Catahu 2023, LBH APIK Tangani 73 Kasus

by
Direktris LBH APIK, Ansy Rihi Dara saat memberikan keterangan pers. (Foto: iir)

BERITABUANA.CO, KUPANG – Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK) NTT pada 2023 lalu menangani 73 Kasus, alami penurunan dibandingkan tahun 2022.

“Tahun 2022 kasus yang kita tangani mencapai 118 Kasus,” tegas Direktris LBH APIK NTT, Ansy Rihi Dara dalam keterangan pers nya terkait Catatan Akhir Tahun (Catahu) 2023, di Kantor LBH APIK NTT, Senin (22/1/2024).

Diakui Ansy Rihi Dara, pada Kasus Kekerasan Seksual (KS,) korban masih didominasi oleh anak, di mana dari total  19 kasus KS, 16 Kasus atau 86 Persen korbannya adalah anak-anak.

“Polda NTT dalam penerapan pasalnya, masih belum sepenuhnya menggunakan UU TPKS. Hanya satu kasus yang menggunakan UU TPKS, yakni kasus pelecehan seksual,” ujar Ansy Rihi Dara.

Tidak digunakannya UU TPKS pada kasus KS, jelas Ansy Rihi Dara, karena kepolisian masih menunggu petunjuk lebih lanjut, sehingga belum dapat berjalan dengan maksimal.

“Selain penggunaan pasal dalam UU TPKS, hukum acara yang diatur belum sepenuhnya dipergunakan oleh APH, pada kasus-kasus KS yang deliknya diatur pada UU yang lain,” jelas dia

Menurutnya, jika merujuk pada pasal 2 ayat (2) UU TPKS yang mengadopsi konsep listing dan menjangkau UU lain yang memuat KS (blanco strafbepaling), maka UU TPKS ini berlaku secara lex specialis systematis. Artinya secara sistematis semua kasus KS, mekanisme acaranya akan merujuk pada hukum acara dalam UU TPKS.

“Jadi, apakah UU TPKS masih dibutuhkan? Pasti. Problemanya bukan pada UU TPKS ini, tetapi kemauan baik dan kapasitas APH dalam menggunakan UU TPKS ini. Semoga kita terhindar dari berbagai bahaya KS,” tegas dia.

Lebih lanjut dikatakan, dalam upaya meningkatkan efektivitas layanan LBH APIK  NTT di wilayah dampingannya, perlu dilakukan penguatan peran paralegal, sebagai perpanjangan LBH APIK NTT.

“Hal ini dapat dicapai dengan memperkuat system pelaporan, yang melibatkan peran aktif para paralegal. Diperlukan peningkatan kapasitas paralegal, dalam menghimpun informasi dan memberikan pendampingan hukum kepada masyarakat,” kata dia.

Selain itu, tambah Ansy Rihi Dara, perlu diupayakan kebijakan yang bersifat pro gender dan pro minoritas, melalui kajian-kajian mendalam.

“Para paralegal dapat berperan aktif dalam melakukan analisis dan riset, terkait isu-isu hukum yang berkaitan dengan gender dan minoritas,” papar Ansy Rihi Dara.

Dikatakan Ansy Rihi Dara, rekomendasi kebijakan yang dihasilkan dari kajian-kajian ini dapat menjadi landasan untuk advokasi perubahan kebijakan yang lebih inklusif.

“Dengan memperkuat peran paralegal, LBH APIK NTT dapat lebih efektif menjangkau dan memberikan bantuan hukum, kepada kelompok-kelompok yang Tentang,” kata dia.

Hal ini, aku Ansy Rihi Dara, sejalan dengan tujuan untuk menciptakan sistem hukum yang lebih adil dan mendukung hak-hak semua individu, terutama yang berasal dari kelompok rentan, dan minoritas. (iir)