PS, Pemilik Toko Pstore Keberatan Tuntutan Jaksa

by
Terdakwa PS membacakan pledoi di sidang PN Jakarta Timur

BERITABUANAN.CO, JAKARTA -Terdakwa PS, perintis Pstore yang menjual aneka handphone mengaku keberatan dengan tuntutan denda Rp 5 miliar dari penuntut umum kepadanya. Selain denda itu akan berakibat fatal yakni akan menghentikan dan menutup operasional 15 toko miliknya, juga akan berdampak besar terhadap nasib 100 orang lebih karyawannya.

“Denda Rp 5 miliar ditengah pandemi dan kondisi ekonomi saat ini juga akan menghentikan suplay pembiayaan klinik dan apotik gratis yang kami dirikan. Serta dapat menghilangkan kesempatan belajar 100 orang lebih anak SD dan SMP dari program bantuan pintar yang kami selenggarakan,” sebut PS dalam pembelaanya kemarin.

Sebelumnya, penuntut umum menyatakan PS terbukti bersalah melakukan tindak pidana kepabeanan yakni melanggar Pasal 103 huruf d. Selanjutnya meminta majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur menjatuhkan hukuman denda Rp 5 miliar.

Tetapi kemudian PS membantah tuduhan – tuduhan penuntut umum tersebut sesuai fakta-fakta di persidangan. Menurut PS di antaranya tentang penggunaan pasal 103 terkait barang impor. “Faktanya saya tidak pernah keluar negeri dan melakukan impor,” terangnya.

Bahkan penuntut umum dinilainya tidak dapat membuktikan HP bekas sebanyak 191 unit yang menjadi barang bukti berasal dari luar negeri masuk ke Indonesia tanpa melalui prosedur impor yang sah. “Dakwaan barang berasal dari luar negeri masuk ke wilayah RI secara illegal tidak terbukti,” katanya.

Selain itu, PS menyebut penuntut umum tidak membuktikan nomor International Mobile Equipment Identity (IMEI) pada masing-masing HP bekas belum pernah terdaftar pada Perindag. “JPU sama sekali tidak memberi rincian nomor masing-masing IMEI dari barang bukti 191 HP bekas yang menurut dakwaan konon tidak pernah terdaftar,” katanya.

Kemudian kesimpulan penuntut umum tentang unsur patut diduga sebagaimana ketentuan pasal 103 tersebut dianggapnya hanyalah asumsi. “Disebut penuntut umum dalam surat tuntutannya bahwa HP bekas yang kami jual memiliki selisih harga lebih rendah antara Rp 50 ribu hingga Rp 100 ribu dari toko HP lain. Sehingga oleh penuntut umum dianggap memenuhi unsur patut diduga HP yang dijual terdakwa berasal dari tindak pidana Pasal 102, menurut hemat saya adalah asumsi yang terlalu gegabah,” ujarnya.

PS beralasan bahwa dalam bisnis HP bekas tidak pernah ada panduan harga standart yang menjadi pedoman di antara toko HP yang satu dengan yang lain. “Penuntut umum tidak pernah menghadirkan penjual HP bekas lain yang dapat menguji kebenaran asumsi dakwaan itu. Mungkin saja terjadi HP bekas yang kami jual harganya justru lebih mahal dari toko lainnya,” paparnya.

Diapun mengutarakan peristiwa yang sebenarnya terjadi sesuai fakta di persidangan. Di tanggal 10 November 2020, dia ditawari HP bekas merk Samsung, Sony, Iphone, HTC oleh Jimmy (DPO). Lalu dia setuju dan membelinya. Kemudian diantar ke tokonya di Condet menggunakan mobil Kijang Innova warna putih.

Selain itu, PS mengatakan telah membeli HP bekas dari Lucky Plaza di Batam dan dikirim ke Jakarta melalui ekspedisi dengan tarif Rp 70 ribu per HP. “Menurut saksi dari penyidik Bea Cukai, pembayaran PPN 10 persen dan PPh 7 persen dari semua HP bekas itu belum selesai yang dibuktikan dari IMEI yang belum terdaftar pada Kemenperindag dengan dugaan nilai pungutan impor belum disetor kepada negara sebesar Rp 26.322.919,” terangnya.

Namun demikian, PS berjanji akan memulihkan kerugian negara itu. “Saya merasa tidak patut dipersalahkan seolah-olah saya telah melakukan kejahatan penadahan apalagi pelaku impor illegal,” katanya lagi.

Di akhir pembelaannya, PS memohon kepada majelis hakim supaya menyatakan dakwaan penuntut umum tidak terbukti. “Atau melepaskan diri saya dari kewajiban menanggung pidana maupun denda sesuai ketentuan Pasal 103 UU Kepabeanan,” pungkasnya. (R. Sormin)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *