Apabila Pencabutan Moratorium ke Timteng Dilakukan, Bukan Karena Demo Tetapi Otomatis dengan Terbitnya Kemnaker No 291/2018 Tentang SPSK

by
Wasekjen 1 Komisi Nasional Lembaga Pengawasan Kebijakan Pemerintah dan Keadilan (Komnas LP KPK) Amri Piliang. (Ist)

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Apabila Keputusan Menteri Ketenagakerjaan (Kepmenaker) Nomor 260 Tahun 2015 tentang Penghentian dan Pelarangan Penempatan PMI pada Pengguna Perseorangan di Negara-Negara Kawasan Timur Tengah (Timteng) oleh Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah dicabut, bukan karena hasil demontrasi Direktur Eksekutif Migrant Watch Aznil Tan Cs yang mendesak Menaker untuk mencabut Kepmenaker tersebut.

“Sebenarnya dengan terbitnya Kepmenaker No 291 Tahun 2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Sistem Penempatan dan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia atau SPSK di Kerajaan Arab Saudi Melalui Sistem Penempatan Satu Kanal, otomotis Kepmenaker Nomor 260 Tahun 2015 tidak berlaku lagi, bukan desakan dari Aznil Tan Cs,” kata Wasekjen 1 Komisi Nasional Lembaga Pengawasan Kebijakan Pemerintah dan Keadilan (Komnas LP KPK) Amri Piliang kepada awak media lewat telpon, Selasa (19/9/2023).

Amri menekankan, jika Kepmenaker 260 itu dicabut, hanya berlaku untuk Saudi Arabia yang telah memberlakukan penempatan model SPSK. Karena itu, lanjutnya, Kepmenaker Nomor 260 Tahun 2015 adalah turunan dari Undang Undang (UU) No. 39 tahun 2004, maka ketika lahir UU Nomor 18 tahun 2017 sebagai pengganti UU No. 39 tahun 2004 dan MoU Bilateral antara Indonesia dengan Arab Saudi, maka gugurlah Kepmenaker Nomor 260 Tahun 2015.

Dijelaskan Amri, sesuai amanat pasal 31 UU No. 18 tahun 2017, maka dibuatlah Nota Kesepahaman atau MoU (Memorandum of Understanding) bilateral kedua negara antara pemerintah Arab Saudi dengan pemerintah Indonesia terkait Penempatan PMI ke Arab Saudi. Dalam Pasal 31 UU No. 18 tahun 2017, disebutkan bahwa Pekerja Migran Indonesia (PMI) hanya dapat bekerja ke negara tujuan penempatan yang: mempunyai peraturan perundang-undangan yang melindungi tenaga kerja asing, telah memiliki perjanjian tertulis antara pemerintah negara tujuan penempatan.

“Hasil MoU bilateral kedua negara, antara Pemerintah Arab Saudi dan Indonesia yang sepakat menempatkan PMI melalui Sistem Penempatan Satu Kanal atau SPSK yang terintergrasi sistem penempatan dan perlindungan antara Arab Saudi dengan Indonesia. Maka Kemnaker membuat Juknis SPSK ke Arab dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri Ketenagakerjaan (Kepmenaker) No 291 Tahun 2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Penempatan dan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia ke Negara Arab Saudi Melalui Sistem Penempatan Satu Kanal (SPSK),” papar Amri

Dengan keluarnya Kepmen No 291 tahun 2018 tambahnya, otomatis Kepmen No. 260 tahun 2015 tidak berlaku lagi untuk negara Saudi Arabia. Ke depan,Amri berharap agar model SPSK ini dapat ditetapkan di seluruh negara di kawasan Timur Tengah karena dinilainya baik .

Amri mengatakan, kalaupun Menaker Ida Fauziyah mencabut Kepmen No. 260 tahun 2015 bukanlah dari desakan demo Aznil Tan Cs, tapi sebenarnya Kepmen No. 260 tahun 2015 ke negara tujuan Arab Saudi gugur karena sudah keluar Kepmen No 291 tahun 2018 dari hasil perjanjian bilateral penempatan PMI antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah Arab Saudi.

Untuk itu, Amri menduga aksi demo menuntut pencabutan Kepmen No. 260 tahun 2015, dimanfaatkan oleh mafia TPPO yang selama ini menikmati penempatan PMI Ilegal ke Timteng. Dengan adanya SPSK ke Arab Saudi inilah para bandar sindikat mafia TPPO terhenti mengirim PMI Ilegal.

Sehubungan hal itu, Amri juga  memaklumi karena  yang bersangkutan tidak faham sejarah penempatan PMI ke Arab Saudi dan tata kelola penempatan PMI ke luar negeri, khususnya ke negara kawasan Timur Tengah. Untuk diketahui Aznil pernah diangkat menjadi Staf profesional  oleh Kepala BP2MI Beni Ramdani, namun tidak berlangsung lama.

Terkait hal itu, diterbitkanlah Keputusan Kepala BP2MI No. 235 Tahun 2022 pada tanggal 13 Juni 2022 tentang pemberhentian tenaga profesional BP2MI ada enam orang yaitu; Wawan Fachruddin, Moch Andry Wikra Wardana Mamoto, Agus Salahudin, Aznil Tanjung, Iqbal Sujud dan Hengky Irawan. “Jadi hanya seumur jagung Aznil berada di BP2MI hingga tidak memahami tata kelola penempatan PMI,” tutur Amri.

Ia mengungkapkan, kasus PMI atau sebelumnya disebut Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Arab Saudi bernama Casingkem dan kasus Ceriyati, sampai TKI mau dipancung, ditebus pakai uang diyat berjumlah milyaran, negara mencari uang diyat, agar TKI tersebut tidak dieksekusi Pancung. Akibat banyaknya TKI yang dipancung, kata Amri, seluruh Kedutaan Besar (Kedubes) yang ada di negara kawasan Timteng mengusulkan kepada pemerintah untuk melakukan penutupan penempatan PMI ke negara kawasan Timteng sehingga Pemerintah waktu itu mengeluarkan Kepmen No. 260 tahun 2015.

“Kami selaku lembaga pengawasan terhadap kebijakan pemerintah, SPSK Arab Saudi sudah sangat baik dan benar dengan adanya SPSK,” kara Amri seraya menyebutkan, Kepmen No 291 tahun 2018 tentang SPSK, sangat relevan dan karena itu harus dipertahankan  sampai selesai masa uji coba selama enam bulan. “Ini baru masa ujicoba saja mau digagalkan, kami terus mengawal SPSK, jika ada kelemahannya kita perbaiki,” tegas Amri. (*/Ful)