Masyarakat Nilai Positif Penjabat Kepala Daerah Kalangan Sipil

by
Diskusi Pemilu bertema Urgensi Regulasi Teknis dan Public Assessment PJ Kepala Daerah, di Jakarta, Senin (20/6/2022) kemarin. (Foto: Asim)

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Peneliti Forum Masyarakat Perduli Parlemen (Formappi) Lucius Karus, mengapresiasi keputusan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), yang akan menunjuk penjabat atau Pj kepala daerah dari kalangan sipil. Keputusan itu disusul dengan menyiapkan peraturan teknisnya yang melibatkan DPRD setempat.

“Melibatkan DPRD dalam proses rekrutmen penjabat tentu akan mencegah munculnya penolakan yang cenderung politis dari DPRD pada saat bertugas,” kata Lucius Karus ketika berbicara dalam Diskusi Pemilu bertema Urgensi Regulasi Teknis dan Public Assessment PJ Kepala Daerah, di Jakarta, Senin (20/6/2022) kemarin.

Dengan memberikan ruang bagi DPRD untuk mengusulkan calon Penjabat Kepala Daerah, lanjut Luciius, maka Kemendagri menunjukan keinginannya untuk menjalankan praktek berdemokrasi. Dia pun menilai baik rencana Kemendagri yang ingin membuat Peraturan teknis terkait rekrutmen Penjabat kepala daerah.

“Apalagi rencana itu sambung Lucius muncul sebagai respons atas aspirasi publik. Terobosan positif Kemendagri tersebut merupakan bentuk komitmen Pemerintah untuk meningkatkan akuntabilitas dan transparansi dalam penunjukan Penjabat Kepala Daerah,” ujarnya.

“Walau idealnya terobosan Kemendagri ini sudah harus dilakukan sejak gelombang awal penunjukan Penjabat Kepala Daerah,” tambah Lucius.

Sedang analis politik dari Exposit Strategic, Arif Susanto, menyampaikan bahwa aturan teknis pengangkatan penjabat kepala daerah menjadi suatu kebutuhan, setidaknya karena tiga hal.

Pertama, aturan terkait terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang berlainan. Kedua, sebagian aturan cenderung menimbulkan multitafsir. Dan ketiga sebut Arif, Mahkamah Konstitusi dalam putusan No 15/PUU-XX/2022 menyebut pentingnya pemenuhan syarat tertentu sebagai penjabat kepala daerah dan kebutuhan evaluasi berkala.

Ditempat yang sama , Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TePI Indonesia) Jeirry Sumampow, merinci hal-hal yang perlu dimasukkan dalam aturan teknis semacam itu. Kata dia, aturan perlu memasukkan bahwa seorang calon penjabat kepala daerah tidak memiliki pemahaman ideologi berlawanan dengan Pancasila.

Kemudian, penjabat juga tidak berasal dari TNI/Polri dan menjabat selama satu tahun untuk kemudian dapat diperpanjang untuk jabatan yang sama satu tahun berikutnya.

“Selama menjabat, dia harus mendapatkan evaluasi berkala, misal setiap empat bulan, dan tidak boleh mencalonkan diri pada Pilkada Serentak 2024 sekaligus menjaga netralitasnya dalam Pemilu,” kata Jeirry.

Terkait evaluasi berkala bagi penjabat kepala daerah, Arif Susanto menambahkan, bahwa hal ini akan menjadi mekanisme untuk menjaga kinerja penjabat dan memastikan bahwa dirinya tidak melanggar larangan untuk tidak membuat kebijakan berlawanan dengan kebijakan penyelenggaraan pemerintahan sebelumnya.

“Evaluasi berkala juga penting untuk memperkuat legitimasi politik penjabat kepala daerah, dan untuk itu diperlukan keterlibatan para pemangku kepentingan seperti masyarakat, DPRD, dan Kemendagri,” kata dia. (Asim)