Dibutuhkan Strategi Pengelolaan Penataan Potensi Daerah untuk Kesejahteraan Rakyat

by
Salah satu sumber daya alam Kalimantan Selatan.
M Solikin.

Oleh: Muhammad Solikin*

KEBERADAAN potensi sumber daya alam yang melimpah di Bumi Nusantara, dari waktu kewaktu periode pembangunan, ternyata belum mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat daerah. Bahkan, masyarakat daerah cenderung menanggung akibat negatif dari eksploitasi sumber daya alam tersebut. Kalau boleh di lakukan kalkulasi antara hasil yang dikeruk dari ‘Bumi Lambung Mangkurat’ ini, dibandingkan dengan pemderitaan rakyat akibat dampak negatif nya, maka keberadaan karunia kekayaan alam tersebut justru menjadi balla (bencana).

Sejarah mencatat betapa melimpahnya potensi kekayaan hutan berupa kayu Kalimantan Selatan, dengan napsu dan keserakahan dibawah kendali oknum-oknum pemerintah yang duduk di Pusat pada orde pemerintahahan lalu, dengan memanfaatkan dan berlindung di peraturan dan perundang-undangan yang mampu dibuat (dipesan saat itu), untuk kepentingan pribadi dan golongan tersebut. Oknum aparat bersenjata pada saat tersebut dibayar untuk menghadapi dan menakut-nakuti rakyat agar pengerukan sumber daya kayu tersebut berjalan mulus, maka ludeslah harta karun yang melimpah ruah tersebut.

Sementara apa yang bisa dinikmati oleh masyarakat daerah, tidak ada jalan yang mulus, fasiltas umum yang memadai serta sarana pendidikan lengkap yang dapat dinikmati masyarakat, tetapi kenyataan yang ada hanya bencana kekeringan, banjir dan penyakit akibat rusaknya ekosistem. Coba seandainya 5 % saja potensi sumber daya alam kayu tersebut dialokasikan untuk masyarakt daerah, ceritanya akan lain. Ekonomi masyarakat akan meningkat sehingga bisa membangun rumah yang permanen bebas banjir, sumber daya manusia nya akan meningkat, sehingga mampu membangun daerah dan mencegah terjadinya bencana, serta bisa berupaya memulihkan kondisi lingkungan dengan reboisasi swakarsa. Sementara Dana Reboisasi yang menjadi hak daerah sampai saat ini masih belum jelas juntrungnya. Kalaupun ada program reboisasi, hanya sebagai sarana kroni-kroni oknum penguasa saat itu yang mengeruk keuntungan pribadi dengan membuat reboisasi kamuflase.

Akan kah kesalahan dalam pengelolaan sumber daya alam hutan tersebut terus berlangsung terhadap sumber daya alam lainnya? Mau kah kita masyarakat daerah terus diposisikan jadi penonton dan korban akibat pengerukan SDA oleh pihak lain, dengan dalih regulasi dan alasan formil lainnya? Tentunya jika kita berpikiran waras menolak dan bereaksi keras terhadap segala upaya yang menyesengsarakan rakyat daerah. Lalu siapa yang berwenang dan mempunyai tanggung jawab untuk melindungi dan memproteksi rakyat daerah dari tindakan kesewenangan tersebut.

Kewajiban dan tanggung jawab tersebut, yang utama ada di pundak pimpinan negeri ini yang diberi mandat oleh rakyat untuk memimpin, di samping masyarakat juga harus berusaha, jangan hanya diam dan pasrah atas perlakuan ketidakadilan tersebut. Jangan justru masyarakat yang mempunyai kemampuan dan keahlian untuk bicara dan bersuara, beberapa media lokal,justru turut serta terlibat memuluskan praktek-prektek dari pihak luar tersebut, untuk menyakiti rakyat daerahnya.

‘Semut mati dilumbung gula’, itulah fenomena yang nampaknya terjadi dalam pembangunan saat ini. Alangkah ironisnya potensi sumber daya alam Nusantara yang begitu melimpah, tetapi rakyatnya masih miskin, masih terdapat masyarakat yang mati kelaparan karena gizi buruk. Kita mencoba mengungkap salah satu daerah yang berperan sebagai lumbung penghasil tambang batubara nasional yaitu di Kalimantan Selatan, seperti yang dirilis media elektronik salah satu televisi swasta dengan judul ‘6 Balita Kalsel Meninggal Karena Gizi Buruk’. Ini bukti bahwa rakyat Kalsel masih belum sejahtera adalah pencapaian indikator Pembangunan ManusiaKalimantan Selatan berada diurutan 26 dari 33 Provinsi, yang direalease Koran Banjarmasin Post tanggal 11 Agustus 2007. Yang lebih miris, ternyata masih menurut koran tersebut Ketua Komite Ahli Cooporate Social Responsibility (CSR) Award, Corporete Forum Community Development (CFCD), Prof.Dr.Ir. HAM Hardinsyah MS mengatakan, IPM Kal-Sel yang berada di peringkat 26 dari 33 Provinsi di Indonesia dengan nilai 67,4.

