Bawaslu Petakan TPS Rawan di Pemilu 2024

by
Gedung Bawaslu RI. (Foto: Ist)

BERITABUANA.CO, JAKARTA- Bawaslu melakukan pemetaan terhadap tempat pemungutan suara (TPS) rawan pada Pemilu 2024. Hal tersebut sebagai langkah antisipasi gangguan atau hambatan di TPS pada hari pemungutan dan penghitungan suara.

“Hasilnya, terdapat tujuh indikator TPS rawan yang paling banyak terjadi, empat belas indikator yang banyak terjadi, dan satu indikator yang tidak banyak terjadi namun tetap perlu diantisipasi,” kata Ketua Bawaslu Rahmat Bagja dalam konferensi pers di Kantor Bawaslu, Minggu, (11/2/2024) sebagaimana dikutip dari Bawaslu.go.id.

Sementara itu, Anggota Bawaslu, Totok Hariyono menuturkan, pemetaan TPS rawan ini menjadi bahan bagi Bawaslu, KPU, peserta pemilu, pemerintah, aparat penegak hukum, pemantau, media, dan seluruh masyarakat untuk memitigasi agar pemungutan suara lancar tanpa gangguan yang menghambat pemilu yang demokratis.

“Bawaslu melakukan strategi pencegahan, di antaranya melakukan patroli pengawasan di wilayah TPS rawan, koordinasi dan konsolidasi kepada pemangku kepentingan terkait, sosialisasi dan pendidikan politik kepada masyarakat,” katanya.

Lakukan Kolaborasi

Selain itu, kata Totok, Bawaslu juga akan melakukan kolaborasi dengan pemantau pemilu dan pengawas partisipatif, dan menyediakan posko pengaduan masyarakat di setiap level yang bisa diakses masyarakat.

“Bawaslu juga melakukan pengawasan langsung untuk memastikan ketersediaan logistik pemilu di TPS, pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara sesuai ketentuan, akurasi data pemilih dan penggunaan hak pilih,” tuturnya.

Perlu diketahui, pemetaan kerawanan tersebut dilakukan terhadap 7 variabel dan 22 indikator, diambil dari sedikitnya 36.136 kelurahan/desa di 33 provinsi (kecuali Daerah Otonomi Baru Papua dan Maluku Utara) yang melaporkan kerawanan TPS di wilayahnya. Pengambilan data TPS rawan dilakukan selama 6 hari pada 3-8 Februari 2024.

Sedangkan untuk variabel dan indikator TPS rawan adalah sebagai berikut. Pertama, penggunaan hak pilih (DPT yang tidak memenuhi syarat, DPTb, DPK, dan KPPS di luar domisili). Kedua, keamanan (riwayat kekerasan dan/atau intimidasi). Ketiga, kampanye (politik uang dan/atau ujaran kebencian di sekitar TPS).

Keempat, netralitas (penyelenggara, ASN, TNI/Polri, Kepala Desa dan/atau Perangkat Desa). Kelima, logistik (riwayat kerusakan, kekurangan/kelebihan, tertukar, dan/atau keterlambatan). Keenam, lokasi TPS (sulit dijangkau, rawan bencana, dekat dengan Lembaga pendidikan/pabrik/perusahaan, dekat dengan posko/ rumah tim kampanye peserta pemilu, dan/atau lokasi khusus). Ketujuh, jaringan listrik dan internet. (FDL87)