Dinkes Kota Kupang Gencar Lakukan Program PGBT dan PIS-PK

by

BERITABUANA.CO, KUPANG – Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Kupang gencar melaksanakan program Penanganan Gizi Buruk Terpadu (PGBT) dan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PIS-PK). Dengan adanya dua program ini, kasus balita gizi buruk dan stunting makin banyak ditemukan dan berhasil didata.

Melalui siaran pers Humas dan Protokol Kota Kupang bahwa hal ini diakui Kepala Dinkes Kota Kupang, drg. Retnowati, Rabu (23/9/2020).

Retnowati menyebutkan, dari data yang dientri ke dalam aplikasi Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (e-PPGBM), kasus balita gizi buruk memang mengalami peningkatan dalam tiga tahun terakhir. Tahun 2018 sebanyak 218 kasus (1,47 Persen), tahun 2019 ada 353 kasus (2,3 Persen) dan 796 kasus (5,0 Persen) di tahun 2020.

Sedangkan stunting, kasusnya juga mengalami peningkatan. Tahun 2018 sebanyak 3.426 kasus (23,4 Persen), tahun 2019 ada 3.892 kasus (29,9 Persen) dan 5.151 kasus (32,2 Persen) di tahun 2020.

Menurut Retnowati, peningkatan angka kasus balita gizi buruk dan stunting bukan berarti Pemerintah Kota Kupang dalam hal ini Dinas Kesehatan tidak maksimal dalam melakukan upaya pencegahan dan pengendalian. Sebaliknya, lewat program PGBT yang gencar dilaksanakan dengan melibatkan masyarakat dan lintas sektor, kasus balita gizi buruk dan stunting makin banyak ditemukan untuk selanjutnya didata dan ditangani.

“Tahun kemarin dibantu Unicef dan lembaga agama, kita sosialisasi PGBT di enam kecamatan dengan melibatkan stakeholder terkait. Dengan pemahaman yang semakin baik, banyak keluarga yang kemudian proaktif, untuk melaporkan soal tumbuh kembang anak-anaknya. Jadi temuan kasusnya menjadi lebih banyak,” jelas mantan Kadis Sosial Kota Kupang itu.

Kasus balita gizi buruk dan stunting, lanjut Retnowati, juga makin banyak ditemukan saat petugas kesehatan di semua puskesmas gencar melaksanakan PIS-PK untuk melihat persoalan setiap keluarga dari dekat. Lewat program ini, petugas kesehatan melakukan pendataan terhadap balita dari rumah ke rumah sehingga ditemukan sejumlah kasus balita gizi buruk dan stunting yang belum terdata.

“Sebelum dilakukan PIS-PK, ada keluarga-keluarga yang memang tidak aktif melaporkan soal tumbuh kembang anak-anaknya. Padahal ada yang gizi buruk dan stunting. Nah dengan PIS-PK, setiap puskesmas sudah punya data sasaran per kelurahan by name by adress (BNBA),” terang Retnowati.

Untuk pencegahan dan penanganan masalah gizi buruk dan stunting, Retnowati mengaku pihaknya sudah melakukan berbagai intervensi. Antara lain, pemberian tablet tambah darah pada remaja putri sebagai calon-calon ibu dan ibu hamil untuk mencegah anemia. Pemberian PMT bagi ibu hamil Kekurangan Energi Kronis (KEK).

Kemudian, peningkatan kapasitas petugas dengan pelatihan Pemberian Makan Bayi dan Anak (PMBA) yang dilanjutkan dengan pelatihan kader PMBA sebagai pendamping ibu hamil dan balita di masyarakat. Mendorong pemberian ASI eksklusif hingga 23 bulan. Pelaksanaan kegiatan PMBA yang dilaksanakan dengan konseling maupun praktek kepada orangtua atau pengasuh.

Tatalaksana balita gizi buruk rawat jalan dengan pedoman PGBT dimana balita gizi buruk tanpa komplikasi dirawat dengan obat gizi atau Ready to Use Terapheutic Food (RUTF).

Pendistribusian vitamin A dan mineral mix. Penyediaan obat cacing dan imunisasi lengkap serta pencegahan dan pengobatan diare.

Retnowati menambahkan, intervensi program perbaikan gizi terhadap balita gizi buruk dilakukan selama 90 hari. Namun setelah diterapi dan dikembalikan ke keluarganya, ada anak yang kembali ke status gizi buruk karena ini sangat tergantung pada ketahanan pangan setiap keluarga, asupan gizi dan beragam pola makan.

“Penanganan masalah gizi buruk dan stunting itu multisektor. Tidak bisa hanya dari sektor kesehatan. Untuk penanganan gizi buruk menjadi tidak gizi buruk, itu tugas dinas kesehatan. Sedangkan setelah dikembalikan ke keluarga, tanggungjawabnya sudah multisektor,” ungkapnya. (rls/iir)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *