Kereta Cepat akan Dibiayai APBN, Wakil Ketua MPR Tegaskan Proyek Harus Diaudit BPK

by
Wakil Ketua MPR RI dari F-Demokrat, Syarief Hasan.

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, Syarief Hasan mempertanyakan langkah pemerintah yang menggunakan APBN dalam pembangunan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung. Pasalnya, pemerintah telah berjanji untuk tidak menggunakan APBN dan menyerahkan kepada BUMN untuk menggunakan skema Business to Business.

Namun, janji tersebut seperti dibantah sendiri oleh Pemerintah dikarenakan Presiden Jokowi telah mengeluarkan Perpres No. 93 Tahun 2021 yang di dalamnya mengizinkan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung untuk didanai APBN. Sontak, langkah Pemerintah ini menuai protes dari masyarakat yang menagih janji Presiden.

Sehubungungan dengan hal tersebut, Anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat, Syarief Hasan melalui siaran pers tertulisnya, Selasa (12/10/2021) menyebut pemerintah harusnya menepati janjinya untuk tidak menggunakan APBN, mengingat dalam beberapa waktu terakhir APBN sangat berat dengan adanya pandemi Covid-19.

“Harusnya, APBN tidak semakin diberatkan dengan proyek kereta cepat yang dulunya dijanjikan tidak menggunakan APBN,” kata dia seraya menyebut kalau APBN harusnya difokuskan pada program-program kritikal dan esensial yang dirasakan langsung oleh masyarakat, khususnya di masa pandemi Covid-19.

Syarief Hasan mengatakan kalau sejak awal dirinyasudah mengingatkan terkait proyek kereta cepat kerjasama dengan Cina tersebut tidak terencana dengan benar.

“Kereta cepat ini juga belum menjawab masalah di masyarakat kecil. Namun, Pemerintah berdalih tidak akan menggunakan APBN, tapi nyatanya menggunakan APBN juga,” ungkapnya

Karena itu, Syarief Hasan juga menerangkan perlunya audit anggaran proyek kereta cepat terlebih dahulu dengan melibatkan lembaga Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), karena apabila akan menggunakan APBN, perlu dilakukan audit agar semuanya transparan, mulai dari proses awal, perencanaan penganggaran dan proses penentuan harga dan effisiensi anggaran, dan sebagainya.

“APBN kita akan semakin sulit dengan adanya proyek kereta cepat ditambah lagi proyek ibukota baru yang menyedot APBN. Pemerintah harus melihat prioritas yang dibutuhkan masyarakat yakni pemulihan ekonomi nasional, bukan proyek besar yang tidak dinikmati masyarakat kecil dan menyedot APBN,” katanya.

Ia juga terus mengingatkan pemerintah dalam pengelolaan keuangan negara, khususnya dalam beberapa tahun terakhir sangat memprihatinkan. Rasio utang Indonesia kini mencapai 41,64% dan berpotensi gagal bayar berdasarkan laporan BPK.

“Kondisi keuangan dan ekonomi ini harusnya menjadi prioritas untuk dibenahi yang menggunakan APBN, bukan malah menyedot APBN ke sektor yang kurang prioritas,” tutup Syarief Hasan. (Jal)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *