Pengguna Medsos Diingatkan Jangan sampai Kecanduan Digital, Bahaya

by
Diskusi #MakinCakapDigital Kominfo berkolaborasi dengan Siberkreasi bertajuk "Kencaduan Digital No, Kreatif dan Produktif Yes!". (Foto: Dokumentasi)

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Intensitas di ruang digital semakin tinggi untuk berkomunikasi, bekerja, belajar, berbelanja, bahkan untuk transaksi keuangan. Terkadang, internet justru memberi dampak negatif karena pengguna tidak memiliki tujuan berada di ruang digital.

Dosen Untag Surabaya Bambang Kusbandrijo menilai, masih banyak masyarakat belum mengetahui bahwa ada rekam jejak digital yang tidak bisa hilang. Sehingga aktivitas di dalamnya sebenarnya harus bertanggung
jawab.

“Jangan sampai unggahan lama menjadi masalah dikemudian hari dan dilihat orangtua, anak, pasangan, bahkan calon bos,” kata Bambang dalam diskusi #MakinCakapDigital Kominfo berkolaborasi dengan Siberkreasi bertajuk “Kencaduan Digital No, Kreatif dan Produktif Yes!” pada Rabu (12/10/22).

Menurut Bambang, keberadaan ruang digital ini telah menjadi karakter invisibility. Misalnya, membuat masyarakat lebih memilih media digital sebagai sarana berinteraksi karena tidak perlu bertatapan langsung dengan lawan bicaranya.

Namun, yang dikhawatirkan adalah adiksi digital. Yaitu kecanduan mengakses dunia digital secara berlebihan, hingga melupakan dimensi ruang dan waktu serta perannya.

“Ketagihan terhadap konten pornografi
digital, pertemanan dunia maya, maupun permainan interaktif daring; menjadi beberapa bentuk adiksi digital yang lazim ditemui saat ini,” tuturnya.

Untuk itu, ia menyarankan untuk melakukan diet digital. Menurutnya, meski lebih baik jika dilakukan dengan pengawasan psikolog, diet digital sebenarnya dapat dimulai secara mandiri dengan mengurangi secara
bertahap durasi penggunaan internet per hari.

Selain itu, juga pentingnya aksi kolektif dan penciptaan lingkungan yang kondusif. Jika diet digital hendak diimplementasikan kepada masyarakat.

“Pada akhirnya, tidak ada satu aktor pun yang bisa menghentikan arus perkembangan digital. Pencegahan terhadap dampak negatif yang muncul, seperti adiksi digital, penangan secara penta helix,” ucapnya

Bambang menerangkan, psikiater ternama dari Kanada yang fokus meneliti kecanduan teknologi, mengatakan bahwa teknologi kini semakin erat kaitannya dengan depresi, kegelisahan, serta rasa tidak puas pada bentuk tubuh yang dimiliki

Menurut dia, pemilahan dan pembatasan waktu penggunaan teknologi sangat penting untuk dilakukan selayaknya memilah makanan yang sehat dan yang kurang sehat.

“Sejumlah aplikasi kreatif dan aplikasi meditasi pada ponsel pintar dapat membantu untuk mengembangkan diri. Namun, jika tidak dibatasi, dapat memicu dopamin yang mampu berujung pada adiksi,” papar Bambang.

Aliansi & Advokasi Seknas Jaringan GUSDURian Siti Munawaroh, mendorong agar meningkatkan kompetensi budaya bermedia digital. Yakni, kemampuan individu dalam membaca, menguraikan, membiasakan, memeriksa, dan membangun wawasan kebangsaan, nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan sehari−hari.

“Jati diri kita dalam ruang budaya digital
tak berbeda dengan budaya non digital. Digitalisasi Budaya memungkinkan kita mendokumentasikan kekayaan budaya.
Digitalisasi Budaya dapat menjadi peluang untuk mewujudkan kreativitas,” kata Siti.

Sementara itu, Dosen Desain Media, komunikasi, dan film Politeknik Bina Madani Cikarang Yudha Wibisono menjelaskan, yang perlu disiapkan jika ingin menjadi content creator ialah mental dan ide kreatif. Alur dan prosesnya, menemukan ide konten, peralatan, proses dan eksekusi lapangan, hasil/goal, dan apresiasi.

“Ide dan konten itu bisa didapatkan melalui sebuah novel, cerpen, karya tulis, tontonan, pengalaman pribadi, kejadian di sekitar, petunjuk pameran,” kata Yudha. (Kds)

Catatan:

Informasi lebih lanjut dan acara literasi digital GNLD Siberkreasi dan #MakinCakapDigital lainnya, dapat mengunjungi info.literasidigital.id dan mengikuti @siberkreasi di sosial media.