Indonesia Terima Lagi 8 Juta Vaksin Sinovac, Lestari: Atur Penggunaan dengan Baik Terukur

by
Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat. (Foto: Ist)

BERITABUANA. CO, JAKARTA – Tata kelola vaksinasi nasional harus diterapkan secara cermat dan terukur untuk mencegah terhambatnya vaksinasi Covid-19 di Tanah Air.

“Kita semua menyadari vaksin memiliki masa pakai yang terbatas. Di sisi lain masyarakat di Tanah Air belum sepenuhnya menerima program vaksinasi Covid-19, sehingga perlu pengaturan yang terukur dalam pengaplikasian vaksin secara nasional,” kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat dalam keterangan tertulisnya, Selasa (25/5/2021).

Indonesia memperoleh lagi vaksin Covid-19 tahap ke-13 sebanyak 8 juta dosis. Vaksin Sinovac dalam bentuk bahan baku (bulk) itu tiba di Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, Banten, Selasa (25/5/2021). Dengan penambahan itu,  total vaksin Covid-19 yang dimiliki Indonesia saat ini mencapai 83,9 juta dosis.

Menurut Lestari, jumlah tersebut belum sepenuhnya aman, mengingat target masyarakat yang  divaksinasi direncanakan 181,55 juta orang. Dengan memperhitungkan setiap orang membutuhkan dua dosis vaksin serta memperhatikan panduan Badan Kesehatan Dunia (WHO) untuk menyiapkan 15% vaksin cadangan, pemerintah memperkirakan total vaksin yang diperlukan sekitar 426 juta dosis.

Meski begitu, ujar Rerie, sapaan akrab Lestari, penambahan pasokan vaksin Covid-19 secara reguler dari berbagai produsen vaksin dengan prosedur pengawasan yang ketat oleh pemerintah merupakan langkah yang patut diapresiasi. Apalagi kebutuhan vaksin Covid-19 dunia yang sangat tinggi di setiap negara.

Menurutnya, yang tidak kalah penting dalam proses vaksinasi Covid-19 secara nasional adalah kesiapan masyarakat dan para pelaksana vaksinasi tersebut. Sebab, menurut anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, ketidaksiapan masyarakat dan para pelaksana vaksinasi Covid-19 berpotensi menghambat proses vaksinasi dan kegagalan pencapaian target.

Hasil survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) pada akhir Maret lalu mencatat, persentase warga DKI Jakarta yang menolak vaksinasi Covid-19 paling tinggi di Indonesia, yakni 33%. Disusul Jawa Timur 32%, dan Banten 31%. Sementara itu, persentase terendah penolakan untuk divaksin ditemukan di Jawa Tengah, yakni 20%.

Rerie menjelaskan, selain itu para pelaksana vaksinasi di lapangan juga melakukan penyimpangan yang berpotensi menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap program vaksinasi nasional yang digelar pemerintah.

Menurutnya, pengadaan vaksin harus sejalan dengan upaya untuk menyiapkan masyarakat dan petugas pelaksana vaksinasi agar program tersebut berjalan sesuai rencana. Untuk mewujudkan hal itu, ujar Rerie, langkah sosialisasi terkait vaksinasi harus masif dan peningkatan kepatuhan terhadap regulasi oleh pelaksana vaksinasi di lapangan juga harus  dilakukan secara konsisten.

Keraguan terhadap tingkat keamanan vaksin, menurut Rerie, masih menjadi alasan yang sering dilontarkan masyarakat saat  menolak vaksinasi Covid-19. Pemberitaan terkait dampak vaksinasi Covid-19, ujarnya, harus mendapatkan klarifikasi yang memadai sehingga masyarakat benar-benar paham bahwa vaksinasi aman.

Ia menegaskan, dengan seimbangnya antara kelancaran pasokan vaksin dan pemahaman serta kepatuhan masyarakat dan petugas pelaksana vaksinasi Covid-19, diharapkan pencapaian kekebalan kelompok bisa terbentuk sesuai rencana dan Covid-19 di tanah air bisa segera terkendali. (Kds)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *