MAKI Siap Klarifikasi Dibalik Bocornya Dokumen KPK

by
by
Plh Dirjen Minerba, Kementerian Energi Sumber Daya Mineral, M Idris F Sihite. (Foto : */ist)

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) siap memberikan klarifikasi atas laporan bocornya dokumen penyelidikan KPK (Komisi Pemberantasaa Korupsi) yang diduga melibatkan Plh Dirjen Minerba, M Idris F Sihite.

“MAKI telah melaporkan secara resmi pembocoran dokumen penyelidikan KPK itu ke Polda Metro Jaya dan KPK. Saya tengah menanti undangan penyidik untuk diklarifikasi” ujar Koordinator MAKI, Boyamin Saiman kepada wartawan, Sabtu (15/4/2023), di Jakarta.

Diketahui, dalam laporan Februari 2023 lalu MAKI menduga adanya kegiatan suap – menyuap (gratifikasi) dibalik persetujuan RKAB yang diberikan Plh Dirjen Minerba, M Idris F Sihite.

Karena itu secara diam-diam KPK melakukan penyelidikan terkait dugaan suap sejumlah perusahaan tambang bermasalah yang direkomendasi Plh Dirjen Minerba tersebut. Termasuk menelisik dugaan penyalahgunaan wewenang atas persetujuan RKAB tahun 2023 kepada PT. BEP.

Ironisnya, hasil penyelidikan KPK tersebut diduga malah dibocorkan Ketua KPK Firli Bahuri kepada Arifin Tasrif, yang kemudian oleh Menteri ESDM dokumennya diteruskan lagi kepada Plh Dirjen Minerba, M. Idris F. Sihite, SH.

Diduga merasa mendapat backing Ketua KPK, serta terungkapnya chat rencana “dagang” IUP dengan Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak, yang membuat M.Idris F. Sihite memandang sebelah mata atas laporan MAKI tersebut.

Terbukti, dia tak menggubris laporan MAKI atas dugaan penyalahgunaan wewenang dalam pemberian RKAB Tahun 2023 kepada PT.Batuah Energi Prima (PT. BEP), padahal telah merugikan negara dan swasta sebesar Rp.8,435 triliun. Bahkan, M.Idris dengan gegabah malah memberi kesempatan lagi kepada PT. BEP yang makin menambah kerugian negara, dengan cara mengeluarkan persetujuan RKAB tahun 2023 sebanyak 2.999.999,97 metric ton.
Berdasarkan jejak digital, kejahatan PT. BEP itu sendiri ibaratnya kisah perjalanan persero yang keluar dari mulut “begal” kemudian terjatuh dalam genggaman “garong”.

Berawal pada 13 Juli 2011 silam, Herry Beng Koestanto, Sang “Begal” ini melalui Permata Group mendapat fasilitas kredit dari Bank BRI Tbk sebesar US$ 17,627,937 yang kini berstatus macet kolektibilitas tingkat 5 dan/atau non-performing loan (NPL) membengkak menjadi sebesar US$. 35,621,108 karena tidak mampu melakukan pembayaran angsuran pokok dan bunganya melebihi tanggal jatuh tempo.

Penggunaan uang yang bersumber dari fasilitas kredit Bank BRI Tbk tersebut diduga disimpangkan untuk membeli 95% saham PT. BEP. Motif Sang “Begal” menguasai mayoritas PT. BEP bertujuan membobol PT. Bank Niaga TBK sebesar USD 70 juta, dengan menjaminkan barang milik negara berupa IUP OP PT. BEP No: 540/688/IUP- OP/MB-OP/MB-PBAT/III/2010 yang dikeluarkan Bupati Kutai Kartanegara tanggal 3 Maret 2010, yang belum tergali, yang batubaranya masih ada didalam perut bumi.

Pada tahun 2012, Herry Beng Koestanto kembali membobol PT. Bank Bukopin Tbksebesar Rp. 650 milyar. Tak lama kemudian ia dipidana melakukan penipuan terhadap pengusaha Putra Mas Agung sebesar Usd 38,000,000,- dan Rp. 500 milyar.

Dalam track record kerugian negara lainnya, selaku pemilik PT. Nusantara Terminal Coal, Herry Beng Koestanto tercatat hingga sekarang kurang bayar DHPB sebesar Rp. 919,144 milyar. PNBP – Penggunaan Kawasan Hutan sebesar Rp. 21,189 milyar. Jaminan reklamasi sebesar Rp. 18,223 milyar. Iuran Tetap (dead rent) sebesar Rp. 3,9 milyar. Dan ngemplang pajak sebesar Rp. 134,334 milyar.

Sehingga pada fase PT. BEP dikelola Herry Beng Koestanto telah merugikan negara dan swasta sebesar Rp. 3,166 triliun. Kini Sang “Begal” menjadi narapidana, masih mendekam di Lapas Salemba dengan status residivis. Pada tahun 2016, dalam perkara penipuan No: 521/Pid.B/2016/PN.JKT.Pst di PN Jakarta Pusat jo putusan MARI No: 1442/Pid.B/2016/PN.Jkt.Pst Herry Beng Koestanto divonis 4 tahun penjara. Dan pada tanggal 8 Juli 2021, kembali divonis 4 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam perkara penipuan yang lain, atas laporan pengusaha Putra Mas Agung.

PT BEP terjatuh ke dalam genggaman ‘garong’
Selanjutnya, pada 4 September 2018 lalu, setelah merugikan negara dan swasta sebesar Rp.3,166 triliun Herry Beng Koestanto, diduga sengaja mempailitkan PT. BEP yang “bermufakat jahat” dengan Erwin Rahardjo, sindikat mafia kepailitan, asal Surabaya yang dikenal pula sebagai seorang Markus di Kepolisian era Sambo menjadi Kadiv Propam Polri.

Tak butuh waktu lama pada tanggal 14-12-2018, PT. BEP pun dinyatakan pailit, berdasarkan Putusan No: 28/Pdt.Sus-PKPU/2018/PN.Niaga.Sby dalam amar putusan menunjuk Dwi Winarko, SH, Hakim Niaga pada PN Surabaya sebagai Hakim Pengawas, dan mengangkat Yuda Yustisia, SH dan Suhasto, SH sebagai Kurator dan Pengurus. Pada fase inilah PT. BEP disebut keluar dari mulut “Begal” jatuh ke dalam genggaman “Garong”.

Debut kejahatan pertama usai jatuh ke tangan Sang “Garong”, PT. BEP melakukan kegiatan penggalian, pengangkutan, dan penjualan batubara secara illegal yang terkonfirmasi berdasarkan bukti dokumen hasil Gelar Perkara LP No: LP/235/X/2021/Polda Kaltim/SPKTIII di Biro Wassidik Bareskrim Polri tanggal 26 April 2022. Tim Penyelidik Dirkrimsus Polda Kaltim melaporkan, sebelum RKAB PT. BEP (dalam pailit) Tahun 2019 disetujui oleh Dinas ESDM Prov. Kalimantan Timur, diketahui telah terjadi penggalian, pengangkutan dan penjualan batubara secara illegal total terdapat sebanyak 510,825 MT dan 335.828 MT, yang bersumber dari konsesi pertambangan batubara PT. BEP (dalam pailit).

Keuntungan yang tidak sah dari kegiatan pidana illegal mining oleh PT. BEP yang dilakukan era pengelolaan Erwin Rahardjo, sebesar Rp. 1,8 Triliun. Pembayaran pembelian batubara illegal dari buyer antara lain Hineni Resources Pte Ltd, PT. Janan Mineral Indo, oleh Erwin Rahardjo, dilakukan dengan cara ditransfer ke PT. BEP (dalam pailit) dengan no rek 04137128700 di Bank Permata Syariah Jakarta dan PT Pahlevy Persada no rek: 1480099228887 di Bank Mandiri TBK milik Petrus, tanpa pernah dilaporkan oleh Kurator kepada Hakim Pengawas.

Sementara itu PT. Sumber Global Energy Tbk bertindak selaku pendana kegiatan illegal mining PT. BEP, uangnya bersumber dari kredit PT. BNI Tbk.

Kejahatan berikutnya, berdasarkan hasil audit dari Irjen Kementerian ESDM RI diketahui dalam kurun waktu 3 (tiga) tahun sejak 2020, sejak dikelola oleh Erwin Rahardjo, PT. BEP telah melakukan dugaan penggelapan barang milik negara berupa batubara DMO sebanyak 1.002.000 MT yang menimbulkan kerugian negara kurang lebih sekitar Rp. 3 Triliun, yang merupakan hasil keuntungan penjualan batu bara yang yang tidak sah yang diduga dinikmati oleh pengelola PT. BEP, Erwin Rahardjo, dan kawan-kawan, melanggar PP No: 96. Tahun 2021 Pasal 157 ayat (1) dan Pasal 158 ayat (3), tidak mematuhi kewajiban pemenuhan kebutuhan dalam negeri (Domestic Market Obligation).

Sejak tahun 2019 hingga 2023, PT. BEP mendapatkan RKAB dengan jumlah total sebanyak 12.345.881 MT. Bila diasumsikan rata-rata per metric ton, Erwin Rahardjo dan kawan-kawan memperoleh keuntungan yang tidak sah minimal Rp. 200.000,- atau total sebesar Rp. 2,469 Triliun.

Disebut memperoleh keuntungan yang tidak sah lantaran sejak tahun 2019 pasca pailit seharusnya IUP operasional PT. BEP dicabut oleh Menteri ESDM. Kemudian pada 26 Oktober 2021, tanpa persetujuan Herry Beng Koestanto, berdasarkan kuasa substitusi dari Bank CIMB NIAGA Tbk yang ditandatangani Carvino Alexander dan Heru Prakoso yang tidak mempunyai kekuatan hukum, Erwin Rahardjo mendudukkan diri secara palsu sebagai Direktur PT. BEP (dalam pailit).

Selanjutnya, pada 27 Oktober 2021 merancang Nota Kesepahaman Rencana Perdamaian yang pada pokoknya seolah-olah dilakukan perdamaian antara PT. BEP, yang diwakili oleh Erwin Rahardjo, selaku debitur “palsu” dengan para kreditur yang diduga fiktip. Tak cuma itu. Erwin merekayasa piutang PT Synergy Dharma Nayaga, yang didalilkan secara palsu, dijual kepada PT Sarana Bakti Sejahtera (PT. SBS) sebesar Rp 1.138.057.727.943,2,-. Lalu PT. SBS konstruksikan sebagai “Kreditur”.

Padahal PT. SBS tidak memiliki kemampuan finansial untuk membayar piutang (cessie) sebesar itu alias bodong. Budhi Setya, selaku pemegang 99% saham
PT SBS saja, sejatinya hanyalah seorang pedagang kopi rumahan — kolega Petrus.

Setelah berhasil “membajak” manajemen operasional PT. BEP (dalam pailit) secara illegal, selama empat tahun sejak 2019 Erwin Rahardjo berhasil mendapatkan RKAB atas nama PT. BEP.

Herry Beng Koestanto selaku “korban” tak terima. Lalu meminta stafnya bernama Eko Juni Anto melaporkan Erwin Rahardjo, sesuai LP No: LP/B/0754/XII/2021/SPKT/Bareskrim Polri tanggal 16 Desember 2021, dalam dugaan pidana Pemalsuan Surat dan/atau Menempatkan Keterangan Palsu Dalam Akta Otentik, dan/atau Membuat Akta Palsu dan/atau Pencucian Uang, sebagaimana yang dimaksud pasal 263 KUHP dan/atau Pasal 266 KUHP dan/atau Pasal 264 KUHP dan/atau Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5 UU No. 8 Tahun 2010 tentang TPPU, dan sudah masuk ke tahap penyidikan. Nilai TPPU sebesar Rp. 8,435 Triliun inilah yang akan dibuktikan penyidik.

Pada tanggal 1 Maret 2023 Dirtipidum Bareskrim Polri minta Dirjen Minerba memblokir Moms “PT. BEP” untuk kepentingan penyidikan. Untuk mensiasati agar penyidikan dapat dihentikan, Erwin Rahardjo memakai modus restorative justice dengan “berdamai” dengan Eko Juni Anto selaku pelapor. Namun, modus “Garong” berdamai dengan “Begal” ini ditolak mentah-mentah penyidik. Upayanya memerankan seorang markus, TA untuk menjelaskan kepada pimpinan Polri pun menemukan kegagalan.

Sementara itu, Ir. H. Ridwan Hisjam, Anggota Fraksi Golkar Komisi VII DPR RI meminta Menteri ESDM RI dapat bersikap tegas mencabut IUP OP PT. BEP. Oisa