Pendanaan UMKM Beralih ke Fintech, Asep Dahlan: Bank Harus Segera Berbenah

by
Asep Dahlan, Konsultan Keuangan dari dahlanconsuktan.com. (Foto: Istimewa)

BERITABUANA.CO, JAKARTA — Sebuah perubahan tengah berlangsung di lanskap keuangan Indonesia, dimana sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), semakin banyak beralih dari bank konvensional ke platform teknologi keuangan, atau “Pindar” — istilah baru untuk apa yang sebelumnya dikenal sebagai pinjaman online atau pinjol.

Dalam sebuah wawancara pada Rabu (23/4/2025), konsultan keuangan sekaligus pendiri Dahlan Consultant, Asep Dahlan, menyebut tren ini sebagai “alarm” bagi bank-bank konvensional untuk segera mereformasi praktik pemberian kredit mereka.

“Fintech mengisi celah yang ditinggalkan bank, yaitu dalam hal aksesibilitas dan kecepatan. Jika bank tidak segera mereformasi sistem kredit UMKM, mak akan terus kehilangan pangsa pasar,” kata Asep Dahlan.

Dikenal luas sebagai “Kang Dahlan,” konsultan tersebut menekankan bahwa meskipun kebangkitan fintech mendorong reformasi positif, hal ini juga membawa risiko potensial. Pengawasan ketat diperlukan untuk mencegah lonjakan gagal bayar yang dapat mengancam kesehatan sektor ini.

“Kita sedang menyaksikan perubahan besar dalam lanskap pembiayaan untuk UMKM. Pada awal tahun 2025, saat kredit perbankan melambat, pembiayaan fintech menjadi lebih agresif dalam mengisi kekosongan tersebut,” ujarnya.

Dahlan percaya perubahan ini mencerminkan dua isu utama: meningkatnya permintaan UMKM terhadap pendanaan yang cepat, fleksibel, dan minim birokrasi, serta tantangan struktural yang dihadapi bank dalam menyalurkan kredit ke sektor bisnis informal di Indonesia.

“Fintech mungkin lebih responsif, namun tetap harus diawasi agar tidak mendorong UMKM terjebak dalam utang jangka pendek berbunga tinggi. Di saat yang sama, ini adalah sinyal bagi bank untuk menyesuaikan model bisnis mereka agar lebih melayani kebutuhan nyata para pengusaha kecil,” katanya lagi.

Pergeseran tersebut bukan hanya soal persaingan antar lembaga keuangan, tetapi tentang membangun ekosistem pembiayaan yang berkelanjutan dan inklusif untuk UMKM, yang merupakan mesin penggerak ekonomi nasional, demikian Asep Dahlan.

Sebelumnya Agusman, Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Keuangan Non-Bank di Otoritas Jasa Keuangan (OJK), memaparkan bahwa per Februari 2025, outstanding pinjaman fintech tercatat sebesar Rp80,07 triliun, dengan Rp29,25 triliun—atau 36,53%—disalurkan ke sektor produktif termasuk UMKM. Angka ini meningkat dari 35,64% pada Januari.

“Ini mencerminkan penyesuaian kebijakan ekonomi yang diterapkan sejak awal 2025, yang bertujuan mengoptimalkan pembiayaan fintech untuk sektor produktif seperti UMKM,” ujar Agusman.

OJK mengaitkan peningkatan pembiayaan fintech ini dengan peluncuran peta jalan pengembangan platform pendanaan digital bersama untuk periode 2023–2028.

Sementara itu, pertumbuhan kredit UMKM melalui sektor perbankan justru melambat. Pada Februari, pinjaman bank kepada UMKM hanya tumbuh 2,1% secara tahunan menjadi Rp1.393,4 triliun—turun dari 2,5% pada Januari dan 3% pada Desember 2024.

Kontraksi paling terlihat pada kredit usaha mikro, yang menyusut 0,9% secara tahunan. Kredit untuk usaha menengah hanya tumbuh 0,5%, melambat dibanding bulan-bulan sebelumnya. Hanya kredit usaha kecil yang menunjukkan percepatan, meningkat 7,9% secara tahunan. (Ery)