BERITABUANA.CO, JAKARTA– Peneliti Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Nurul Amalia mengatakan bahwa ada beberapa tantangan yanga akan dihadapi jelang pelaksanaan Pilkada serentak 2020, pada 9 Desember nanti.
Ia menyebutkan, pelanggaran klasik, seperti pelibatan politik uang (money politic) dalam proses tahapan Pilkada, akan sangat tinggi terjadi.
“Sudah ada survei dari teman-teman indikator yang menyatakan bahwa jadi survei itu menunjukkan politik uang di Pilkada serentak 2020 ini cenderung lebih permisif (terbuka) politik uangnya,” kata Amalia dalam acara diskusi 4 Pilar bertajuk ‘Penerapan Protokol Kesehatan Covid-19 di Pilkada 2020 demi Selamatkan Demokrasi’, di Ruang Media Center, Senayan, Senin (23/11).
Menurut dia, sikap keterbukaan dalam hal untuk menerima politik uang di Pilkada serentak, lebih dikarenakan kondisi perekonomian masyarakat yang kian terus melemah.”Dari para pemilihnya, juga akan lebih permisif sehubungan dengan tingkat atau kondisi ekonomi masyarakat yang melemah,”ujarnya.
Tidak hanya itu, terkait netralitas aparatur sipil negara (ASN) juga masih akan terjadi. Bahkan, sambung dia, mengalami peningkatan yang cukup signifikan.
“Memang kalau kita lihat data yang dilaporkan oleh KASN bahwa ada datanya itu per 2 November itu ada 802 pelanggaran netralitas ASN, dan itu jumlah yang sangat banyak. Memang setiap Pilkada berlangsung sejak Pilkada 2015, 2017,2018, bahkan di Pemilu 2019 juga netralitas ASN itu selalu terjadi,”sebut dia.
Selain itu, lanjut Amalia, fenomena intimidasi juga harus menjadi perhatian, dan harus dapat dicegah oleh pihak penyelenggara dalam hal ini Bawaslu. Terutama, kata dia, di daerah-daerah yang hanya diikuti satu pasangan calon atau tunggal.
“Ada fenomena di Pilkada serentak 2020 ini ada 25 daerah bercalon tunggal, saya kemarin habis dari Raja Ampat, diundang oleh KPU di sana, di Raja Ampat itu calonnya cuma satu, dan di sana juga ada kampanye yang cukup masif dari kelompok masyarakat yang menolak calon tunggal,” paparnya.
“Hal ini juga perlu menjadi sorotan oleh Bawaslu, karena kasus di Pilkada Pati, pasangan calon tunggal di Pati 2017 itu ada intimidasi terhadap kelompok masyarakat yang mengkampanyekan kotak kosong itu. Intimidasinya bukan hanya berupa ancaman tetapi juga perusakan terhadap mobil ketua dari aliansi gerakan masyarakat itu,” pungkasnya. (Jal)