BERITABUANA.CO, JAKARTA – Tindakan salah satu orangtua murid Kelas V Sekolah Dasar (SD) Penabur Intercultural School (PIS) di Kelapa Gading, Jakarta Utara, yang kebetulan sebagai seorang jaksa di Kejaksaan Agung, inisial DWLS, dinilai berlebihan hingga menimbulkan kisruh berkepanjangan permasalahan putrinya dengan bocah lelaki sekelasnya..
Pasalnya, pihak sekolah PIS sudah menyatakan selesai permasalahan putri oknum jaksa tersebut dengan murid lelaki sekelasnya itu dengan memberikan teguran lisan, namun DWLS masih saja melaporkan murid yang bermasalah dengan putrinya tersebut ke Polres Jakarta Utara.
Penasihat hukum orangtua murid lelaki yang bermasalah dengan putri oknum jaksa tersebut, Sahala Siahaan SH MH dan Yohanes Ben Hanani Siregar SH MH melontarkan hal itu kepada wartawan di Jakarta Utara, Rabu (10/12/2025).
Tidak hanya itu perbuatan DWLS yang sangat disayangkan. DWLS dipergoki pula memasang karangan bunga di sisi gedung sekolah PIS. Tulisan di karangan bunga itu dramatis, tendensius dan provokatif. Sampai-sampai Presiden Prabowo Subianto diminta agar menaruh perhatian atas kasus yang disebutnya sebagai perundungan terhadap putrinya di ruangan kelas V PIS.
DWLS juga diduga memprovokasi beberapa orangtua murid lainnya sehingga membuat petisi menolak kehadiran murid lelaki kelas V itu di PIS. Oknum jaksa itu mendesak PIS untuk membuat rekomendasi pengeluaran murid lelaki itu dari PIS. Tentu saja Dinas dan Sudin Pendidikan Jakarta Utara tidak menyetujui rekomendasi tersebut. Salah satu alasannya, karena rekomendasi tidak didukung fakta-fakta dan bukti perbuatan murid lelaki itu sebagai suatu perundungan.
Sahala mengakui ada perbuatan murid lelaki terhadap putri oknum jaksa. Tetapi dalam peristiwa itu tidak ada luka atau pertanda gadis kecil itu mengalami kekerasan di fisik. Atas fakta itu PIS hanya mengeluarkan teguran lisan kepada murid lelaki.
Ada lagi kejadian lain yang juga sangat sepele. Tidak ada luka atau bukti kekerasan fisik sehingga tiada pula visum, maka dapat diselesaikan baik-baik hingga orangtua kedua anak berbaik-baikan.
DWLS diduga mengompori lagi orang-orangtua murid hingga muncul petisi guna dikeluarkan murid yang sesungguhnya tidak tahu apa-apa itu dari PIS. Namun rekomendasi tak disetujui Dinas/Sudin Pendidikan.
Suasana di sekolah PIS semakin tak kondusif, terutama bagi seorang murid yang sebelumnya bermasalah dengan putri oknum jaksa.
Berseliweran pula di media sosial (medsos) yang menyudutkan atau menghakimi murid lelaki itu dan orangtuanya bahkan oppungnya. Di medsos seolah pelaku perundungan kelas kakap anak lelaki murid kelas lima yang aktif bermain itu.
“Dalam hal ini kami mengimbau orangtua murid janganlah dicampurbaurkan gengsi, arogansi dan kesombongan untuk urusan anak-anak kecil. Biarkan mereka asyik bermain. Jangan pula membuat statement berdasarkan medsos,” harap Sahala.
Sekolah PIS juga diingatkan, agar jangan terprovokasi atas sikap-sikap segelintir orangtua murid. Biarkan anak-anak bermain dalam dunianya yang unik. Jangan diikuti kemauan orangtua yang memaksakan ada perundungan padahal anak-anak sudah ketawa-ketiwi sementara pada saat bersamaan orangtuanya gontok-gontokan.
“PIS selayaknya menyikapi masalah anak-anak ini dengan hati-hati sekaligus berkepala dingin dan suasana teduh. Biarkan berlalu ketidaknyamanan anak-anak kemudian berubah menjadi keasyikan bermain berlari-larian. Tolong diperhatikan suasana kebatinan anak dengan tidak sampai membiarkan permasalahan yang tak layak sampai ke pengadilan,” ujar Sahala mengingatkan.
Terkait masalah ini Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Gerakan Cinta Indonesia (GRACIA) pun sebelumnya sudah mempertanyakan isi karangan bunga yang dipajang di depan gedung sekolah PIS di Kelapa Gading, Jakarta Utara, yang diduga dipasang oknum jaksa DWLS. LSM GRACIA mengultimatum oknum jaksa tersebut bahwa mereka tidak akan tinggal diam apabila oknum itu terus melanjutkan perbuatannya menuding LSM GRACIA sebagai LSM preman.
Dalam karangan bunga yang dinilai menyudutkan dan mengkambinghitamkan pihak-pihak tertentu, termasuk LSM GRACIA salah satunya berbunyi; “Kami tidak terima oknum polisi, oknum tentara serta LSM & preman di sekolah kami. Ingat ini sekolah”. Lainnya; “Cabut izin LBH & LSM OTS Bully! Ini negara hukum! Jangan memainkan hukum untuk menindas guru-guru kami & merusak reputasi Kepsek & PIS”. Oisa