Bahkan di regional Kalimantan, Kal-Sel menduduki urutan paling buncit. Padahal daerah yang berada diperingkat atas banyak daearah yang tidak memiliki sumber daya alam. “Sementara Kalsel kaya,” ujarnya pada seuah seminar. Untuk menaikkan peringkat IPM diperlukan waktu yang sangat lama. Satu peringkat saja memakan waktu sekitar lima tahun. IPM Kal-Sel tahun 2002 sebesar 64,3 kemudian tahun 2004 sebesar 66,7 dan 2005 naik menjadi 67,4. “Jadi kalau Kal-Sel ingin masuk lima besar IPM di Indonesia perlu waktu palaing cepat 50 tahun,” tukasnya (B.Post, tanggal 11 Agustus 2007).

Indikator lain adalah umur harapan hidup Kalimantan Selatan rendah, yakni hanya 62,4 tahun, jauh di bawah standar umur harapan hidup Nasional. Fakta tersebut mengindikasikan bahwa pelaksanaan pembangunan di Kalimantan Selatan, masih belum mampu membuat rakyat sejahtera. Hal tersebut bertentangan dengan produksi sumber daya batubara yang menempatkan Kalimantan Selatan sebagai penghasilbahan tambang batubara terbesar kedua secara nasional. Fakta tersebut menujukkan bahwa daerah Kalimantan Selatan telah dirampok sumber daya alam-nya tanpa mempedulikan kesejahteraan masyarakat daerahnya. Hal tersebut juga terjadi di beberapa Provinsi lain di negeri ini.

Bertitik tolak dari gambaran perkembangan pembangunandan realitas keadaan kesejahteraan rakyat yang belum berkoorelasi, ternyata jalannya pemerintahan dan pembangunan belum melibatkan dan berorientasi kepada rakyatnya. Ke depan, diperlukan pemimpin negeri yang bisa membangun dan maju bersama rakyatnya, agar bisa mengelola daerah dan masyarakatnya sejahtera bersama-sama.

Untuk dapat meningkatkan akselerasi roda ekonomi masyarakat yang berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat, sangat diperlukan adanya arus investasi yang masuk untuk mengelola potensi sumber daya daerah sehingga mempunyai nilai ekonomi.

Perkembangan arus investasi di Indonesia masih belum menggembirakan bahkan menurut hasil survey Japan Bank for International Cooperation (JBIC) tahu, 2005 ‘Indonesia menjadi Negara yang Kurang Menarik untuk Tujuan Investasi’. Daya saing Indonesia pada tahun 2005 berada pada peringkat ke-74 atau turun peringkat dari peringkiat 69 pada tahun 2004 (BKPM, 2006), dan pada tahun 2009 mulai ada perbaikan.

Langkah penataan pengembangan potensi daerah yang terarah dan terpadu tidak bisa ditawar lagi, harus segera dirumuskan dan dilaksanakan oleh pemerintah sebagai regulator dan fasilitator dan bekerjasama dengan KADIN sebagai praktisi usaha yang ditetapkan oleh Undang-Undang. Straregi dan langkah penataan pengembangan potensi daearah yang berkeadilan dan berorientasi pada kesejahteraan masyarakat dari pemerintah, sangat perlu di laksanakan agar pengalaman masa lalu dalam pengelolaan potensi daerah yang hanya menguntungkan segelintir orang dari luar, jangan sampai terulang.

Disamping itu juga, dalam rangka mengantisipasi timbulnya friksi dan tuntutan, serta protes masyarakat akibat kecemburuan dari pengelolaan yang belum nenerapkan segi keadilan bagi masyarakat daerah, timbulnya kerusuhan dan berbagai protes masyarakat nantinya akan membuyarkan semua investasi yang sudah ditanamkan dan harapan untuk menggaet investor sulit untuk dilakukan akibat cara penanganan yang salah dalam mengelola investasi didaerah.

Perlu adanya kesadaan dan tekad semua pihak untuk mewujudkan Indonesia sebagai temapat tujuan investasi yang menyenangkan, aman dan terjamin dimana kondisi tersebut menimbulkan berbondong-bondong investor akan menanamkan modalnya.

Hal lain yang sangat penting juga diantisipasi dalam penataan pengelolaan investasi tersebut adalah merubah paradigma ‘penonton’ menjadi paradigma pelaku usaha agar masyarakat daerah tidak lagi sebaga penonton saja, melainkan juga turut berperan aktif dalam pengelolaan investasi sesuai dengan peran dan kemampuan masing-masing.

Untuk maksud tersebut diusulkan strategi Pengelolaan Penataan Potensi Daerah sebagai berikut :

1 .Pembentukan Tim Persiapan dan Percepatan Investasi

Dalam rangka penataan dan melakukan langkah opersioanal persiapan penataan investasi perlu dibentuk Tim Gabungan dibawah Koordinator Pemerintah dalam hal ini BKPM/BKPMD dan Kadin yang terdiri dari berbagai unsur meliputi instansi pemerintah, akademisi, praktisi usaha, NGO dan komponen lain yang terkait, dengan tugas dan tanggung jawab sebagai berikut :

– Membuat juklak dan juknis standar operasional prosedur Penataan dan percepatan investasi.

– Melakukan sosialisasi dan penyiapan lokasi serta penyiapan masyarakat terhadap kegiatan penataan investasi.

– Menyusun program prioritas investasi masing-masing daerah.

– Melakukan kajian feasibility studi bekerjasama dengan konsultan independent.

– Menyusun dan membuat proposal bisnis masing-masing proyek investasi dalam bentuk proposal bisnis yang memuat tentang informasi yang dapat dipercaya terhadap prospek masing-masing proyek untuk ditawartkan kepada calon investor.

– Penyiapan surat dukungan dan rekomendasiserta administrative lainnya dari instansi terkait untuk awal atas nama Tim selanjutnya setelah investor berminat serius selanjutnya segala bentuk administrative terrsebut di balik nama atasnama perusahaan investor tersebut.

– Negosiasi dan Advocasi dan temu bisnisdengan calon investor dan bankir Internasional untuk memasarkan peluang investasi tersebut.

– Membantu Investor dalam sosialisasi, pembebasan lahan, penyiapan masyarakat dan pengamanan sampai kegiatan pra kontruksi dan dapat dilanjutkan sesuai dengan permintaan dan kebutuhan perusahaan tersebut.

– Melakukan pemantauan dan pembinaan dan proteksi serta pengaturan jalannya investasi.

– Memantau kontribusi manfaat investasi bagi masyarakat dan pemerintah darah, termasuk mencegah timbulnya ekonomi biaya tinggi akibat pungutan-pungutan yang tidak resmi.

2. Penetapan Zona Kawasan Pengembangan Investasi dan Distribusinya

Untuk dapat menata dan mengelola potensi daerah agar dapat dimanfaatkan secara optimal dengan meminimasi potensi konflik dengan masyarakat maupun sesama pelaku usaha perlu ditetapkan pembagian zona atau wilayah pengembangan investasiyang disepakati dan ditaati semua pihak termasuk masyarakat setempat.

Dari potensi yang tersedia berdasarkan hasil kajian dan penelitian Tim Terpadu Percepatan Investasi selanjutnya ditetapkan zoa kawasan investasi dengan distribusi sebagai berikut :

a. Zona Pengelolaan Investasi Pengusaha dan Masyarakat Daerah sebesar 30 % dari total potensi yang tersedia.

b. Zona Pengelolaan Investasi BUMD dan atau BUMN yaitu sebesar 20 % dari potensi yang tersedia.

c. Zona Pengelolaan Investasi PMDN dan PMA sebesar 50 % yang selanjutnya ditawarkan kepada investor nasional dan Luar negeri.

Masing-masing zona atau kawasan dibatasi secara tegas dan diberirambu-rambu dilapangan sehinga diharapkan tidak terjadi tumpang tindih dan perebutan yang dapat menimbulkan konflik. Masyarakat yang berada di sekitar wilayah zona tersebut diberikan pengertian dan penyuluhan secara intensif agar dapat mengetahui dan selanjutnya mendukung terhadap program tersebut.

Kepada masyarakat daerah dibawah koordinasi pemerintah berupaya mengoptimalkan perannya untuk berusaha dan bekerja sesuai dengan kemampuannya di wilayah yang telah ditetapkan sebagai zona masayarakat daerah, sehingga dengan telah terdistribusinya potensi tersebut dan termasuk pengaturan alokasi bagi masyarakat daerah tentunya diharapkan masyarakat daerah tidak lagi hanya sebagai penonton melainkan juga diharapkan dapat terlibat usaha langsung yang tentunya hal ini merupakan jalan yang penting untuk dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat(secara detail dituangkan dalam buku yang akan di publikasikan).

Sebagai kata kunci dalam upaya percepatan kesejahteraan masyarakat adalah dorong dan libatkan masyarakat daearah untuk berusaha dan aktif dalam pengelolaan sumber daya daerah dengan proteksi dan pengawasan langsung oleh Gubernur dan Bupati, saatnya Presiden dan Kepala Daerah berani melindungi rakyat daerahnya apabila terdapat kebijakan Pusat yang tidak memihak kepadamasyarakatnya. ***

– Penulis adalah Ketua Komite Tetap Bidang Investasi Indonesia Bagian Tengah Kadin Indonesia, Sekjen Asosiasi Pemegang Ijin Tambang dan Pengusaha Tambang (ASPEKTAM) Kalimantan Selatan*

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *