Against Authority, Over Authority, Below Authority dan Abuse of Authority

by
Irjen Pol. Dr. Andry Wibowo., SIK.,MH., MSi. (Foto: Dokumentasi pribadi)

DUNIA sejatinya digerakan bukan saja oleh gagasan tetapi juga dengan kekuasaan dan kewen szangan (otoritas). Hal yang dapat dibuktikan dengan banyaknya gagasan yang muncul namun tidak mampu terlaksana karena ketiadaan kekuasaan dan kewenangan.

Dalam konteks keagamaan sekalipun, gagasan besar yang berasal dari Wahyu Ilahi ternyata membutuhkan sosok yang mampu mempraktekkan dan mendapatkan mandat untuk itu.

Dalam konteks lainnya di kehidupan nyata sejak jaman masyarakat purba, tradisional sampai dengan masa modern pola yang demikian ini terus ada, tumbuh dan berkembang.

Realitas demikian tergambar dalam ruang kehidupan yang kompleks. Berasal dari hal yang sangat praktis sampai dengan pergulatan filosofis yaitu pengetahuan.

Teori kekuasaan misalnya, menjelaskan hal tersebut melalui pendekatan separation of power atau distribution of power. Mengenalkan pada kita semua tentang aneka macam otoritas yang menjadi mesin pengaturan kehidupan. Yang mengelola beragam isu dan persoalan yang hadir dalam interaksi yang kompleks dari beragam dinamika kehidupan.

Dalam perjalanannya persoalan otoritas kerap melahirkan problem sehingga muncul beragam istilah konseptual dari persoalan itu. Melawan atau bertentangan dengan otoritasnya (against authority) menjadi konsep yang menjelaskan tentang adanya tindakan yang dilakukan oleh pemilik otoritas yang bertentangan dengan mandat yang diberikan.

Misalnya, otoritas yang tidak memiliki hak politik, sosial maupun hukum melakukan sesuatu yang bukan menjadi otoritasnya. Menabrak sistem distribution and separation of power.

Melakukan pekerjaan yang bukan menjadi bidang otoritasnya dengan berbagai dalil yang menjadi alasan pembenarnya.

Akibatnya, terjadi kekacauan kompetensi, responsibilitas maupun akuntabilitas, yang secara filosofis menabrak gagasan besar tentang separation and distribution of power.

Hal yang sejatinya menjadi acuan dasar untuk memahami pembagian otoritas dalam ranah kekuasaan.

Selain fenomena against authority, ada juga over authority alias otoritas yang “kelebihan muatan” dari fungsi otoritas utamanya. Hal ini hampir sama dengan against authority.

Namun dalam kasus over authority, otoritas tersebut memiliki mandat yang diatur oleh aturan yang jelas. Sehingga dalam prakteknya otoritas tersebut mengerjakan pekerjaan yang memang berkaitan dengan tugas pokoknya dan banyak tugas lain yang bukan menjadi tugas pokoknya.

Over authority memiliki konsekuensi atas kualitas profesionalisme yang dikerjakan. Kekhawatiran yang sangat beralasan karena mengerjakan pekerjaan lain yang bukan menjadi otoritasnya tanpa kapabilitas dan kompetensi yang disyaratkan.

Dalam banyak kasus, over authority sangat berdampak pada resiko proses, output dan outcome program yang inefisien dan tidak efektif.

Selanjutnya ada juga institusi yang mengalami kondisi below authority, artinya prestasi institusi tersebut masih dibawah standar dasar dari mandat yang diberikan.

Beberapa faktor menjadi faktor yang mempengaruhinya diantaranya: lemahnya faktor kepemimpinan khususnya di level puncak dan menengah; inkompetensi sumber daya manusia akibat sistem pembinaan sumber daya manusia yang buruk; maraknya nepotisme, kolusi dan korupsi.

Pada akhirnya setiap organisasi akan menghadapi patologi organisasi diantaranya adalah abuse of authority (baca: penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang yang dimandatkan).

Abuse of authority selain merusak sistem nilai dalam organisasi juga akan memberikan implikasi buruk pada pelayanan publik dan performa negara.

Model abuse of authority dalam sejarah kepemimpinan erat kaitannya dengan prilaku yang sewenang-wenang, transaksional, serta koruptif.

Kekuasaan politik, formal maupun informal merupakan suatu keniscayaan dalam peradaban sosial dan politik yang memerlukan pengorganisasian, kepemimpinan dan tata kelola.

Dengan demikian against authority, over authority, below authority dan abuse of authority harus dapat diidentifikasi dan dimitigasi secara baik. Pengendalian yang diharapkan dapat melahirkan negara dengan tata kelola pemerintahan yang sehat, efektif, efisien dan bermanfaat maksimal bagi masyarakat.

Jakarta, 7 Oktober 2023

*Irjen Pol. Dr. Andry Wibowo., SIK.,MH., MSi* – (Penulis Adalah Dr Di Bidang Konflik Identitas dan Manajemen Kerumunan/ Crowd)