JK (Jarwo Kwat) Bicara Kebudayaan, Indonesia Bisa Contoh Korea

by

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Totalitàs pemerintah dalam mengembangkan kebudayaan di Tanah Air, sangat diharapkan. Alasannya, karena kebudayaan akan menentukan maju tidak nya suatu bangsa.

Hal ini disampaikan Komedian Nasional Jarwo Kwat saat menjadi narasumber dalam Gelora Talk bertajuk ‘Kreasi Seni dan Budaya dalam Membangun Peradaban Bangsa’ pada Sabtu sore (7/1/2023).

Jarwo mengambil contoh negara Korea, dimana kebudayaan Yang dikenal negeri ‘Ginseng’ tersebur kian mendunia. Karena menurut dia, pejabatnya semua turun tangan, dan tentunya didukung oleh anggaran.

“Kenapa Korea bisa maju seperti sekarang? Karena pemerintahnya totalitas mendukung agar budaya Korea maju dan mendunia. Mestinya kita bisa contoh,” katanya lagi.

Sedang Indonesia, menurut penilaian JK sapaan Jarwo Kwat,  selama ini pemerintah kurang memberikan dukungan kepada pengembangan kebudayaan, sehingga kreasi seni tidak bisa berkembang, karena minimnya pendanaan anggaran.

“Padahal seni dan budaya bisa memberikan sesuatu yang luar biasa bagi bangsa Indonesia. Totalitas dukungan dari pemerintah harus ada, tidak sekedar kemauan pejabat publik saja, tapi juga anggarannya, pendanaan juga harus total. Kita harus bekerja keras, dan ini tugas kita bersama, bagaimana kreasi-kreasi seni kita itu bisa bangkit ke depannya dan bisa menjadi peradaban bangsa,” pungkasnya.

Giliran Kebudayaan Berperan

Sementara Musikus Internasional Franki Raden menilai saat ini memang giliran ilmu kebudayaan yang berperan secara global, karena disipilin-disiplin ilmu lain menemui jalan buntu. Sehingga ilmu-lmu tersebut bermuara di bidang baru yang diberi nama culture studies, dimotori bidang etnografi.

“Nah, kalau kita bicara culture tools, kalau kita bicara giliran kebudayaan, referensinya langsung ke Indonesia. Kita boleh sombong sedikit kalau soal kebudayaan. Kita ini salah satu sumber kebudayaan yang terkaya, kita nomor satu di dunia,” katanya.

Menurut Franki, satu kebudayaan Indonesia sama dengan satu Benua Afrika, karena keragamannya. Sehingga Indonesia harusnya menjadi subjek, bukan objek dari hegemoni Budaya Barat maupun Budaya Korea seperti sekarang.

“Kita harus melihat kekuatan budaya kita agar menjadi kebudayaan global. Kita harus memberikan narasi, dengan narasi itu kita menjadi subyek, sehingga kita menjadi aktor, bukan hanya sekedar dipuji-puji orang luar,” katanya.

PhD di bidang Etnomusikologi University of Wisconsin-Madison Amerika Serikat ini berpendapat, Indonesia layak disebut sebagai negara etnografis, karena kaya akan keragaman budayanya.

“Karena itu, kalau kita membuat strategi kampanye, jangan mengabaikan etnografi, tidak akan menang. Karena Partai Gelora ini kuat narasinya, bukan sekedar jual janji-janji, dengan gunakan konsep etnografi saya yakin menang,” katanya.

Sebab, setiap etnik di Indonesia memiliki keunikan tersendiri sebagai kazanah budaya bangsa. Jika emosi setiap etnik tersebut, bisa disatukan maka partai itu akan menjadi partai pilihan mereka.

“Etnografi ini tidak pernah disentuh partai politik, tidak juga pemerintah. Makanya sangat aneh yang disentuh malah agama, sehingga timbul konflik seperti sekarang. Kalau etnografi yang disentuh tidak ada konflik. Mereka punya keunikan tersendiri, dan emosinya apabila bisa dimainkan, mereka menggaggap partai ini milik kita. Manifestasi dari etnografi itu,  salah satunya bisa disatukan melalui musik” katanya. (Asim)