Kasus Penembakan Anggota FPI, Dukung Pembentukan TPF Hingga Pansus DPR

by
Wakil Ketua MPR RI, Hidayat Nur Wahid. (Foto: Humas MPR)

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Wakil Ketua MPR RI, Hidayat Nur Wahid (HNW) berharap tim pencari fakta (TPF) Independen pada kasus dugaan pelanggaran HAM penembakan anggota Front Pembela Islam (FPI) oleh aparat kepolisian, segera terbentuk.

Tentunya, sambung dia, dengan melibat pemangku independen lainnya, seperti Ormas (Muhammadiyah dan ICMI), Parpol (PKS dan PPP) LSM (Amnesty International Indonesia, YLBHI, IPW dan lain-lain), dan sejumlah anggota DPR RI sudah mengutarakan hal yang serupa.

Menurut Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini, desakan sejumlah kalangan itu dapat dipahami karena penembakan 6 warga sipil, itu disebut sebagian pakar sebagai aksi extra judicial killing.

“Bila merujuk kepada Penjelasan Pasal 104 ayat (1) UU No 39 Tahun 1999 tentang HAM, extra judicial killing tersebut masuk kategori pelanggaran HAM berat,” kata HNW saat menanggapi peringatan Hari Hak Azasi Manusia (HAM), di Jakarta, dimuat Jumat (11/12/2020).

“TPF Independen harusnya segera dibentuk, agar segera kuatkan dan beri akses yang luas kepada Komnas HAM untuk mengusut tuntas dugaan pelanggaran HAM terhadap 6 laskar FPI yang menjadi perhatian masyarakat luas, bahkan masyarakat Internasional” papar dia.

Masih dikatakan HNW, pihaknya juga mendukung dibentuknya Panitia Khusus (Pansus) di DPR RI untuk pengusutan secara tuntas kasus pelanggaran HAM ini, dan melengkapi pengusutan oleh TPF Independen yg dipimpin oleh Komnas HAM.

“Sebagai lembaga perwakilan Rakyat, wajarnya rekan-rekan anggota di Komisi III DPR RI yang bermitra dengan Kepolisian untuk membentuk Pansus terkait hal ini di DPR,” ujar Anggota Komisi VIII yang membidangi urusan keagamaan di DPR RI ini.

Lebih lanjut, ia mengutarakan bahwa sejumlah pasal berkaitan dengan HAM telah hadir pasca reformasi melalui amandemen UUD 1945, dan itu bukan hanya sekadar untuk menjadi ‘macan kertas’, tetapi harusnya bisa ditegakkan.

Salah satunya adalah Pasal 28 I UUD NRI Tahun 1945 yang mencantumkan bahwa hak hidup adalah hak yang tidak boleh dikurangi dalam keadaan apa pun (non derogable rights).

“Penembakan terhadap 6 anggota FPI yang berujung kepada kematian itu merupakan bentuk terhadap pelanggaran HAM karena menghilangkan hak hidup yang tak dapat dikurangi tersebut,” sebut dia.

Anggota DPR dari Daerah Pemilihan DKI Jakarta II (termasuk luar negeri), ini berharap, Presiden Joko Widodo selaku kepala pemerintahan, dari Negara Anggota Dewan HAM PBB, agar betul-betul melaksanakan aturan-aturan soal HAM dan kesepakatan internasional terkait HAM.

Bahkan, HNW menyarankan, sebaiknya Presiden Jokowi dan Kapolri mau mengakui dan meminta maaf atas kesalahan aparat penegak hukum yang diduga melakukan pelanggaran HAM, karena telah menyebabkan hilangnya hak hidup 6 warga sipil anggota FPI itu.

Masih dikatakan dia, hal itu agar Presiden dan Kapolri dapat mengambil contoh dari sikap Perdana Menteri dan Kepala Kepolisian Selandia Baru yang berani meminta maaf atas kesalahan mereka terkait penembakan 90 an jemaah di 2 masjid. Dan kesalahan petugas kontraterorisme yang hanya fokus kepada ekstremisme kalangan muslim, sehingga mengakibatkan Bu nn Bu teror dan penembakan kalangan ekstremis supremasi kulit putih terhadap jemaah 2 Masjid di Chirstchurch Selandia Baru.

“Sikap kenegarawanan seperti itu yang seharusnya ditunjukkan oleh Pemerintah Indonesia, agar masyarakat Indonesia kembali mempercayai pimpinan negaranya, tidak lagi terpecah belah dan bisa bersatu padu menyelesaikan persoalan yang saat ini dihadapi oleh bangsa Indonesia seperti pandemi Covid 19, resesi ekonomi, dan agar bisa diajak bersama-sama menyelamatkan NKRI dari ancaman separatisme,” pungkasnya. (Jal)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *