BERITABUANA.CO, JAKARTA – Pupus sudah keinginan semua pihak agar pengesahan Rancangan Undang-Undang Pelindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) bisa dituntaskan oleh keanggotaan DPR RI periode 2019-2024 saat ini. Pasalnya, keanggotaan DPR RI saat ini hanya menyisakan waktu tinggal sebulan lagi.
Sesuai agenda KPU untuk tahapan pemilu legislatif, pelantikan keanggotaan DPR baru periode 2024-2029 akan dilaksanakan bulan depan tepatnya 1 Oktober 2024.
Oleh karena itu, Anggota Komisi VIII DPR Maman Imanul Haq mengingatkan agar pembahasan RUU PPRT oleh DPR periode berikutnya harus menggunakan sistem carry over.
“Bila tidak mampu diselesaikan pada periode ini. Saya berharap Rancangan Undang-Undang ini menjadi RUU carry over yang pembahasannya bisa dilanjutkan pada periode DPR yang akan datang,” tegas Maman Imanul Haq dalam diskusi diskusi Forum Legislasi yang diselenggarakan Koordinatoriat Wartawan Parlemen (KWP) bekerja sama dengan Biro Pemberitaan DPR RI di Ruang PPIP Gedung Nusantara I Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (3/9/2024).
Diskusi mengangkat tema “UU PPRT Jadi Landasan Perlindungan Pekerja Rumah Tangga” ini juga menghadirkan pembicara Ketua Komisi Nasional (Komnas) Perempuan, Andi Yentriyani.
Untuk diketahui, RUU carry over adalah Rancangan Undang-Undang (RUU) yang pembahasannya dilanjutkan oleh ke periode keanggotaan berikutnya. Sistem carry over bertujuan agar pembahasan RUU tidak dimulai dari awal atau dari nol lagi, tetapi bisa meneruskan draft dari keanggotaan periode sebelumnya.
Pembahasan RUU PPRT sendiri tak kunjung diselesaikan meski sudah berproses selama 20 tahun. Pada tahun lalu tepatnya tanggal 25 April 2023, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mengirim surat presiden (supres) dan daftar invesntarisasi masalah (DIM). Bahkan aksi Aliansi Mogok Makan mogok yang dilakukan sejumlah LSM, aktifis dan pernah dilakukan di depan Gedung DPR RI sebagai bentuk tuntutan agar DPR RI menuntaskan pengesahan RUU PPRT ini.
“Saya rasa DPR perlu mengambil langkah yang kita anggap perlu untuk mengetuk pengesahan RUU ini menjadi undang-undang sebagai masterpiece dan warisan berharga bagi masyarakat,” ucap politisi dari Partai kebangkitan Bangsa (PKB) ini.
Oleh karena itu, ia mengingatkan agar pengesahan RUU PPRT harus terus diperjuangkan karena di dalamnya banyak memberikan perlindungan, termasuk perlindungan bagi para pekerja rumah tangga.
“Kita tahu saat ini pekerja rumah tangga bekerja tanpa kontrak kerja yang jelas dalam rangka mendapatkan upah. Belum lagi tidak sedikit dari mereka mendapatkan kekerasan fisik dan psikis dari majikan,” sebutnya.
Di forum sama, Ketua Komisi Nasional (Komnas) Perempuan, Andi Yentriyani mengungkapkan salah satu hal yang sulit dicapai kesepakatan antara DPR dan pemerintah sebagai pihak yang memiliki kewenangan membahas dan mengesahan RUU PPRT ini adalah terkait upah minimum regional (UMR).
“Jadi menetapkan dengan UMR itu tampaknya sulit sekali. Itu menjadi bantu sandung yang pernah didiskusikan jauh-jauh hari,” ujarnya.
Yenti, sapaan akrab Andy Yentriyani melanjutkan, sebenarnya RUU PPRT tidak melulu menguntungkan pekerja rumah tangga, tetapi banyak juga klausul dalam RUU PPRT yang menguntungkan pemberi kerja atau majikan.
“Jadi RUU ini juga memberikan kesempatan bagi para majikan untuk mendapatkan perlindungan haknya,” tegas Yenti. (Kds)