Sebelum Pandemi Covid-19, Industri Hulu Migas Jadi Penyumbang Terbesar PNBP

by
Direktur Eksekutif Energi Watch, Mamit Setiawan.

BERITABUANA.CO, JAKARTA
Direktur Eksekutif Energi Watch, Mamit Setiawan menilai, sejauh ini industri hulu migas menjadi penyumbang terbesar bagi pendapatan negara bukan pajak (PNBP). Namun dari sisi karakter sektor memiliki padat modal dan resiko tinggi yang belum tentu berhasil.

“Saya melihat peran SKK migas adalah bagaimana meningkatkan produktivitas, sehingga meningkatkan penerimaan yang juga memberikan pendapatan bagi masyarakat sekitar. Banyak kendala yang harus diperbaiki termasuk bagaimana penerimaan agar lebih besar lagi,” ungkap Mamit berbicara dalam acara diskusi publik virtual bertema “Sinergi SKK Migas Dengan Masyarakat Guna Memperlancar Operasi Dalam Upaya Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat” yang diselenggarakan Kaukus Muda Indoneisa (KMI) bersama SKK Migas dan Pertamina PHE WMO, Rabu (3/3/2021).

Mamit menyebutkan, untuk PNBP tahun 2020 saja, yang didapat industri hulu migas yang masuk kas negara sebesar 69,7 Triliun, dan ini tentunya salah satu capain lebih tinggi dibanding target. Memang diakui jika di banding tahun 2019, capaian tersebut mengalami penurunan.

“Tapi kondisi saat ini harus dipahami bahwa pandemi Covid-19, juga menyerang sektor ini dan supplay di Amerika. Menurut saya sebagai masukan, dari PNPB yang kita punya, bisa dikembalikan sedikit ke Kontraktor Kontrak Kerja Sama (K3S) agar bisa melakukan eksplorasi dengan menggunakan sistem 3 atau 4 dimensi,” ujarnya.

Disamping itu, Pemerinah Pusat harus bisa memberikan perhatian agar Pemerintah Daerah (Pemda), bisa mendapatkan porsi yang lebih baik dan besar lagi. Namun, pasti ada usaha terus dari SKK Migas dan K3S, dimana industri hulu migas ini memberikan manfaat besar bagi masyarakat sekitar, demikian Mamit Setiawan.

Sementara itu, akademisi yang juga mantan Anggota DPRD Jatim, Moch Eksan berpendapat, berdasarkan dari data yang diperoleh bahwa ada ketidakseimbangan dalam pembagian hasil dimana pemerintah lebih besar dari daerah. Menurutnya, dari sisi ini ada ketidakadilan jika melihat semangat otonomi daerah.

“Ke depan kalau bicara soal migas jangan hanya bicara program CSR tetapi juga mestinya bicara revisi UU tentang perimbangan anggaran yang saat ini sangat jomplang. Ini harus didorong, karena kalau tidak maka daerah hanya akan mendapat ampasnya saja,” pungkasnya. (Asim)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *