MK Perintahkan DPR Perbaiki UU Ciptaker, Johan Rosihan: Materi Harus Berpihak Kedaulatan Pangan

by
Anggota Komisi IV DPR RI dari F-PKS, Johan Rosihan.

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Merespon putusan Mahkamah Konstitusi terkait Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker), yang memerintahkan kepada DPR dan Pemerintah untuk melakukan perbaikan dalam jangka waktu paling lama dua tahun, Anggota Komisi IV DPR RI dari F-PKS, Johan Rosihan menegaskan agar materi perbaikan UU Ciptaker mesti berpihak terhadap kedaulatan pangan nasional. Karena diakuinya, pasal-pasal dalam UU yang dikenal dengan sebutan Omnibus Law itu selalu mengarah kepada liberalisasi pangan.

“Hal ini jelas bertentangan dengan konstitusi. Maka perbaikannya ke depan harus difokuskan agar memiliki keberpihakan terhadap kedaulatan pangan nasional,” tegas Johan Rosihan melalui keterangan tertulisnya, Jumat (26/11/2021).

Anggota Fraksi PKS DPR RI ini menyatakan bahwa UU Ciptaker tidak berpihak kepada produksi pangan nasional dan juga tidak berpihak pada kepentingan petani. Karena itu, agar point perbaikan Omnibus Law ini dapat menunjukkan keberpihakan kepada produksi dalam negeri dengan adanya larangan mengimpor pangan secara tegas ketika konsumsi dan cadangan pangan dalam negeri masih mencukupi.

“Sebab, berlimpahnya bahan pangan dalam negeri akibat masuknya impor pangan akan membuat petani kita semakin terpuruk. Karena itu muatan perbaikan yang harus ada dalam Omninus Law, terkait pangan adalah mengenai strategi perlindungan petani, dimana pemerintah harus memberikan prioritas membantu petani dalam penyediaan prasarana dan sarana produksi pertanian, memberi kepastian usaha, dan membuat kebijakan harga komoditas pertanian yang menguntungkan petani serta memberikan ganti rugi gagal panen dan memperkuat asuransi pertanian,” papar Johan.

Johan menilai muatan dalam UU Ciptaker telah mendorong peningkatan laju impor pangan sehingga membanjiri pasar pangan domestik dan telah berdampak membuat petani terpuruk dan tidak berpihak pada pertanian nasional.

“Putusan MK ini memiliki makna bahwa hal tersebut telah melanggar konstitusi karena menimbulkan korban dari masyarakat petani dan menciderai kedaulatan pangan nasional,” ucapnya seraya menyebut bahwa Omnibus Law telah menghapus tujuh UU terkait dengan sektor pangan dan investasi sektor pertanian, bahkan telah melegalkan alih fungsi lahan budidaya pertanian untuk kepentingan umum dan atau proyek strategis nasional.

Wakil rakyat dari Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB) ini setuju jika harus segera dilakukan perbaikan muatan dan sasaran dari UU Ciptaker ini karena sejak awal dirinya menegaskan telah menolak muatan dari omnibus law yang terlalu mengedepankan pertumbuhan ekonomi berbasis lahan yang diperuntukkan bagi pelaku usaha skala besar.

“Saya menilai omnibus law telah memicu terjadinya laju konversi dari pertanian ke non pertanian secara signifikan, dan hal ini telah mengancam ketahanan pangan nasional,” demikian tutup Johan Rosihan.

Dikerahui sebelumnya, Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan bahwa Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker) bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat.

Dalam pembacaan amar putusan, Anwar Usman juga menyatakan bahwa Undang-Undang Cipta Kerja masih tetap berlaku sampai dengan para pembentuk undang-undang, yakni pemerintah dengan DPR melakukan perbaikan pembentukan sesuai dengan tenggang waktu sebagaimana yang telah ditentukan di dalam putusan tersebut.

“Bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai ‘tidak dilakukan perbaikan dalam waktu 2 tahun sejak putusan ini diucapkan’,” kata Ketua MK Anwar Usman saat membacakan amar putusan yang disiarkan secara langsung di kanal YouTube Mahkamah Konstitusi RI dan dipantau dari Jakarta, Kamis kemarin.

Lebih lanjut, MK memerintahkan kepada para pembentuk undang-undang untuk melakukan perbaikan dalam jangka waktu paling lama 2 tahun sejak putusan tersebut diucapkan oleh MK, dan apabila dalam tenggang waktu tersebut para pembentuk undang-undang tidak melakukan perbaikan, Undang-Undang Cipta Kerja menjadi inkonstitusional secara permanen.

“Apabila dalam tenggang waktu 2 tahun pembentuk undang-undang tidak dapat menyelesaikan perbaikan (UU Cipta Kerja, red.), undang-undang atau pasal-pasal atau materi muatan undang-undang yang telah dicabut atau diubah oleh UU Cipta Kerja harus dinyatakan berlaku kembali,” ucap Anwar Usman. (Jimmy)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *