Dekrit Presiden untuk Memperpanjang Jabatan dengan Alasan Darurat Pandemi Upaya Jerumuskan Presiden

by
Wakil Ketua MPR RI dari F-PKS, Hidayat Nur Wahid. (Foto: Humas MPR)

BERITABUANA. CO, JAKARTA – Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid mengatakan, Dekrit Presiden yang dikeluarkan untuk memperpanjang masa jabatan presiden, sudah tidak relevan dilakukan di era sekarang.  Sebab, saat ini ketentuan masa jabatan presiden diatur dengan jelas dalam UUD NRI 1945.

HNW atau Hidayat Nur Wahid mengatakan hal itu sebagai kritik terhadap pihak-pihak yang mengusulkan dekrit untuk perpanjangan masa jabatan presiden dengan alasan darurat pandemi Covid-19. Ia bahkan menilai usulan tersebut sebagai upaya menjerumuskan Presiden Joko Widodo.

Kritik yang disampaikan HNW dilintar pada diskusi virtual yang diselenggarakan Masyarakat Hukum Tata Negara Muhammadiyah (Mahutama), dalam rangka memperingati Dekrit Presiden Soekarno  5 Juli 1959.

Menurutnya, dekrit merupakan tindakan inkonstitusional yang dilakukan karena negara dalam kondisi darurat, dan suatu hal yang seharusnya dihindari oleh setiap kepala negara.

Apalagi, ujarnya, Covid-19 adalah pandemi yang juga melanda sebagian besar negara di dunia, namun tidak ada satu negara pun yang memanfaatkan Covid-19 untuk kepentingan kekuasaan politik jangka pendek.

Menurut Hidayat, dalam praktik ketatanegaraan Indonesia setidaknya ada dua kali dekrit disampaikan oleh presiden. “Pertama, dilakukan oleh Presiden Soekarno pada 5 Juli 1959 dan Presiden Gus Dur pada 23 Juli 2001,” katanya.

Dekrit yang dilakukan oleh Presiden Soekarno, lanjutnya, untuk membubarkan dewan konstituante dan menyatakan kembali ke UUD NRI 1945 bisa dilaksanakan, walau sempat terjadi berbagai penolakan. Sedangkan dekrit atau maklumat yang diterbitkan oleh Presiden Gus Dur yang di antaranya membekukan DPR dan MPR tidak berhasil dijalankan. Bahkan mengakibatkan Gus Dur lengser dari jabatannya lebih awal.

“Kita tidak ingin, usulan dekrit kepada Presiden Joko Widodo, terulang seperti kejadian dekrit Bung Karno yang setelah dekrit malah memberangus kehidupan demokrasi dan membubarkan partai politik.  Kita juga tidak ingin mejadian seperti  Presiden Gus Dur, yang   dibisiki oleh oleh orang-orang di sekitarnya sehingga  berdampak negatif pada Gus Dur,” ujarnya.

Wacana dekrit untuk memperpanjang masa jabatan Presiden Jokowi, lanjut Hidayat,  juga malah akan memecah fokus dan dapat menghadirkan kegaduhan baru di tengah pandemi Covid-19 yang semakin mengkhawatirkan dan yang mestinya dihadapi bersama-sama secara kompak.

Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu mengungkapkan,  ketika Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit, Indonesia baru beberapa tahun merdeka dan republik ini masih relatif muda. Kini dengan pengalaman berdemokrasi dan menghidupi konstitusi secara matang, lanjutnya, bangsa Indonesia  sudah meyakini bahwa cara-cara inkonstitusional dengan dalih dekrit tidak bisa dilakukan di era seperti sekarang. Apalagi, lanjut Hidayat, dengan adanya ketentuan pada Pasal 6A, Pasal 7, Pasal 22E dan Pasal 37 UUD NRI Tahun 1945 yang sangat jelas dan tegas mengatur soal-soal itu.

Meski begitu, HNW sapaan akrab Hidayat, mengatakan bangsa ini juga perlu mengambil hikmah dan pelajaran dari dekrit yang disampaikan oleh Presiden Soekarno. Di dalam dekrit tersebut, Presiden Soekarno menghidupkan dan mengakui konstitusionalnya Piagam Jakarta. Bahkan Bung Karno menyebutkan dengan tegas meyakini bahwa Piagam Jakarta  22 Juni 1945 menjiwai UUD NRI 1945 dan merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan dari UUD 45.

Hal tersebut, ujarnya, menunjukkan bahwa ketentuan-ketentuan dalam 4 alinea pada Piagam Jakarta (yang pada 18 Agustus 1945 disebut sebagai Pembukaan UUD 45) adalah konstitusional, termasuk pembelaan terhadap kemerdekaan (Palestina) dan penolakan terhadap penjajahan (Israel) sebagaimana dinyatakan pada alinea empat dan pertama. (Rls)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *