Soal Parcok di Pilkada 2024, Ketua Komisi III DPR Sebut Hoax! 

by
Ketua Komisi IIi DPR RI Habiburrahman memberi keterangan kepada wartawan, Jumat (15/11/2024) , di gedung DPR RI kompleks parlemen Senayan Jakarta, terkait fit and proper test capim dan calon Dewas KPK periode 2024-2029. (Foto: Ist)

BERITABUANA.CO,JAKARTA – Pelaksanaan pemilihan kepala daerah    (pilkada) yang diadakan serentak di sejumlah wilayah di Indonesia pada Rabu (27/11/2024) lalu menyisakan pertanyaan. Salah satunya soal dugaan keterlibatan oknum aparat kepolisian.

Akhir-akhir ini muncul istilah partai cokelat atau Parcok untuk menyebut oknum aparat kepolisian. Ketua Komisi III DPR RI yang juga Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Habiburrahman membantah.

Dia menegaskan, bahwa keterlibatan partai cokelat (Parcok) atau oknum aparat kepolisian dipastikan tidak benar.
“Justru sebaliknya apa yang disampaikan oleh segelintir orang terkait Parcok dan sebagainnya itu kami kategorikan sebagai hoax,” tegasnya kepada wartawan di Ruang Rapat Komisi III DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (29/11/2024).

Habiburrahman mengungkit ada anggota DPR yang menyebut Parcok terlibat dalam pemenangan paslon tertentu di Pilkada Serentak 2024 telah dilaporkan ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) dan segera dimintai keterangan.

Memang dia enggan mengungkap siapa anggota dewan yang dilaporkan atas tuduhan hoax terkait Parcok tersebut.
“Ada juga Anggota DPR yang menyampaikan hal tersebut (Parcok), bahkan orang tersebut sudah dilaporkan ke MKD, karena kami juga anggota MKD ya. Kami ingin meminta keterangan beliau apa yang menjadi bukti apa yang menjadi dasar juga disampaikannya tuduhan tersebut,” tegasnya.

Menurut Habiburokhman, pernyataan anggota DPR terkait Parcok itu sangat tidak berdasar. Sebab, tidak mungkin seorang Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengerahkan pasukannya untuk membantu pemenangan kubu tertentu di Pilkada Serentak 2024.

“Namanya Pilkada ini kan tidak hanya antar dua kubu ya, karena hampir nggak mungkin Kapolri menggunakan institusinya untuk kubu tertentu. Karena Pilkada itu bisa terjadi mix antar kubu partai-partai politik. Di Provinsi A misalnya, partai A berkoalisi dengan partai B, di Provinsi lainnya berseberangan. Jadi, secara logika nggak logis ya,” jelasnya.

Atas dasar itu, Habiburokhman meminta para anggota dewan untuk tidak asal bicara tanpa bukti kuat. Sebab menurutnya, informasi tanpa bukti bersifat tuduhan.

“Saya dengar orang tersebut sudah dilaporkan di MKD, terus kemudian tentu akan dipanggil, dimintai keterangan, dan diminta untuk membuktikan, kalau tidak bisa membuktikan, tentu ada konsekuensinya,” pungkasnya. (Asim)