politik keamanan, keteraturan dan keselamatan negara.

Dengan posisi sentral yang demikian institusi kepolisian menjadi topik kajian banyak pihak yang concern terhadap institusi kepolisian dalam relasinya dengan sistem politik pemerintahan. Kajian tentang kapasitas dan kapabilitas operasional polisi, postur dan desain struktur pengembangan organisasi, serta kultur kepolisian dihubungkan dengan orientasi, sikap dan perilaku polisi sehari hari.

Kajian tentang Polri menjadi bagian yang tak terpisahkan dari perkembangan sejarah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Polri tumbuh bersama dinamika sistem pemerintahan dan perkembangan masyarakat Indonesia yang diskursusnya terkait dengan posisi institusi kepolisian dalam sistem pemerintahan.

Banyak sekali tema penelitian yang mengupas tugas, fungsi, kewenangan, serta postur organisasi dan struktur kepolisian yang bergerak dinamis beradaptasi dengan perkembangan sistem administrasi pemerintahan beserta tantangan dan persoalannya. Beberapa penelitian juga menggali perkembangan kultur polisi yang terkait dengan kultur kepemimpinan, persoalan manajerial dan operasional yang digambarkan melalui orientasi, sikap dan perilaku pemimpin juga anggota kepolisian.

Dalam konteks dan dinamika tersebut sejalan dengan situasi transisional menuju demokrasi di Indonesia yang dikenal dengan masa reformasi, Polisi menjadi bagian yang tidak luput dari agenda perubahan itu sendiri.

Ada 3 ( Tiga ) masalah pokok yang kemudian menjadi agenda reformasi Polri yaitu :

1. Reformasi Instrumental, yang berkaitan dengan penyesuaian banyak payung hukum (umbrella law) meliputi undang -undang kepolisian maupun peraturan pemerintah dan pelaksanaannya. Berbagai peraturan lain yang lebih operasional dan bersifat teknis yang mengatur tentang doktrin, etika profesi sampai dengan standar operasional prosedur. Serta hal- hal lainnya yang berkaitan dengan tata laksana pengelolaan organisasi, kepemimpinan, pengelolaan sumber daya dan otoritas kepolisian.

2. Reformasi struktural, yang berkaitan dengan aspek kerangka organisasi Polri dari tingkat markas besar sampai dengan tingkat Polsek. Reformasi struktur kepemimpinan dan manajemen dari tingkat atas sampai dengan struktur lini terdepan kepolisian.

3. Reformasi kultural, yang berkaitan dengan perilaku bhayangkara dalam bekerja sama dan bekerja, termasuk mengambil keputusan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan ( do and don’t ). Sebagai suatu upaya membangun standarisasi, bagaimana cara mencapai kesuksesan dalam menjalani peran kebhayangkaraan.

Setelah lebih dari dua dekade mengalami dinamika pergantian kepemimpinan nasional, institusi kepolisian melakukan berbagai kemajuan yang signifikan. Cukup relevan dengan asa yang diletakan pada perubahan polisi di Indonesia sebagai organisasi utama dalam memelihara keamanan dalam negeri.

Sejarah mencatat tekanan berat pada periode awal masa reformasi yang datang silih berganti tidak menggangu stabilitas mendasar keamanan dalam negeri. Meski pada masa itu aksi- aksi terorisme menjadi ancaman utama bagi stabilitas keamanan secara nasional.

Demokratisasi yang menjadi pilihan sejarah perjalanan sistem politik melalui Pemilu dan Pilkada dapat dilalui dengan baik. Hal tersebut merupakan kontribusi seluruh elemen masyarakat bersama negara beserta seluruh institusi baik dalam bidang sosial, ekonomi, politik, agama dan budaya. Dalam mengawal kelancaran proses ini kehadiran polisi memiliki peranan yang dirasa cukup signifikan.

Keberhasilan tersebut tidak terlepas dari strategi pengembangan reformasi polisi yang bertitik berat pada strategi pemenuhan “TRUST BUILDING “ dan “ PARTNERSHIP BUILDING” pada aspek kesisteman dan operasional.

Aspek “ KULTURAL “ yang juga menjadi bagian dari agenda REFORMASI berhubungan dengan wajah polisi yang menjadi role model organisasi. Dimana setiap personil kepolisian memiliki budaya yang dibentuk dari tindakan individu maupun kolektif yang dijiwai oleh nilai ke-bhayangkaraan sebagai suatu manifestasi sikap TRI BRATA dan CATUR PRASETYA.

Untuk memahami kultur polisi tidak dapat disederhanakan hanya pada aspek simbolik yang nampak pada seragam yang sama, apel upacara bendera atau pembentukan zona integritas dan penggunaan atribut lainnya. Kultur kepolisian lebih kompleks dari yang dapat dibayangkan. Karena kultur beririsan dengan banyak aspek yang menstimulus dan menjadi potret dari budaya itu sendiri.

Doktrin, norma, gaya kepemimpinan dan dinamika manajemen, menjadi memori kolektif seluruh personil kepolisian. Tradisi yang melahirkan sub- kultur baik yang bersifat positif maupun negatif tumbuh dalam organisasi maupun lingkungan sosial yang saling mempengaruhi, dan terfragmentasi dalam berbagai pengalaman interaksional.

“ CODE OF SILENT“ polisi dan “ PEOPLE SILENT” juga tumbuh dalam interaksi fungsional struktur formal dan struktur sosial sehingga tidak semua persoalan kultural muncul ke permukaan. Dengan demikian REFORMASI KULTURAL tidak dapat diukur sepenuhnya hanya melalui statistik dan tabulasi keluhan masyarakat melalui saluran aduan yang disiapkan.

Reformasi kultural dalam birokasi dan polisi di dunia termasuk reformasi kepolisian yang dicita-citakan bukanlah persoalan yang ringan. Reformasi kultural adalah yang utama dan esensial dibandingkan dengan agenda reformasi pada bidang lainnya. Karena reformasi pada bidang ini sangat terkait dengan paradigma serta disiplin berpikir yang membentuk watak dan perilaku.

Banyak cerita kegagalan di dunia dalam mewujudkan reformasi kultural, meskipun instrumen pembangunan good government dan clean governance sudah mengikuti rujukan dengan parameter yang sama.

Inggris, Jepang, dan Hongkong adalah contoh negara dengan reformasi kultural kepolisian yang dianggap relatif berhasil, sejalan dengan keberhasilan reformasi di sektor lainnya termasuk perubahan pada banyak aspek di dalam sistem politik (penataan negara dan publik) yang lebih luas.

Dalam buku “ FAILED NATION” dikisahkan bagaimana dua wilayah bertetangga dengan komunitas yang sama, yang terletak di perbatasan Amerika Serikat dan Mexico mengalami nasib yang berbeda.

Komunitas orang Mexico yang hidup di wilayah Amerika Serikat mengalami kemajuan pesat pada kultur demokrasi yang didasarkan pada nilai nilai demokrasi, termasuk mereka yang bekerja di instansi pemerintah dan kepolisian. Sebaliknya tetangga mereka yang hidup di wilayah Mexico mengalami perubahan yang lebih lambat dari saudara mereka yang hidup di Amerika Serikat.

Buku ini menunjukkan bahwa instrumen yang sama belum tentu menghasilkan kultur serupa. Situasi yang menunjukan begitu kompleksnya faktor yang menjadi prasyarat terciptanya perubahan termasuk reformasi kultural dalam organisasi polisi. Dengan begitu, hasil penelitian Prof. Philip Zimbardo dari Standford university pada tahun 1971 “Standford prison experiment” yang menyimpulkan lingkungan membentuk perilaku belum terbantahkan.

Dalam perspektif kepemimpinan organisasi dan manajemen, reformasi kultur adalah reformasi yang diperlukan agar organisasi dapat bekerja secara efektif dan efisien dengan dukungan dan penerimaan publik yang luas. Bahkan dalam beberapa hal, strategi organisasi harus disesuaikan dengan kultur yang berkembang.

Strategi dan program yang bagus sekalipun tanpa dukungan kultur organisasi yang baik tidak akan menghasilkan kemajuan yang maksimal. Bahkan pada tingkat yang sangat ekstrim, kultur organisasi dapat menggagalkan strategi yang sudah direncanakan.

Pada lingkungan organisasi yang menganut prinsip birokrasi persoalan kultur juga akan sangat mempengaruhi kepercayaan diri anggota pada masa depan dirinya dan organisasi. Ketika para anggota didalam organisasi mendorong perubahan kultur, maka organisasi akan mendapatkan keuntungan yang berlipat ganda yaitu terjaganya MARWAH, terbentuknya SOLIDITAS dan tercapainya PRODUKTIVITAS kinerja.

Bagi masyarakat kultur positif dalam organisasi kepolisian akan menjadi ROLE MODEL bagi budaya sosial sebagai bentuk RESPECT masyarakat terhadap Polisi.

Hal ini menjadi tantangan pokok dan prioritas kerja Polri bersama pemerintah dalam pengembangan Polri di masa depan sesuai dengan pondasi nilai-nilai luhur Polri (Catur Prasetya dan Tri Brata) dan Negara (Pancasila).

Yogyakarta, 2 Januari 2022

*Dr. Andry Wibowo SIK MH Msi* – (Anggota Kepolisian RI) 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *