Margarito Ngomporin DPD RI untuk Berani Membuat Stuck Sistem Ketatanegaraan

by
Pakar Hukum Tata Negara, Margarito Kamis. (Foto: Jimmy)

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Pakar Hukum Tata Negara, Margarito Kamis mendukung upaya yang selama ini dilakukan DPD RI untuk mendapatkan kesetaraan hak di Senayan, seperti yang selama ini dimiliki ‘saudara tuanya’ DPR RI. Bahkan, Margarito ‘mengkompori’ DPD RI untuk bersikap angkuh dan menunjukkan taringnya, dengan membuat stuck atau macet sistem ketatanegaraan.

“Apa stuck-nya? Kalau ada pembahasan tentang undang-undang tertentu baik itu yang berkaitan dengan daerah, DPD jangan ikuty, biar macet,” kata Margarito dalam Obrolan Senator (Obras) bertema “Amandemen dan Bikameral: Upaya Penataan untuk Mewujudkan Demokrasi Modern Berdasarkan Konstitusi Kenegaraan” di Media Center Gedung Nusantara III Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (6/10/2021).

Jadi, menurut Margarito, DPD tidak bisa nasibnya diserahkan atau berharap dari kebaikan hati pada orang-orang yang ‘di sana’. Sebab dalam politik itu tak ada kata kasihan, tapi yang ada itu ‘mainkan’

“Mana ada politik pakai tawar-menawar, tolong dong-tolong. Ini urusannya persaingan kepentingan. Persaingan kepentingan yang berlawanan ini yang dipertandingkan. Karena itu, saya senang kemarin DPD membahas tentang calon Anggota BPK di Komite IV-nya, dimana ada 2 orang yang tak distujui oleh DPD,” ujarnya.

Suka atau tidak suka, Margarito menyebut bahwa postur ketatanegaraan di Indonesia, khususynya di kekuasaan Legislatif terlihat betul DPR ini dikerangkakan atau didesain menjadi despotik. Padahal, siapapun yang belajar ilmu tatanegara dan belajar ilmu politik, mengerti bahwa hakikat dan esensi dari lembaga yang disebut bikmeral itu soal keadilan politik, tidak ada yang lain.

“Saat ini ditengah rindu kita tentang demokrasi, ditengah hasrat kita yang begitu hebat untuk mengkonsolidasi demokrasi, kita bikin lembaga seperti ini, Waraskah kita? Ini lembaga nggak waras, desain ini tidak waras. Dari segi ilmu politik dan tatanegara. ini desain yang tidak waras, ditengah demokrasi seperti ini kita desain lembaga yang satu berfungsi despotik, menjadi tiran bagi yang lain,” sebut dia.

Cara yang kedua, lanjut Margarito, di saat orang masih mutar-mutar soal Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN), maka DPD tidak usah ikut melakukan pembahasan. Dan kalau pun harus berunding, maka harus ada kepentingan yang DPD pertaruhkan.

“Bukan hanya kepentingan individu saja, termasuk kepentingan saya dan yang ada di Maluku Utara sana, kepentingan orang dari NTT sana dan kepentingan daerah lainnya. Kita harus bicara. Mesti buka, dan jangan setengah-setengah, karena ini kebutuhan untuk mengkonsolidasi bangsa ini. Jadi suka atau tidak suka, senang atau tidak senang di masa yang akan datang, tidak bisa kita tunggu terus menerus hidup dengan satu lembaga lebih besar dari lembaga yang lain,” tegasnya. (Asim)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *