Peluncuran Panduan Praktis: 10 Langkah Mengembangkan Desa Wisata Hijau

by
Peluncuran buku panduan jilid 2, Mengembangkan Desa Wisata Hijau. (Foto: Efp)

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Hari ini, Senin 14 Juni 2021 kemitraan multi pihak melalui Proyek ISED meluncurkan “Panduan Praktis: 10 Langkah Mengembangkan Desa Wisata Hijau”. Panduan ini disusun berdasarkan pengalaman pengembangan Desa Wisata Hijau Bilebante, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB).

Buku panduan jilid kedua ini, sumbangan pemikiran ISED keberlanjutan implementasi proyek yang jadi acuan membantu pemangku kepentingan (khususnya di tingkat desa) mewujudkan kemandirian desa melalui aktivitas pariwisata berkelanjutan.

Kualitas daya saing destinasi dan investasi pariwisata meningkat, menjadikan sektor pariwisata sebagai faktor kunci dalam kontributor dalam penerimaan devisa, penciptaan lapangan kerja, peningkatan kualitas SDM, dan kualitas layanan infrastruktur.

Pariwisata, sektor multidisiplin dan multisektor, sehingga pengembangannya membutuhkan dukungan dari pemangku kepentingan. Dalam pengembangan desa wisata, dukungan serta partisipasi dari pemerintah, swasta, masyarakat lokal, dunia pendidikan, lembaga non-pemerintah, termasuk media sangat dibutuhkan.

Panduan Praktis ini disusun dalam lingkup kerja sama bilateral pemerintah Indonesia dan Jerman sebagai kontribusi kedua belah pihak dalam menciptakan lapangan kerja yang lebih baik di sektor pariwisata.

“Pemerintah tidak dapat bergerak sendiri, tetapi membutuhkan dukungan dari seluruh pihak yang dapat terlibat khususnya dari sektor swasta, praktisi, hingga masyarakat desa sendiri sehingga pengembangan desa wisata hijau dapat terlaksana secara holistik,” kata Amalia Adininggar Widyasanti, Deputi Bidang Ekonomi, Kementerian PPN/Bappenas, kepada wartawan di sela peluncuran buku panduan.

Budi Tirtawisata selaku CEO Panorama Group mengatakan, kolaborasi dibangun merupakan kemitraan harus berjalan seimbang dan mengedepankan keuntungan bersama serta keberlanjutan, yang dimulai dari pengembangan sumber daya manusia masyarakat, mengedepankan potensi lokal desa, pemenuhan fasilitas hingga pengembangan regulasi pariwisata desa tersebut.

“Panduan ini memberikan panduan praktis dan mudah dipahami para pemangku kepentingan. Dan dapat menjadi acuan untuk membangun desa wisata hijau sejalan dengan kriteria penilaian Desa Wisata Berkelanjutan,” terangnya.

Ini, lanjut Budi, kelanjutan dari panduan Desa Wisata Hijau pertama disusun pada 2016, yang menitikberatkan pada koordinasi dan kerja bersama antar Kementerian dan antara pusat dengan daerah, serta penyamaan wawasan dan cara pandang pembangunan desa wisata hijau atas dasar peran masing-masing pemangku kepentingan.

“Penyusunan Panduan Praktis ini dilatarbelakangi kisah sukses pengembangan Desa Bilebante di Lombok yang kini menjadi contoh pengembangan Desa Wisata Hijau inklusif,” sebut dia.

Pengembangan Bilebante dimulai dari impian masyarakat desa pada 2015 yang ingin memperoleh pendapatan lebih baik.
Aspirasi masyarakat itu gayung bersambut dengan proyek ISED pada 2019 mengarahkan diversifikasi dari produk dan layanan pariwisata di Desa Bilante melalui pengembangan bisnis inklusif yang berbasis pada Unique Selling Point (USP) dalam bentuk jasa kebugaran.

Melalui pengembangan sumber daya manusia, Desa Bilebante dapat memperkuat positioning menciptakan keunikan produk berbasis potensi daerah dan permintaan pasar baru.

Di bawah implementasi proyek ISED inilah potensi alam dan budaya lokal dikembangkan menjadi peluang untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Mitra pendukung berkomitmen dari sektor publik, swasta, dan akademisi, antara lain Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, Kementerian/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Pemerintah Provinsi NTB, Martha Tilaar Group, PT. Panorama Sentrawisata Tbk, Hotel Santika Mataram, Yayasan Allianz Peduli, Sekolah Seniman Pangan/Javara, Generasi Dapur Baru Indonesia, dan Universitas Prasetiya Mulya.

Keberhasilan kolaborasi ini memperkuat model bisnis inklusif di Desa Bilebante, dan sekaligus memperkuat keyakinan dari berbagai lembaga terlibat untuk melanjutkan dan meningkatkan manfaat yang dapat diciptakan.

Dua lembaga bersedia menjadi champion dan driver dalam bidang bisnis inklusif, yaitu Kementerian Koperasi dan UKM sebagai leader kebijakan bisnis inklusif dan Universitas Prasetiya Mulya perwakilan akademisi.

Mitra lainya, Kementerian/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif melanjutkan program peningkatan kualitas sumber daya manusia, serta Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi yang memperkuat aparatur desa yang responsif terhadap kebutuhan pengembangan potensi desa dan peningkatan manfaat sosial ekonomi lebih tinggi bagi masyarakat desa. (Efp)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *