Dengan Daya Kreativitas, Pemuda Diyakini Bisa Ubah Desanya Jadi Desa Digital

by
Diskusi #MakinCakapDigital, Kemenkominfo berkolaborasi dengan Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) Siberkreasi bertajuk "Pemuda Desa Melek Digital". (Foto: Dokumentasi)

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Banyak desa yang maju karena penggeraknya adalah anak-anak muda yang kreatif, inovatif dan produktif. Karenanya, tak heran apabila pemuda dinilai memiliki peran penting sebagai agen penggerak perubahan dalam mempelopori pembangunan desa.

Dosen Universitas 17 agustus 1945 (Untag) Surabaya, Bambang Kusbandrijo mengimbau, kaum muda yang memiliki daya kreativitas, inovasi, serta tenaga dan semangat yang membara, harus menjadi motor perubahan di desa.

“Pemuda harus menjadi orang yang menarik dan memiliki pengaruh di lingkup desa,” kata Bambang dalam diskusi #MakinCakapDigital, Kemenkominfo berkolaborasi dengan Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) Siberkreasi bertajuk “Pemuda Desa Melek Digital” pada Rabu (10/8/2022).

Bambang lantas mengingatkan apa yang digambarkan oleh Presiden Soekarno tentang pemuda yang memiliki kekuatan besar dalam menggerakkan perubahan, “Beri aku 1.000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya. Beri aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia”.

Untuk membuat perubahan tersebut, lanjut Bambang, pemuda harus berpikir out of the box di era revolusi industri 4.0. Khususnya, sebagai penggerak desa, bukanlah sebagai seorang kapten, tetapi fasilitator atau pemberdaya.

“Pemuda itu leader informan pedesaan, selalu berliterasi. Dan wajib terbuka dalam menerima berbagai pemikiran dan pengalaman baru,” kata Bambang.

Bagi Bambang, pemuda desa memiliki keunggulan komparatif berdigital. Untuk itu, harus mau belajar dan selalu inovatif, kreatif dan produktif.

“Pemuda melek digital harus memiliki koneksitas-berkolaborasi, transparan-akuntabel dan berjiwa serving. Sebagai Agent of Change atau aktor perubahan dan pemberdayaan,” ungkap Bambang.

Sementara itu, Staf Pengajar Departemen Ilmu Komunikasi UGM, Novi Kurnia memaparkan, data dari We Are Social Hootsuite, bahwa 204,7 juta atau sebanyak 73,7% penduduk Indonesia adalah pengguna internet.

Data dari APJII (2022) menunjukkan, penetrasi internet tertinggi dilakukan kaum muda usia 13-18 tahun (99,16%) dan 19-34 tahun (98,64%). Namun, indeks literasi digital masyarakat Indonesia masih sedang dan perlu ditingkatkan.

Menurut Novi, ini momentum bagi kaum muda memanfaatkan digital untuk mengembangkan potensi desanya. Seperti mengenalkan UMKM, komunitas sosial, komunitas budaya, pemerintahan desa, pariwisata di desa, dan lain-lain.

“Desa digital merupakan konsep program yang menerapkan sistem pelayanan pemerintahan, pelayanan masyarakat, dan pemberdayaan masyarakat berbasis pemanfaatan teknologi informasi,” kata Novi.

Di kesempatan yang sama, Sinematografer Zahid Asmara menyampaikan, dalam dunia digital metode asal beda tak selamanya berlaku.

Di tengah gempuran serba ‘Tiru’ Literasi, berpikir kritis dalam memecahkan masalah harus terus dilatih.

“Critical Thinking itu mengasah kepekaan kita, bagaimana mengaktualisasi baik dari situasi (tantangan) ataupun posisi (peluang),” kata Zahid Asmara. (Kds)

Catatan:
Informasi lebih lanjut dan acara literasi digital GNLD Siberkreasi dan #MakinCakapDigital lainnya, dapat mengunjungi info.literasidigital.id dan mengikuti @siberkreasi di sosial media.