Kisah Seorang Kobu, Politisi Dekat dengan Rakyat

by
Jacobus Mayong Padang, mantan Anggota DPR RI dari F-PDIP.

BERITABUANA.CO, JAKARTA -Jacobus Kamarlo Mayong Padang atau akrab disapa Kobu memang dikenal sebagai politisi yang merakyat. Istilah merakyat itu sudah melekat sejak lama, jauh sebelum dia menjadi anggota DPR dan menjadi elit PDI Perjuangan. Siapa pun yang tahu atau mengenal Kobu, pasti mengatakan yang bersangkutan adalah sosok ‘Marhean’, istilah lain kepadanya karena merakyat tadi. Kobu memang seorang pengagum Soekarno.

Kobu memang sosok anak manusia apa adanya dan hidup sederhana. Apa adanya dan hidup sederhana itu itu tercermin dalam kehidupannya sehari-hari. Kepada siapa saja, dia selalu ramah dan tak bersikap sombong. Dia selalu menyapa lebih dahulu dengan penuh kehangatan. Meski menjadi anggota DPR RI dan pengurus DPP PDI Perjuangan, pakaian yang dikenakan bukan pakaian seperti seorang ‘Anggota yang terhormat’. Harga kemeja dan celana yang dikenakan kemana saja termasuk saat ke kantornya Gedung DPR, harga yang terjangkau. Artinya, tidak mahal banget karena misalnya kemeja atau celana itu bermerk. Begitu juga sepatunya, harganya tidak lebih dari Rp 200.000,-an.

Penampilan yang sederhana itu memang bukan kesengajaan misalnya untuk pencitraan. Bukan ! Itu sudah dari ‘sononya’. Dari sekian banyak Anggota DPR, Kobu kerap naik kereta api dari Kalibata (Rumah Jabatan) ke Stasiun Palmerah, lalu nyebrang jalan kaki ke Gedung DPR RI, yang jaraknya hanya selemparan batu. Mobil yang dimiliki ditinggal di rumah, atau dipakai oleh anggota keluarganya. Bukan karena dia malu membawa mobil butut ke DPR, tapi karena dia ingin lebih dekat dan berbaur dengan masyarakat. Di kereta api, orang bisa tak percaya kalau yang berdiri disebelah mereka adalah seorang anggota DPR RI. Bagaimana mau percaya ? Rambutnya gondrong, sepatunya biasa saja dan pakaiannya lebih biasa lagi. Tak lupa, ransel selalu berada di punggungnya.

Meski begitu, menjadi Anggota DPR dua periode, dijalaninya dengan penuh dedikasi. Kecuali karena alasan yang sangat penting sekali, sehingga dia tak bisa hadir, Kobu tak pernah absen di DPR menjalankan tugasnya di Komisi IV, yang membidangi pertanian dan kehutanan. Di komisi pun begitu, Kobu aktif bersuara, mengkritik sekaligus memberi solusi ke pemerintah atas suatu permasalahan terkait dengan pertanian dan kehutanan. Dia tahu betul ber- DPR itu seperti apa dan bagaimana. Bagi Kobu, parlemen itu berarti ‘Parle’, bersuara atau berbicara. Lebih penting, dia tidak sekedar atau asal bersuara.

Sebagai politisi, Kobu juga dikenal tegas dan memegang teguh prinsipnya. Bagi dia, keadilan harus diperjuangkan dan ditegakkan. Kesetaraan dalam berbangsa dan bernegara dianggap sebagai sebuah keniscayaan.

Kobu pun sempat membuat geger parlemen. Dia pernah mengembalikan uang rapelan dana operasional Rp50 Juta ke kas negara. Dilain waktu, Kobu pernah melakukan aksi mogok makan di ruang wartawan beberapa hari hingga harus digotong ke Rumah Sakit, sebagi bentuk protes nya ke lembaga DPR. Bagi dia, DPR tidak tegas dalam hal menyikapi keputusan pemerintah menaikkan harga BBM.

Tidak heran, anggota DPR lainnya, termasuk dari Fraksi PDI Perjuangan menaruh hormat kepadanya. Tak hanya anggota DPR, pegawai di fraksi, Cleaning Servis, Office Boy (OB) termasuk anggota pengamanan dalam (Pamdal) di Gedung DPR juga menaruh hormat kepadanya. Itu tidak lain karena kebiasaannya menyapa mereka dan menyalaminya. Tiba-tiba dia berhenti dan menyambangi petugas Pamdal yang sudah memberi hormat kepadanya. Atau mengajak ngobrol anak cleaning atau anak OB. Kobu memang memberi perhatian kepada nasib mereka.

Ada seorang anak cleaning servis di gedung Nusantara III begitu akrab dengan Kobu. Semasa hidupnya, Iskak namanya, selalu bertanya keberadaan Kobu. Sebelum meninggal dunia, dan sedang sakit-sakitan, Kobu tak merasa repot mendatangi Iskak yang terbaring di rumah dan di rawat di Rumah Sakit. Begitu bangga dan bahagianya Iskak dan keluarganya dikunjungi oleh seorang Anggota DPR RI.

Meski sudah tak menjadi Anggota DPR, teman-temannya tak pernah melupakan Kobu. Salah satunya adalah Aming, yang pernah ‘bertetangga’ dengan Kobu ketika masih tinggal di rumah jabatan di Kalibata, Jakarta Selatan. Aming adalah pemilik kios kecil dan kiosnya itu menempel di belakang tembok komplek perumahan anggota DPR, persis di bagian belakang rumah yang ditempati Kobu. Karena begitu lama bertetangga, mereka pun menjadi dekat dan menjalin pertemanan.

Memilih Undangan Ke Desa

Minggu lalu, Kobu datang menghadiri undangan pernikahan putra Aming. Pria ini selalu ingat dengan Kobu sehingga dia dengan senang hati mengundang Kobu ke acara hajatannya. Menariknya adalah, Kobu justru memilih datang menghadiri undangan Aming. Pada hal, pergi menghadiri undangan itu bukan tidak beresiko di masa pandemi Covid-19 ini, karena tempatnya lumayan jauh dari rumahnya di kawasan Kalibata, Jakarta Selatan, Desa Simpayjaya, Kecamatan Karangkencana, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Dia pun memilih berangkat kesana meski harus beberapa kali ganti bus.

Pada hal, di hari yang sama, Kobu juga mendapat undangan pelantikan pengurus dan rapat kerja Perhimpunan Masyarakat Toraja Indonesia (PMTI) di Jakarta dan undangan diskusi politik terkait pelaksanaan Kongres Persatuan Alumni GMNI di Bandung. Kobu mengabaikan kedua undangan ini dan lebih memilih menghadiri undangan pernikahan putra Aming yang tempatnya cukup jauh.

Memang awalnya Kobu sedikit sulit memilih undangan yang mana, apalagi karena menurutnya, ketiganya sama-sama penting, undangan dengan objek dan tempat yang berbeda tetapi pada waktu yang bersamaan. “Ini yang jadi soal kalau semuanya terasa penting, memilih yang mana ?”

Kobu berpendapat, bagi banyak orang terutama yang hidup di dunia politik memilih dari ketiga acara itu bukanlah hal yang sulit. Bahkan sangat mudah yakni memilih kegiatan yang punya resonansi politik dan sosial yang lebih besar. Tetapi bagi dia, menjatuhkan pilihan dalam hal ini harus berpikir dan harus berdoa.

Di masa pandemi covid-19 yang masih mengkhawatirkan ini tentu pilihan yang relatif lebih aman menurutnya adalah yang terdekat yang diadakan di hotel dan yang pasti menerapkan protokol kesehatan yang memenuhi standar bahkan bisa ketat. Sementara kalau ke desa, perkiraan Kobu sudah pasti prokesnya akan sangat longgar, apalagi ke sana dia harus menggunakan kendaraan umum yang harus berganti beberapakali.

Apa alasan Kobu memilih undangan Aming ?

“Pemaknaan Minggu advent menyongsong peringatan Natal telah beresonansi kuat ke batin saya untuk memilih menghadiri hajatan Mas Aming pemilik kios di belakang tembok pagar Komplek DPR RI walaupun tempatnya di desa yang amat jauh,” begitu dia ucapkan alasannya ke saya.

Tak hanya itu, Kobu juga berpendapat, bagi dirinya, undangan dari Aming adalah sebuah ijazah yang sangat berharga dan pasti akan dia bingkai dan pajang. Undangan itu dianggap begitu berharga, karena dari sekian banyak anggota DPR tinggal di komplek itu, baik yang sudah pensiun maupun yang masih menjabat, dia lah satu-satunya yang di undang Aming.

Apa yang terjadi ketika Kobu datang ke acara hajatan itu ? “Pak Aming dan istri meneteskan air mata saat melihat saya datang,” ujar Kobu menceritakan.

Bagi Kobu, air mata Aming dan istrinya adalah tanda kebahagiaan dan dirinya pun sungguh-sungguh bahagia dan bersyukur pada Tuhan karena itu semua semata karena anugerah Nya. (Asim)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *