Wakil Jaksa Agung Ingatkan, Integritas dan Moralitas Pondasi Utama Jaksa

by
by
Wakil Jaksa Agung, Sunarta saat memberikan pengarahan pada kegiatan pembukaan PPJ gelombang II angkatan 79 tahun 2022, di Badiklat, Ragunan, Jakarta Selatan.

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Peserta Pendidikan dan Pelatihan Pembentukan Jaksa (PPPJ) diharapkaan kelak bisa menjadi jaksa yang mampu menyeimbangkan antara kecerdasan dengan hati nurani.

Demikian ditegaskan Wakil Jaksa Agung, Sunarta saat pembukaan kegiatan PPPJ Angkatan 79, Gelombang II Tahun 2022, di Badiklat Kejaksaan RI, Ragunan, Jakarta Selatan, Kamis (11/8/2022).

Menurutnya, pondasi utama bagi setiap jaksa adalah integritas dan moralitas. Sehingga diharapkan nantinya bisa menjadi jaksa yang dapat menjalankan tugas, fungsi dan wewenangnya secara profesional berdasarkan pada nilai-nilai Tri Krama Adhyaksa.

“Jadi ini doktrin yang selalu harus melekat di sanubari setiap insan Adhyaksa,” kata Sunarta.

Selain itu Wakil Jaksa Agung juga mengingatkan bahwa seorang jaksa adalah penegak hukum yang memiliki tugas dan tanggungjawab berat dengan kompleksitas tinggi.

“Jaksa disamping sebagai penuntut umum yang menjadi tugas pokonya, juga harus mampu mengemban tugas lain sebagai penyidik, pengacara negara dan sekaligus melaksanakan fungsi intelijen,” ujarnya.

Oleh karena itu Sunarta meminta peserta Diklat harus memahami betul tanggung jawab dan konsekuensi yang melekat pada diri seorang jaksa.

“Sebagai aparat penegak hukum, jaksa terikat kode etik perilaku jaksa yang mengatur tentang kewajiban dan larangan yang harus dipatuhi,” kata Sunarta menandaskan.

Dia pun menginstruksikan kepada Badiklat Kejaksaan sebagai penyelenggara agar memastikan para siswa memperoleh pengetahuan yang up to date yang diperkaya dengan keilmuan dan pengetahuan yang sesuai dengan perkembangan zaman.

“Sehingga materi pembelajaran dan diskusi yang berkembang di kelas menjadi aktual dan diharapkan peserta mampu menjawab problematika hukum yang tengah terjadi saat ini,” ujarnya.

Selain itu, lanjutnya, perkembangan dinamika penegakan hukum saat ini telah menggeser orientasi penegakan hukum yang semula bersifat retributif ke arah restoratif dan rehabilitatif.

Oleh karena itu, kebijakan Restorative Justice merupakan suatu terobosan hukum yang bersifat progresif sebagai salah satu alternatif penyelesaian perkara.

“Untuk itu saya instruksikan kepada jajaran Badiklat agar materi RJ juga diberikan secara khusus dan mendalam kepada para siswa sehingga mereka dapat memahami RJ mulai dari tataran falsafah, konsep maupun praktiknya,” ucapnya.

Sehingga, katanya, manakala kelak menjadi Jaksa dapat menerapkan RJ secara benar dan tepat, mengingat RJ yang dimiliki Kejaksaan memiliki keunikan dan ciri khas tersendiri yang tidak sama dengan konsep RJ secara umum dalam teori dan doktrin.

Terakhir dia meminta untuk memastikan kelulusan hanya diberikan kepada peserta yang memenuhi standar kualifikasi yang telah ditetapkan Badiklat, “Karena kualitas wajib diutamakan dalam setiap pendidikan dan pelatihan di Badiklat, maka kita tidak boleh lagi bermain-main dengan kualitas anak didik,” ujarnya. Oisa