BLK Pemprov Bisa Jadi Solusi Kurangi Pengangguran di Jabar

by
Kadisnakertrans Jabar Rachmat Taufik Garsadi.

BERITABUANA.CO, BANDUNG–Pandemi COVID – 19 telah memberikan dampak pada sektor ketenagakerjaan di Jawa Barat (Jabar) sehingga menyebabkan angka pengangguran mengalami peningkatan mencapai 2,52 juta orang atau 10,46 persen sehingga menjadi tertinggi ketiga secara nasional di bawah Provinsi DKI Jakarta dan Banten.

Selain itu, kata Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Provinsi Jawa Barat Rachmat Taufik Garsadi, berdasarkan data yang dihimpun hingga 20 Oktober 2020, setidaknya ada 1.983 perusahaan yang terdampak karena wabah yang sudah ada sejak Februari 2021 ini. “Dari jumlah perusahaan itu, maka pekerja yang ikut merasakan dampaknya mencapai 111.985 orang,” jelasnya di Bandung, Jumat (9/4/2021).

Taufik yang sebelumnya telah mengajak ngopi bareng wartawan ketenagakerjaan Kamis (8/4/2021) menyebutkan, data tersebut merupakan data saat ini. Padahal, masih banyak perusahaan yang belum melaporkan atau masih dalam proses pelaporan. Sekarang ada 19.089 pekerja yang telah terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), yang terdiri atas 460 perusahaan. Sedangkan yang dirumahkan angkanya mencapai 80.138 pekerja dari 983 perusahaan.

“Jadi total yang di-PHK dan dirumahkan sejauh ini terdata ada 99.227 orang,” kata Taufik. Saat ini, imbuhnya, Disnaker di 27 kabupaten/kota masih melakukan pendataan dan mengkonfimasi bersamaan dengan BPJS Ketenagakerjaan. Mengenai industri yang paling banyak melakukan PHK ada di sektor tekstil dan produk teksil mencapai 54, 15 persen. Peringkat kedua sektor industri yang paling banyak mem-PHK adalah manufaktur 23,80 persen.

“Untuk mengurangi pengangguran tersebut salah satu solusi melalui Balai Latihan Kerja (BLK) yang dimiliki Pemerintah Provinsi Jawa Barat di bawah Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi,” kata Taufik. Di BLK yang ada di Jabar bagi yang minat akan dilatih keterampilan sesuai bakat dan kemampuan yang dimiliki sehingga nantinya bisa bekerja mandiri.

Sementara bagi tenaga kerja yang masih bekerja tetap menjalankan pekerjaannya meski dengan upah yang sangat jauh dari standar upah minimum regional yang telah ditentukan oleh pemerintah provinsi di masing-masing wilayah. Selain itu, tutur Taufik, ada juga pekerja yang tidak penuh atau kurang dari 35 jam setiap minggunya.

Masalah ketenagakerjaan, menurutnya, apabila dikaji lebih dalam menunjukkan adanya tiga problematika pokok. Pertama, penduduk dan tenaga kerja selalu meningkat dan mengalami percepatan yang signifikan dari pada laju pertambahan lapangan pekerjaan yang baru. Kedua, naiknya jumlah penduduk menyebabkan terjadinya kenaikan penawaran tenaga kerja begitu juga sebaliknya, dan ketiga, kesempatan kerja yang dirasakan semakin berkurang setiap tahunnya. Belum lagi dengan persaingan antar pekerja yang semakin ketat.

Sebelumnya Sesdisnakertran Jawa Barat Agus E Hanafiah juga menyebutkan tentang adanya peningkatan angka pengangguran di Jawa Barat. “Di Jawa Barat ini, sangat luar biasa masalahnya sehingga tak bisa diselesaikan dengan cara biasa, tapi harus dilakukan secara kolaborasi,” turturnya.

Agus mengatakan demikian, karena masalah pengangguran ini menjadi tanggungjawab bersama dan harus diselesaikan lintas sektoral. Ia pada kesempatan ini juga menyinggung soal keberadaan SMK yang mestinya lulus langsung dapat ditempatkan, ternyata menjadi penyumbang angka pengangguran tertinggi. (Syaifullah)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *