Perencanaan CEWERS Antisipasi Konflik RAS(IS) di Indonesia

by

Oleh: Steve Rick Elson Mara, S.H., M.Han*

INDONESIA memilki karakteristik dengan geografinya, mulai dari luas wilayah dan jumlah pulau yang mencapai ribuan, hal ini menjadikan Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki wilayah terluas di dunia.

Selain itu, penduduk Indonesia mencapai 270,6 juta yang terdiri dari latar belakang ras, etnis-budaya, agama, dan bahasa yang berbeda. Perbedaan yang ada di Indonesia telah menjadikan Indonesia sebagai negara yang sangat unik, karena dapat bersatu ditengah perbedaan yang ada (Unity in Diversity).

Dalam kamus besar bahasa Indonesia, RAS diartikan sebagai pengelompokan masyarakat berdasarkan ciri fisik tertentu. Kata RAS sendiri berasal dari bahasa Latin yaitu radix yang berarti asal atau akar.

Perbedaan ciri yang dimaksud adalah warna kulit, bentuk badan, bentuk wajah seperti hidung, tulang rahang pipi, rambut, serta beberapa ciri fisik lainnya.

Jika dilihat dalam buku Sosial Kultural Perekat Bangsa (Afnan Faudi:2020) ada 4 (empat) pengelompokan atau pembagian RAS di Indonesia yaitu Melanesoid, Malayan-Mongoloid, Asiatic Mongoloid, dan Kaukasoid. Ras Melanesoid tersebar di Papua, Maluku, Nusa Tenggara Timur, dengan ciri fisik kulit cenderung hitam serta rambut keriting.

Ras Malayan-Mongoloid tersebar didaerah Jawa, Bali, Sulawesi, Sumatera, Kalimantan dan NTB. Ras Asiatic-Mongoloid masyarakat yang berasal dari Cina, Korea, dan Jepang dengan ciri fisik kulit berwarna kuning serta mata sipit. Serta Ras Kaukasoid yang berasal dari India, Eropa, Australia, dan Amerika dengan ciri fisik kulit putih dan agak kuning dengan memiliki hidung mancung.

Beberapa alasan mendasar kenapa di Indonesia memiliki keberagaman RAS adalah luas wilayah serta kondisi negara negara yang berbentuk kepulauan dan juga berbatasan langsung dengan beberapa negara, Kondisi alam dan tempat tinggal, masyarakat yang terbuka untuk menerima perbedaan yang ada serta perubahan yang datang, selain itu, hal mendasar lainnnya adalah Indonesia merupakan negara yang sangat strategis sehingga banyak menjadi tujuan wisata manca-negara.

Berdasarkan berbagai perbedaan yang ada, terutama perbedaan RAS yang ada, maka ada konflik RASIS yang pernah terjadi dan berpotensi untuk terus terjadi dibeberapa daerah di Indonesia.

Teori CEWERS

Model analisis yang dilakukan didalam CEWERS dimulai dengan mengetahui 5W1H yaitu When, Where, What, Who, Why, dan How. Hal ini dilakukan untuk menganalisis sebuah konflik secara mendalam agar mendapatkan jawaban bahwa perlu ada sebuah peringatan dini terhadap potensi konflik yang diprediksi akan terjadi.

Dilihat dari fase konflik yang sedang terjadi, apakah konflik tersebut masih berpotensi atau sudah ada dalam tahapan ketegangan, krisis, kekerasan terbatas, kekerasan masal, dan abatemen. Selain itu, dilihat juga SAT atau Struktur, Akselerator, serta Triger.

Selanjutnya, akan dilihat orientasi para tokoh struktural, serta bagaimana cara untuk menyelesaiakan konflik yang ada dengan menggunakan teori penyelesaian konflik yang ada, dan melakukan analisasi momentum dan rutin.

Perencanaan CEWERS, Antisipasi Konflik RAS(IS).

Berbagai perbedaan yang ada di Indonesia menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara dengan potensi konflik yang sangat besar, bukan hanya Indonesia, beberapa negara lain yang bernegara didalam perbedaan juga akhirnya terpecah hanya karena konflik akibat perbedaan didalam perspektif kehidupan bernegara.

Konflik akibat perbedaan RAS menjadi salah satu konflik yang menyebabkan sebagian penduduk dunia merasakan kehidupan didalam kelas tertentu. Dalam kasus, GF yang terjadi di Amerika, kasus ini kemudian menyita perhatian dunia bahkan terjadi aksi demonstrasi besar-besaran dibeberapa negara termasuk Indonesia sebagai salah satu negara multi-kultural.

Jika melihat kasus RASIS dalam pandangan teori dominasi sosial bahwa ada dua kelompok yang menempatkan diri mereka sesuai dengan pandangan mereka sendiri yaitu kelompok dominan dan kelompok sub-ordinat. Kelompok dominan merupakan kelompok yang berada diatas atau disebutkan sebagai kelompok menang yang memiliki kekuasaan dan seluruh nilai positif.

Sedangan kelompok sub-ordinat adalah kelompok disisi bawah, yang tidak menang, dan memilki seluruh nilai negatif, tidak memiliki kekuasaan, serta dianggap minoritas.

Konflik akibat perbedaan RAS sering terjadi seperti kasus RASIS atau kasus yang terjadi antara kelompok dominan dan kelompok subordinat, Karena sensitifisme dari kasus RASIS ini maka banyak kasus kecil akibat kesalahpahaman atau perbedaan budaya lainnya yang kemudian dapat digiring menjadi kasus RASIS.

Konflik Terkini

Dalam kurun waktu 3 tahun terakhir di Indonesia, konflik yang diakibatkan oleh perbedaan RAS mengalami eskalasi, bahkan konflik yang terjadi antara person to person or grup ot grup kadang digiring hingga menjadi konflik RAS. Seperti halnya konflik yang terjadi di Surabaya Jawa Timur antara Mahasiswa Papua dan beberapa kelompok pada bulan Agustus 2019 yang kemudian menjadi salah satu konflik RASIS besar di Indonesia.

Akibat dari konflik ini, banyak mahasiswa Papua yang pulang ke Papua dan tidak melanjutkan studi mereka, dari perkembangan kasus ini juga kemudian terjadi konflik di Jayapura dan Wamena serta beberapa kota lain yang kemudian menimbulkan banyak korban jiwa. Ada juga Kasus yang terjadi antara individu melalui media sosial dengan memberikan pernyataan yang bersifat diskriminasi terhadap RAS tertentu.

Akibat dari tindakan tersebut, polisi kemudian menetapkan pelaku rasis sebagai tersangka, selain itu, aksi demonstrasi juga dilakukan untuk menuntut kasus RASIS agar menjadi perhatian serius di Indonesia.

Selian itu, ada kasus lain yang tidak melalui ungkapan kata-kata tetapi terjadi karena human behavior yang kemudian membentuk polarisasi pikiran masyarakat mengarah kepada tindakan RASISME, yaitu kasus yang baru saja terjadi pada tanggal 28 Juli 2021 Di Merauke Papua. Kasus ini terjadi karena seorang muda (disabilitas) yang terlihat sedang marah terhadap pemilik warung dipinggiran jalan kemudian didatangani oleh Anggota Militer kemudian ditindak dengan cara dijatuhkan ke jalan sedang kepalanya diinjak. Hal ini kemudian disebut sebagai salah satu tindakan rasis, demikian penulis mengkategorikannya sebagai salah satu Human Behavior Racism.

Laporan 5WIH

When? Konflik ini terjadi setiap tahun terjadi di Indonesia, dalam catatan penulis, konflik ini mengalami eskalasi semenjak tahun 2019 di Surabaya. Yang kemudian menguat, pada tahun 2020, dan tahun 2021.

Where? Konflik ini terjadi secara langsung dan juga tidak langsung, secara langsung seperti ungkapan rasis yang diberikan secara langsung baik melalui ofline maupun online (baca : media sosial). Sedangkan secara tidak langsung, dilakukan dengan cara tindakan atau perlakuan yang di ambil seperti halnya diskriminasi terhadap RAS atau tindakan kekerasan terhadap orang tertentu.

What? Perbedaan kelas sosial ditunjukan didalam sini, seperti halnya tentang kelompok dominan dan kelompok sub-ordinat. Dengan menunjukan bahwa kelompok mayoritas merupakan kelompok yang memilliki kuasa dan memiliki kewenangan, sedangkan kelompok minoritas adalah warga kelas 2, tidak memiliki kewenangan, dan semua tindakan bersifat negatif.

Who? Kelompok RAS Melanesia dengan ciri fisik kulit hitam, rambut keriting sering kali menjadi korban terhadap tindakan RASISME. Namun, dalam pengamatan penulis, banyak juga tindakan RASIS yang dibalas dengan tindakan RASIS. Sehingga baik kelompok Dominan maupun kelompok sub-ordinat bisa menjadi korban.

Why? Tindakan dilakukan dengan kata-kata baik secara online maupun ofline, dengan ditujukan secara langsung kepada orang yang dituju dan atau kelompok yang dilabel. Biasanya terjadi karena ada alasan, seperti perbuatan tidak menyenangkan yang kemudian dibalas dengan ungkapan atau tindakan RASISME.

How? Konflik ini kemudian tidak hanya terjadi melalui omongan kata-kata atau melalui proses secara hukum, tetapi akibat dari konflik ini kemudian membahayakan nyawa orang lain yang tidak terlibat secara langsung.

Fase Konflik

Dalam tahapan konflik akibat RASIS di Indonesia sudah terjadi hingga kekerasan masal, hal ini seperti yang terjadi Kabupaten Jayawijaya sebagai imbas dari konflik yang terjadi di Surabaya, Jayapura, Manokwari dan beberapa kabupaten lain di Papua.

Kekerasan masal ini kemudian menimbulkan 33 orang dinyatakan meninggal dunia, puluhan bangunan rusak parah, trauma masyarakat hingga berangkat meninggal kota Wamena, sebagian ada yang kembali tetapi ada juga yang tidak memilih untuk Kembali ke Wamena.

Hal ini terjadi karena kasus kesalahpahaman yang kemudian digiring hingga menjadi salah satu kasus RASIS yang dikategorikan masuk didalam kekerasan masal didalam fase konflik.

SAT (Struktur, Akselerator, Triggers)

Struktur? Perbedaan tingkat pendidikan, agama, daerah tempat tinggal, bahkan perbedaan perspektif juga mempengaruhi dalam hal ini. Selain itu, Para pemimpin juga terkadang mengambil keputusan yang menunjukan mendukung salah satu pihak.

Penulis melihat karena adanya latar belakang yang sama antara pemimpin dan korban RASIS akhirnya ada para pemimpin yang mengambil langkah atau mengeluarkan statement yang justru menjadi angin panas yang menyuburkan api konflik.

Akselerator? Yang menjadi akselerator dalam konflik RASIS adalah media pemberitaan (baca : framming media) dan media sosial. yang terlihat sebagai angin panas yang meniup api konflik, sehingga kobaran api semakin besar. Saat ini, setiap orang bisa menjadi pembuat dan penerima berita sehingga dengan sangat mudah informasi panas tentang RASISME bisa diserbakan.

Triggers? Kelompok US VS THEM akan terbentuk, baik secara nasional maupun akan terbentuk didaerah-daerah. Kelompok ini terbentuk kemudian menggunakan visi mereka untuk melihat kelompok lain, sehingga kelompok lain akan menjadi kelompok yang salah. Seperti yang terjadi antara kelompok dominan dan kelompok sub-ordinat.

Conflict Early Warning and Early Response

Berdasarkan penjalasan di atas maka beberapa hal yang dapat dilakukan sebagai tanggap dini adalah :
Perlunya penyebaran konten positif secara massif tentang kesadaran berbangsa dan bernegara di tengah perbedaan. Kesadaran akan perbedaan ini dirajut erat didalam PBNU (Pancasila, Bhineka Tunggal Ika, NKRI, Undang-undang Dasar 1945), Perlu adanya Lex Specialis sebagai bahan Kepastian hukum bagi pelaku dan korban RASIS, Indonesia merupakan Negara Open Sky Policy (OSP) atau dalam artian segala informasi dari manapun diijinkan masuk ke dalam handphone dan keluar dari handphone kita, sehingga proses hukum untuk penyebaran konten negatif dan diskriminasi terhadap ras harus ditegakan sedini mungkin.

Selain itu, karena OSP tersebut maka masyarakat harus dituntut untuk memiliki digital skill, digital cultur, digital ethic, dan digital safety;
Pendidikan terhadap moralitas perlu untuk diterapkan kembali sejak dini.

Tipologi intervensi militer kemanusiaan perlu diterapkan melalui operasi militer selain perang di daerah-daerah dengan potensi konflik RASIS di Indonesia.

Penegakan hukum yang dilakukan oleh pihak penegak hukum dilakukan dengan cara humanis agar tidak menimbulkan perspektif baru, gakkum dilakukan dalam jangka waktu cepat dan tepat, yang didahului dengan upaya klarifikasi.
Etno-nasionalisme penting untuk dimiliki setiap suku bangsa di Indonesia tetapi Nasionalisme kita sebagai warga negara Indonesia perlu dijaga agar tidak dirusak oleh ideologi sempit.

Banyak konflik RAS(IS) yang digiring ke arah politik, sehingga segala tindakan yang dilakukan perlu dijaga agar tidak muncul collateral damage (dampak ikutan), karena kasus RASIS akhirnya berbuntut pada tuntutan kemerdekaan dari kelompok tertentu.

Pemerintah perlu memberikan penyadaran kepada masyarakat bahwa saat ini sedang terjadi perang kognitif, yaitu perang yang dilakukan dengan cara merusak mindset kehidupan berbangsa dan bernegara sehingga rasa nasionalisme dan jiwa patriotisme masyarakat akan berkurang jika masyarakat tidak memiliki manajemen kritis untuk mengelola dan melakukan perbandingan atas setiap informasi yang didapatkan, dan salah satu pintu masuk perang kognitif adalah perbedaan.

Pemerintah perlu memiliki peringatan dini untuk merespon dan mengantisipasi setiap tindakan yang mungkin saja akan menjadi sebuah konflik yang mengganggu keamanan nasional Indonesia.

Seperti halnya 10 poin yang telah sampaikan oleh penulis sebagai upaya peringatan dini dan tanggap respon dalam mencegah konflik RASIS di Indonesia, pemerintah perlu untuk terus membangun kepercayaan di antara masyarakat bahwa “INDONESIA ITU MILIK BERSAMA” dan harus di Jaga.

*((Tokoh Muda Indonesia Asal Papua))

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *