Dugaan Kotor Oknum dan Kroni Pejabat KPK dalam Proyek PLTP Dieng Patuha

by
by
Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, di Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan. (Foto: */ist).

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Aroma tak sedap menyengat dari sengkarut proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Dieng dan Patuha yang dilaksanakan PT. Geo Dipa Energi (Persero).

Dalam proyek tersebut, diduga kuat oknum dan kroni pejabat mantan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan Agung (Kejagung), hingga mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla ikut terlibat menyingkirkan mitra kerja sama proyek, PT. Bumigas Energi (PT. BGE) dengan cara kotor dan tak terpuji.

Pejabat Deputi Pencegahan KPK, Pahala Nainggolan, mengawali terbukanya tabir penggunaan tangan kotor pejabat dan kroninya, dalam skandal tak apik pada bisnis geothermal yang digadang-gadang jadi sumber energi utama baru dan terbarukan.

Pada tahun 2017, Pahala melaksanakan perintah Ketua KPK saat itu, Agus Rahardjo, untuk membuat surat kepada PT. Geo Dipa Energi (PT. GDE) keadaan rekening PT. Bumigas Energi di HSBC Hongkong.

Pahala mengungkapkan, berdasarkan surat PT. GDE ke pimpinan KPK yang menyatakan bahwa setoran US$ 5 juta melalui rekening HSBC Hongkong perlu dibuktikan. Maka itu, KPK mencari informasi tentang kebenaran setoran tersebut.

Setelah informasi diperoleh, sambung Pahala, Pimpinan KPK menugaskan Deputi Pencegahan untuk menginformasikan ke PT. GDE sebagaimana Surat Nomor: B/6004/LIT.04/10-15/09/2017 tersebut.

“Karena ini sebagai syarat dari perjanjian kerjasama PT. Geo Dipa dan Bumigas. Pihak Kejaksaan bahkan secara fisik memastikan ke Hongkong untuk tujuan yang sama,” kata Pahala, saat dikonfirmasi wartawan perihal masalah tersebut.

Dalam surat yang diteken oleh Pahala pada 19 September 2017 menyatakan bahwa PT. BGE tidak memiliki rekening di Bank HSBC Hong Kong baik dalam status aktif maupun yang telah ditutup.

Kabar teranyar juga diungkapkan mantan Jaksa Agung Muda Intelijen (Jamintel) Kejaksaan Agung RI, Jan Samuel Maringka pada Senin 24 Oktober 2022.

“Apa urusannya saya kesana (Hong Kong). Memangnya perusahaan itu sudah jadi (melakukan eksplorasi dan eksploitasi PLTP (Patuha dan Dieng),” ujarnya menjawab pertanyaan wartawan, di Gedung B ruang Irjen Kementan RI beberapa waktu lalu.

Pengakuan Maringka seakan bertepuk sebelah tangan. Sebab, menurut penuturan Pahala ataupun Riki F Ibrahim, mantan Direktur Utama PT. GDE, mensinyalir Maringka ikut terbang menemani rombongan dari PT. GDE menuju Hong Kong di tahun 2017.

“Pada 2017 Direktur PT. GDE, Riki F Ibrahim, Kuasa Hukumnya dan Tim Kejaksaan Agung datang ke Kantor KPK,” ujar Pahala menambahkan.

Senada dengan Pahala, Riki menegaskan, kepergian Maringka dan Jaksa Pengacara Negara (JPN) dari Kejaksaan Agung Muda Perdata dan TUN (Jamdatun) bertujuan mendapatkan konfirmasi mengenai keberadaan dana awal PT. BGE di HSBC Hong Kong.

“Jadi pada tahun 2017 itu yang pergi kesana itu untuk konfirmasi ke Bank HSBC Hongkong diantaranya Direksi dan Kuasa Hukum PT. GDE. Kemudian Jamintel serta Jaksa Pengacara Negara (Jamdatun),” ujar Riki yang dihubungi terpisah.

Menurut Maringka, yang kini menjabat sebagai Inspektur Jenderal (Irjen), Kementerian Pertanian bahwa dirinya pada tahun 2017 juga pernah membuat program Tim Pengawal dan Pengamanan Pembangunan Pemerintah Daerah (TP4D) tatkala Jaksa Agung masih dijabat oleh M. Prasetyo.

Salah satu tugas dan fungsi Jamintel kala itu, melakukan pengawalan terhadap pembangunan dan proyek strategis nasional alias TP4D yang salah satunya adalah proyek PLTP Patuha dan Dieng.

Akan tetapi, Maringka menjelaskan, program tersebut urung dilaksanakan, lantaran hal dimaksud bukan lagi di bawah kewenangannya sebagai Jamintel.

“Dia (PT. GDE) mau MoU dengan kita (Kejaksaan Agung), tetapi belum jadi. Mungkin MoU-nya dilakukan dengan pengganti saya. Pembahasan sudah tapi tidak tuntas di zaman saya,” kata Maringka yang juga mantan Staf Ahli Jaksa Agung RI bidang Perdata dan Tata Usaha Negara ini.

Meski begitu lelaki yang dilantik oleh Menteri Pertanian Syahril Yasin Limpo enggan menjelaskan secara detil mengenai program TP4D dengan PT. GDE pada 2017.

“Itu bukan urusan saya,” tandasnya.

Menurut Pahala, PLTP di Patuha Unit I telah dibangun atas saran dari Wakil Presiden saat itu, Jusuf Kalla. “Satu unit proyek PLTP sudah dibangun atas saran Pak Jusuf Kalla saat meninjau lokasi proyek,” jelas Pahala menambahkan.

KUASA HUKUM PT. BGE
Ditempat terpisah, Kuasa Hukum PT. BGE, Khresna Guntarto menjelaskan surat KPK sangat merugikan kliennya, karena telah digunakan PT. GDE sebagai bukti dalam proses peradilan di BANI (Badan Arbitrase Nasional Indonesia) hingga Mahkamah Agung RI.

“Padahal, informasi dalam surat KPK tersebut hoaks atau sesat. Kami sudah pernah membuktikan ketersediaan dana awal proyek di HSBC Hongkong pada tahun 2005. Hal ini sudah diakui oleh PT. GDE,” tandas Khresna kepada wartawan, Selasa (25/10/2022), di Jakarta.

Selain itu, bila mengacu kepada pengakuan Pejabat KPK, Eks Dirut PT. GDE dan Eks Pejabat Kejaksaan, yang menyatakan sumber informasi adalah dari Kejaksaan RI, maka Surat Oknum Pejabat KPK Pahala Nainggolan tersebut tidak tepat menyebut informasi berasal dari PT. HSBC Indonesia sebagaimana tersurat dengan jelas.

Untuk itu, Khresna mengungkapkan, pihaknya telah mengadukan dan meminta kepada Ombudsman RI untuk melakukan konfrontasi agar dilakukan pemeriksaan antara Direksi PT. BGE, Bank HSBC Indonesia dan Deputi Pencegahan KPK, Pahala Naiggolan.

“Tujuan kami hanya untuk menyandingkan alat bukti atau dokumen yang kami miliki agar tidak ada dusta diantara kita,” ujar Khresna.

Menanggapi adanya pengaduan pegiat antikorupsi kepada Dewan Pengawas (Dewas) KPK mengenai surat tersebut, Khresna menjelaskan, hal tersebut sudah seharusnya ditindaklanjuti. Konfrontasi juga perlu dilakukan oleh Dewas KPK kepada Direksi PT. BGE, Bank HSBC Indonesia dan Deputi Pencegahan KPK, Pahala Nainggolan.

Kita harapkan, tambah Khresna, Dewas dapat objektif untuk memproses Pahala Nainggolan dan mantan Ketua KPK Agus Rahardjo. Perbuatan para oknum tersebut merusak kepastian hukum di Republik ini. Tidak sesuai dengan Nawacita Presiden Jokowi.

“Ini jadi preseden buruk investasi di Indonesia. Justru sebagai penegak hukum di KPK malah melakukan dugaan abuse of power by design, juga merupakan praktik melakukan konspirasi kejahatan berjamaah,” pungkas Khresna. Oisa