Peralihan Pegawai KPK Jadi ASN, LSAK: Sesuai Aturan Perundang-Undangan

by
Gedung KPK.

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Lembaga Studi Anti Korupsi (LSAK) menyoroti langkah 57 pegawai nonaktif KPK yang tidak memenuhi syarat (TMS) sebagai aparatur sipil negara (ASN) dan menyurati Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Peneliti LSAK, Ahmad A. Hariri menilai bahwa peralihan pegawai KPK menjadi ASN telah sempurna dilaksanakan sesuai aturan perundang-undangan yang berlaku.

“Setelah pelantikan 1.271 ASN KPK pada 1 Juni 2021 ditambah pelantikan 18 orang yang telah lulus diklat, merupakan tahap akhir proses keseluruhan pegawai KPK menjadi ASN secara lengkap,” kata Hariri kepada wartawan, Selasa (24/8/2021).

Dengan pelantikan tersebut, sambung dia, telah memberikan kepastian bahwa ke 57 orang yang berstatus TSM sudah tidak bisa menjadi ASN di lembaga anti rasuah tersebut.

“Adapun 57 orang yang TMS, ya karena TMS, berarti telah memberi kepastian bahwa mereka memang tidak bisa jadi ASN KPK. Ini satu pokok permasalahan yang jelas, tegas, dan legal,” ujarnya.

Sementara itu, mengenai tes wawasan Kebangsaan (TWK), ia berpendapat, merupakan satu dari tiga seleksi kompetensi dasar ASN. Bahkan, kata dia, TWK secara ilmiah disebut indeks moderasi bernegara (IMB) merupakan perangkat assessment yang telah teruji validitas dan reliabilitasnya.

Hal itu dikembangkan oleh Laboratorium Psikologi Politik UI dan pernah dipakai untuk assessment militer, Polri, maupun aparatur sipil. Berdasarkan peraturan perundang-undangan. “TWK adalah syarat yang didasarkan pada PP 41/2020 dan UU 5/2014 ttg ASN pasal 3, 4, 5 dan 66. (TWK) tujuannya memang bukan soal pemahaman semata. Tapi menggali deskripsi keyakinan dan keterlibatan mereka dalam proses bernegara ini,” papar Hariri lagi.

“Jadi makin terjungkir logikanya kalau membantah hasil TWK dengan pamer piagam yang statis apalagi ngaku-ngaku banyak jasa. Ini soal lain,”tambahnya.

Oleh karena itu, lanjut Hariri, protes 57 orang karena gagal jadi ASN dan kelompoknya juga menjadi persoalan lain. Ia meminta publik secara cermat dapat mengamati, dari cara-cara yang digunakan maupun pesan yang mereka (57 orang) sampaikan di media, menjadi serangkaian peristiwa dan pola yang dianalisis tersirat kepentingan berbahaya.

“Apakah mereka sedang menuntut haknya atau sedang berjihad menghancurkan KPK dan mendegradasi trust pada pemerintah? Inilah tesis yang harus dikaji secara ilmu politik dan ilmu komunikasi. Tidak ada hak yang perlu dituntut bila syaratnya mutlak terpenuhi,” ucap dia.

“Sebab ASN bukanlah masyarakat sipil biasa. Now time show us, bukan hanya gagal pada test, secara perilaku pun mereka TMS menjadi ASN. Jadi kalau benar-benar tetap ingin melakukan pemberantasan korupsi jadilah sipil yang berkontribusi produktif, jangan hancurkan KPK-nya,” pungkasnya. (Jal)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *