Libatkan Anak Dalam Isu Terorisme

by
Ilustrasi teroris (Foto: Ist)

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) melalui Forum Anak berharap anak dapat dilibatkan dalam proses perumusan kebijakan, program, dan kegiatan mulai dari tingkat RT, desa hingga nasional. Terkait isu apapun yang berdampak pada anak, salah satunya adalah isu terorisme.

Dalam isu terorisme, anak dapat dilibatkan agar dapat mengingat aksi terorisme mulai mengincar generasi muda khususnya milenial dan Gen Z.

“Dalam aksi terorisme, anak adalah korban sehingga masuk dalam kelompok rentan. Itu sebabnya Kemen PPPA melihat anak justru dapat dilibatkan sebagai agen perubahan untuk mengajak dan melakukan edukasi kepada teman sebayanya agar tidak terpapar paham radikalisme dan mencegah aksi terorisme,”kata Asisten Deputi Bidang Pemenuhan Hak Sipil, Informasi, dan Partisipasi Anak Kemen PPPA, Endah Sri Rejeki dalam Talkshow Perlindungan Anak Korban Jaringan Terorisme Menurut Pandangan Anak.

Dia berharap kita dapat memahami perspektif anak tentang isu terorisme dan mengembangkan peran mereka sebagai agen perubahan untuk menangani persoalan terorisme di Indonesia. Anak dan juga organisasi Forum Anak, memiliki hak yang harus di penuhi oleh seluruh pihak, salah satunya hak berpartisipasi dalam segala proses kehidupan di masyarakat.

Untuk itu, Pemerintah membentuk Forum Anak sebagai wadah partisipasi anak di 34 provinsi, 458 kabupaten/kota, 1.625 kecamatan, dan 2.694 desa/kelurahan.

“Kemen PPPA terus berupaya menyuarakan pentingnya pemenuhan hak anak untuk bersuara dan berpartisipasi. Untuk menjalankan hal tersebut, tentu kami tidak bisa bekerja sendiri perlu dukungan dan perhatian dari seluruh pihak khususnya K/L, demi mengoptimalkan potensi anak sebagai agen perubahan dengan memahami keberagaman, menghindari paham radikalisme, berkontribusi mencegah aksi terorisme, serta menciptakan kedamaian dalam hidup bermasyarakat,” ujar Endah dalam rilis tertulisnya, Sabtu (17/4/2021).

Sementara itu, Asisten Deputi Bidang Perlindungan Anak dalam Kondisi Khusus, Elvi Hendrani menegaskan anak yang terjerat tindakan terorisme sesungguhnya merupakan korban dari pengasuhan maupun lingkungan yang salah.

“Banyak anak yang sebenarnya tidak terlibat dalam aksi teror, namun karena mereka merupakan anak dari pelaku, maka mereka akan sulit diterima kembali di masyarakat. Anak pelaku tindak terorisme merupakan korban harus dibina. Seringkali mereka dianggap sebagai manusia tak berguna, membuat sengsara, dan harus dibinasakan. Bahkan harus berganti identitas agar mereka mendapatkan haknya kembali,” ujar Elvi.

Direktur Identifikasi dan Sosialisasi Densus 88 Polri, Moh Djafar Shodiq yang juga hadir sebagai narasumber menegaskan, anak yang terjerat tindak terorisme merupakan korban dari lingkungan maupun orangtua yang salah, biarpun masuk dalam tatanan unsur perbuatan melawan hukum tapi mereka merupakan korban yang harus diberikan pendekatan secara komprehensif.

Djafar Shodiq menambahkan Densus 88 telah melakukan langkah terbatas dalam memutus mata rantai generasi terorisme melalui pendekatan humanis dan soft approach terhadap anak, istri maupun keluarga pelaku aksi teror.

Pada acara ini, hadir tiga perwakilan Forum Anak dari Provinsi Jawa Timur, Kabupaten Poso, Sulawesi Utara, dan Provinsi NTB yang menyampaikan pandangan mereka terkait isu terorisme pernah yang terjadi di wilayahnya.

Psikolog Anak, Seto Mulyadi mendukung pendekatan humanis yang dilakukan Densus 88, ia meminta agar dalam proses penangkapan pelaku tidak dilakukan di hadapan anak untuk mencegah timbulnya rasa dendam yang dapat menumbuhkan bibit terorisme. (Ron)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *