Presiden Jokowi Harus Berani Lakukan Tindakan Force Majeure untuk Selesaikan Ancaman Krisis

by
diskusi Gelora Talks bertajuk ‘Dunia dalam Ancamann Krisis Ekonomi Global, Bagaimaa Negara Dapat Bertahan?’ yang digelar secara daring Rabu (22/6/2022) sore. (Foto: Gelora Media Center)

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi), harus berani melakukan tindakan force majeure, berani melakukan nasionalisasi aset-aset asing di Indonesia untuk menyelesaikan ancaman krisis di depan mata. Bahkan kalau mau ekstrim lagi, pemerintah harus ambil alih semua komoditas strategis dan harus dimonopoli.

“Ini persoalannya everage cost, dengan tetapkan force majeur dan itu bisa kok. Nanti setelah kondisi normal, ya dikembalikan ke normal lagi,” kata President Director Center for Banking Crisis (CBC) Deni Daruri dalam diskusi Gelora Talks bertajuk ‘Dunia dalam Ancamann Krisis Ekonomi Global, Bagaimaa Negara Dapat Bertahan?’ yang digelar secara daring Rabu (22/6/2022) sore.

Deni juga mengaku tak habis pikir mengapa para menteri yang berkecimpung di kebijakan keuangan mengambil langkah keliru. Begitupun sampai sekarang, Deni mengaku belum mengerti solusi pemerintah itu apa?

“Kita ini tak punya ekonom sekelas zaman orde baru dulu. Dan masalah ini pernah terjadi, sekitar tahun 1970-an, ketika itu Presiden Soeharto panggil ekonomi yang ahli di bidangnya, untuk paparkan ide-idenya. Dalam lima tahun berhasil dikendalikan,” paparnya.

Untuk itu, ia berharap Presiden Jokowi segera memanggil ekonom sekelas Widjojo Nitisastro dan lain-lain agar ancaman krisis ekonomi, akibat tingginya inflasi global dan nasional bisa segera diatasi.

“Lebih baik, Presiden Jokowi panggil segera para ekonom yang paham, dan berpengalaman antisipasi krisis seperti tahun 1998 atau 2008 lalu. Melambungnya inflasi ini, karena utamanya cost push inflation, dan harus diselesaikan dengan cepat dan tepat, dan bukan inflasi karena dorongan permintaan atau demand. Kalau salah resep dan obatnya, malah mempecepat krisis,” terang Deni.

Menurut Deni, apabila cara menyelesaian inflasi ini salah akan malah mempercepat krisis terjadi. Percuma saja menyelesaikan inflasi ini melalui pelarangan ekspor, karena sumber masalahnya biaya produksi tinggi.

“Jadi pemerintah harus berinisiatif lebih cepat dan segera mengambil langkah yang tepat juga. Kondisi sekarang sangat fluktuatif bisa berubah ubah setiap waktu,” pungkasnya.

Sedang Managing Director Political Economic and Policy Studies Anthony Budiawan meminta agar pemerintah mewaspadai kondisi ekonomi global sekarang, akibat tingginya Inflasi dan potensi terjadinya stagflasi.

“Sekarang sudah terjadi buble ekonomic (gelombung ekonomi), jika tidak diantispasi bisa menjadi buah simalakama bagi Indonesia. Karena mau tidak mau, Indonesia harus mengikuti tindakan global. Kalau global menaikkan suku bunga, maka Indonesia juga harus menaikkan suku bunganya,” kata Anthony.

Seharusnnya, kebijakan ekonomi Indonesia tidak terpengaruh kondisi keuangan global, sehingga bisa memberikan pertumbuhan positif bagi perekonomian.

“Kita harus independen. Kalau kita punya kebijakan, harus kita sterilkan dari pengaruh luar negeri agar memberikan pengaruh positif pada transaksi berjalan, seperti global money, kita isi dengan domestic financing,” demikian Anthony Budiawan. (Ery)