Kemen PPPA Sosialisasikan Roadmap Pencegahan Sunat Perempuan

by
Menteri PPPA RI, Bintang Puspayoga. (Foto:Ist)

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Pemerintah secara serius berkomitmen mencegah terjadinya praktik berbahaya perlukaan dan pemotongan genitalia perempuan (P2GP) atau sunat perempuan. Hal itu ditegaskan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Bintang Puspayoga dalam keterangan tertulisnya, Kamis (30/9/20210.

Menurut Menteri Bintang , hal itu untuk mendukung tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) melalui Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017, khususnya pada tujuan 5.3 yaitu, menghapuskan semua praktik berbahaya, seperti perkawinan usia anak, perkawinan dini dan paksa, serta sunat perempuan.

“Sinergi seluruh pihak, baik pemerintah, lembaga masyarakat, tokoh agama, tokoh masyarakat, media massa, dan unsur lainnya dalam memberikan pemahaman kepada masyarakat, merupakan kunci untuk mencegah praktik sunat perempuan di Indonesia,”tegas Menteri Bintang.

Dia mengungkapkan, Kemen PPPA bersinergi dengan berbagai pemangku kepentingan telah menyosialisasikan Roadmap dan menyusun Rencana Aksi Pencegahan P2GP dengan target hingga tahun 2030. Adapun berbagai strategi yang akan dilakukan yaitu melalui pendataan, pendidikan publik, advokasi kebijakan, dan koordinasi antar pemangku kepentingan.

Menteri Bintang menambahkan berbagai strategi tersebut adalah wujud upaya Pemerintah untuk menjamin perlindungan seluruh warga Indonesia serta menjunjung tinggi hak asasi manusia sesuai amanat Pasal 28I Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.

“Faktanya, sunat perempuan masih menjadi permasalahan serius di Indonesia, bahkan beberapa kali disoroti dunia internasional. Data Riset Kesehatan Dasar (Rikesdas) Kementerian Kesehatan pada 2013, menunjukkan bahwa secara nasional, 51,2 persen anak perempuan berusia 0-11 tahun mengalami praktik sunat perempuan, dengan kelompok usia tertinggi sebesar 72,4 persen yaitu pada anak berusia 1-5 bulan. Selain itu, Provinsi Gorontalo menjadi Provinsi tertinggi dengan praktik sunat perempuan yaitu sebesar 83,7 persen,” papar Menteri Bintang.

Dia menuturkan, sunat perempuan menjadi masalah yang sangat kompleks di Indonesia karena dilakukan berdasarkan nilai-nilai sosial secara turun-temurun.

“Padahal, dengan berbagai dampak yang merugikan perempuan dan manfaat yang belum terbukti secara ilmiah, sunat perempuan merupakan salah satu ancaman terhadap kesehatan reproduksi, serta salah satu bentuk kekerasan berbasis gender, bahkan pelanggaran terhadap hak asasi manusia,” tutup Menteri Bintang.(RON)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *