Teror Kembali Terjadi di Sulteng, Pemerintah Jangan Lengah

by
Bonar Tigor Naipospos

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Aksi teror dan ekstremisme-kekerasan kembali terjadi di Sulawesi Tengah. Tepatnya, di Dusun Lewonu, Desa Lemban Tongoa, Kecamatan Palolo, Kabupaten Sigi, Provinsi Sulawesi Tengah.

Dari penelusuran beberapa sumber dan informan SETARA Institute di Sulawesi Tengah, empat warga dalam satu keluarga dibunuh secara sadis. Selain itu, satu rumah ibadah Bala Keselamatan dan enam rumah dibakar. Untuk mengantisipasi terjadinya serangan lanjutan, ratusan warga diungsikan ke tempat yang lebih aman di Kabupaten Sigi.

Terkait dengan tragedi tersebut, Bonar Tigor Naipospos, Wakil Ketua Badan Pengurus SETARA Institute menyampaikan beberapa pernyataan, hari ini, 28 November 2020.

“SETARA Institute mengutuk tindakan biadab oleh kelompok bersenjata tersebut dan turut berduka cita atas meninggalnya warga sipil yang menjadi korban serangan kemplotan teroris di Sulawesi Tengah,”katanya.

Kedua, dalam analisis SETARA Institute, tindakan kekerasan bersenjata secara sadis tersebut diduga dilakukan oleh Mujahidin Indonesia Timur (MIT) Poso, sisa-sisa kelompok Santoso yang belum berhasil diringkus oleh Satuan Tugas Operasi Tinombala.

Untuk diketahui, jarak antara Poso Pesisir Utara, dimana MIT sebelumnya berbasis dan melakukan aktivitas, dengan Lemban Tongoa hanya sekitar 23-25 kilometer.

Kabupaten Sigi sendiri secara geografis berada di antara Kabupaten Poso dan Kabupaten Parigi Moutong yang selama ini dianggap sebagai teritori MIT Poso.

“SETARA Institute mendesak agar Satgas Operasi Tinombala yang tugasnya sudah diperpanjang sampai 31 Desember 2020 agar mengoptimalkan sisa masa tugas untuk perburuan belasan anggota MIT Poso yang masih berkeliaran di hutan dan pegunungan sekitar Poso.”

Ia mengatakan, komplotan teroris Poso tersebut tidak boleh diremehkan, apalagi dianggap lemah.

Pasca tewasnya Santoso dan tertangkapnya Basri pada 2016, Ali Kalora telah mengambil alih kepemimpinan MIT Poso dan hingga kini tak tersentuh aparat.

“Satgas dan seluruh aparat keamanan harus menjamin seluruh warga negara, termasuk di pedalaman dan pegunungan Sulawesi Tengah, dari serangan kelompok manapun yang mengancam keamanan dan keselamatan _(human security)_ mereka,” tandas Bonar Tigor Naipospos

“Kami mendesak pemerintah, khususnya aparat keamanan, untuk tidak lengah dalam mengantisipasi konsolidasi dan bangkitnya sel-sel tidur terorisme dan ekstremisme-kekerasan,” katanya lagi.

Ia juga mengatakan, peningkatan kekecewaan publik belakangan ini atas kinerja pemerintahan di berbagai bidang, dalam seluruh cabang kekuasaan, dapat dimanfaatkan oleh sel-sel tidur dan jaringan terorisme dan ekstremisme kekerasan untuk mendapatkan momentum dan melakukan konsolidasi.

Menurutnya, terorisme dan ekstremisme-kekerasan tidak mengenal agama. Oleh karena itu, SETARA Institute mendorong tokoh lintas agama untuk sama-sama mengutuk kekerasan yang digunakan oleh kelompok tertentu atas nama agama.

Selain itu, mereka hendaknya bersama-sama membangun kehidupan keagamaan yang teduh.

SETARA Institute mendorong mereka untuk mengaktualisasikan spirit Rencana Aksi Rabat Maroko 2012 dan Deklarasi Beirut Lebanon 2017, bahwa kebencian yang menghasut terjadinya diskriminasi, permusuhan, dan kekerasan, adalah ‘musuh’ bersama lintas agama.

Dalam konteks yang sama, SETARA Institute juga menghimbau agar kasus terorisme dan ekstremisme-kekerasan seperti yang terjadi di Sulawesi Tengah tidak dimanfaatkan sebagai isu sosial-politik apapun oleh kelompok manapun untuk memantik segregasi sosial-politik atau sosial-keagamaan di tengah-tengah masyarakat.(efp)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *