Anis Matta: Kekerasan Terhadap Ulama akan Menjadi Tambahan Akumulasi yang Memperburuk Publik

by
Ketum DPN Partai Gelora Indonesia, Anis Matta.

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Peristiwa teror dan kekerasan terhadap pemuka agama baik ustadz, da’i maupun ulama yang terus berulang tanpa adanya penjelasan yang memadai dari pemerintah, akan menjadi tambahan akumulasi yang memperburuk publik.

Demikian dikemukakan Ketua Umum DPN Partai Gelora Indonesia, Anis Matta dalam pengantar acara virtual Gelora Talk bertema “Kekerasan Terhadap Pemuka Agama Terus Berulang, Dimanakah Negara?”, Rabu (29/9/2021). Hadir sebagai narasumber diskusi antara lain, KH.Dr. Muhyiddin Junaidi, MA (Wakil Ketua Umum MUI), Reza Indragiri Amriel, MA (Kriminolog & Ahli Psikologi Forensik), dan Kombes.Pol.Dr. Ahmad Ramadhan (Kabagpenum Divhumas Polri).

Anis mengatakan, pengulangan peristiwa kekerasan kepada para pemuka agama ini, sekarang terjadi dalam konteks yang sangat berbeda. Konteks pertamanya adalah konteks politik, dimana peristiwa ini terjadi di tengah pembelahan yang sangat tajam di tengah masyarakat.

“Biasanya, tafsir konspirasi di tengah pembelahan itu selalu mendominasi perbincangan publik. Dan ini dengan mudah bisa dijadikan sebagai alat provokasi,” sebut dia.

Kedua, menurut Anis, kekerasan ini juga terjadi di tengah krisis berlarut yang hadapi masyarakat akibat pandemi Covid-19, sehingga bisa dibayangkan betapa buruknya publik sekarang ini. Bahkan, survei-survei yang dilakukan Partai Gelora Indonedia, menemukan fakta bahwa mood publik, suasana jiwa publik ini didominasi oleh rasa takut, rasa sedih, marah dan frustrasi karena tidak tampak ada jalan keluar di tengah krisis ini.

“Jadi, peristiwa-peristiwa kekerasan (terhadap pemuka agama), menambah proses perusakan publik dalam tanda petik, akan menjadi tambahan akumulasi yang memperburuk,” ujarnya.

Karena itu, lanjut Anis, memandangnya perlu dalam perspektif yang lain bahwa di tengah situasi seperti ini, orang sebenarnya mempertanyakan tingkat kepercayaan kepada institusi yang bertanggung jawab dalam menjaga keamanan masyarakat, dan juga menjaga rasa keadilan. Kalau peristiwa-peristiwa ini terus menerus terjadi, yang hilang secara perlahan itu adalah rasa aman, dan juga rasa keadilan.

“Kita bisa mengatakan bahwa para ulama dan pemuka agama di sini menjadi kelompok yang paling rapuh secara keamanan dan gampang sekali menjadi korban. Gampang sekali menjadi sasaran,” katanya.

Bahkan, masih menurut Anis Matta, jika peristiwa-peristiwa ini semuanya dirunut dalam konteks memori sejarah publik, sebenanrya gampang di asosiasi dengan PKI, misalnya. Mengapa? Karena kejadian-kejadian yang sama juga terjadi sebelum peristiwa G30S/PKI yang akan diperingati besok.

“Jadi baik dalam konteks memori, sejarah dan kepercayaan kepada legal justice ini, kita semuanya mendapatkan satu pertanyaan besar, bisa kah institusi kepolisian menjaga keamanan kita, menjaga, mempertahankan rasa aman kita. Sebab sekarang sudah mulai nampak gejala-gejala bahwa ketidak percayaan kepada institusi itu mendorong orang berlari mencari keadilan di tempat lain, yang biasanya kita sebut dengan street justice atau keadilan jalanan,” demikian Anis Matta. (Jal)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *