Waka DPD RI: Pembangunan Ibukota Negara Baru, Tak Mesti Dilaksanakan Tahun Ini

by
Menteri PPN Suharso bersama Waka DPD RI Sultan Najamudin. (Foto: Humas DPD)

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Suharso Monoarfa menyatakan pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) baru akan mampu mendorong ekonomi Indonesia. Bahkan, jika program vaksinasi dapat berjalan dan mencapai herd immunity, maka pada 17 Agustus 2024 Presiden RI bisa melaksanakan upacara peringatan hari Kemerdekaan di ibu kota Baru.

“Tak hanya itu, jika semua berjalan baik dan sesuai dengan rancangan pada master plan, maka pembangunan Istana Presiden mulai bisa dilakukan tahun ini,” kataya Suharso dalam Raker bersama Komisi XI DPR RI di Jakarta, Rabu kemarin (17/3/2021).

Menanggapi keinginan pemerintah dalam rencana ini, Wakil Ketua DPD RI Sultan B Najamudin melalui keterangan tertulisnya, Kamis (18/03/2021), meminta pemerintah harus benar-benar mengkaji secara komprehensif atas rencana yang digulirkan tersebut.

“Kita tidak sedang baik-baik saja. Sebab bangsa ini masih menghadapi ujian dari pandemi global Covid-19 yang membuat seluruh sektor kehidupan di Indonesia memburuk. Maka penting untuk mengkaji ulang terhadap rencana pemerintah yang menginginkan pembangunan dimulai pada tahun ini,” ujarnya.

Dalam pernyataannya pria yang akrab dipanggil SBN ini menuturkan, bahwa sangat mendukung atas terobosan pemerintah untuk memindahkan Ibu kota negara. Baginya, persoalan ekologis dari kepadatan penduduk, ketimpangan sosial, dan kesenjangan ekonomi di DKI Jakarta adalah masalah utama.

“Hanya saja, tetap harus mempertimbangkan kondisi yang ada secara objektif, cermat dan holistik,” ujarnya seraya menyarankan agar porsi belanja sosial dalam APBN harus tetap menjadi prioritas utama untuk kepentingan menjaga pertumbuhan ekonomi.

Bahkan seharusnya, dalam situasi ekonomi yang lesu dan ditengah ketidakpastian ini, maka fokus anggaran harus tetap kepada penanganan Covid-19 sekaligus mengantisipasi pada dampak sosial dan ekonomi masyarakat.

“Maka wajib untuk mempertimbangkan penundaan terhadap pembangunan istana kepresidenan di Ibukota Negara yang baru. Melalui anggaran yang terbatas, pemerintah seharusnya bisa menggenjot konsumsi dalam negeri, salah satu caranya dengan memperbesar belanja sosial,” tambahnya.

Apalagi pandemi Covid-19 di Indonesia, telah berujung pada krisis sosial-ekonomi yang dampaknya dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat, terutama kelompok 40% masyarakat dengan tingkat kesejahteraan terendah, lanjut Sultan. Jadi untuk menangani krisis tersebut, pemerintah juga harus memastikan keuangan negara tetap menjamin program-program dalam jaring pengaman sosial-ekonomi agar tetap berjalan seperti selama ini.

“Uang dari penundaan membangun fasilitas ibu kota baru bisa digunakan untuk mempercepat pengurangan kemiskinan dengan meningkatkan produktivitas sektor pertanian serta industri dengan pusat pengembangannya berbasis diseluruh daerah. Jadi kurang tepat apabila rencana pembangunan di Ibu Kota Negara (baru) dilakukan pada tahun ini dengan dalih untuk mendorong pemerataan ekonomi,” jelas Sultan.

Adapun pembangunan dan pemindahan Ibu Kota menurut klaim pemerintah bahwa negara akan mendapatkan dampak positif pada berbagai faktor dan sektor-sektor pendorong ekonomi dengan kontribusi antara 1,8 persen sampai 2,2 persen terhadap perekonomian.

Mantan wakil gubernur Bengkulu tersebut juga membeberkan rujukan dari studi yang dilakukan Indef. Dari hasil studi yang dilangsungkan pada Agustus 2019 menggunakan sumber data Badan Pusat Statistik (BPS), tabel sistem Neraca Sosial Ekonomi 2008 yang diperbaharui, tabel input output interegional, Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), dan beberapa data pendukung lainnya.

Indef juga menemukan bahwa pemindahan ibu kota tak membawa dampak signifikan kepada indikator makro ekonomi yang menopang pertumbuhan, seperti konsumsi rumah tangga, investasi, belanja pemerintah, dan ekspor impor. Satu-satunya indikator ekonomi makro yang mendapatkan sentimen positif dari pemindahan ibu kota adalah belanja pemerintah. Tak heran, sebab pemindahan ibu kota menyedot dana Rp323 Triliun-Rp466 Triliun.

Indef memproyeksi pemindahan ibu kota akan menyumbang belanja pemerintah nasional sebesar 0,34 persen. Upaya pemindahan ibu kota juga berkontribusi pada kenaikan belanja pemerintah Kalimantan Timur sebesar 16,12 persen.

“Rencana pemindahan ibu kota harus mempertimbangkan keuangan negara, utang dan beban ekonomi rakyat pengaruh dari kondisi Covid-19. Meskipun untuk pertumbuhan PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) di Pulau Kalimantan secara umum berdampak positif, namun nilainya sangat kecil dan tidak signifikan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Kita harus melihat perkembangan beberapa waktu kedepan, jadi tidak perlu tergesa-gesa hingga sampai kondisi sudah mulai membaik,” tutupnya. (Rls)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *