Ini RUU Usulan Pemerintah Untuk Prolegnas Prioritas 2021 dan Prolegnas 2020-2024

by
Menkumham, Yasonna Laoly.

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly mengemukakan, pemerintah akan mengajukan beberapa usulan Rancangan Undang-undang (RUU) untuk dimasukkan dalam Daftar Prolegnas RUU Prioritas Tahun 2021 dan Prolegnas RUU Tahun 2020-2024.

Hal itu disampaikan dalam Rapat Kerja dengan Badan Legislasi (Baleg) DPR RI di Gedung DPR RI, Senin (23/11/2020). Rapat yang dipimpin Ketua Baleg DPR RI, Supratman Andi ini membahas penyusunan program legislasi nasional prioritas tahun 2021 dan perubahan Prolegnas 2020-2024.

Usulan RUU yang dimaksud adalah usulan baru RUU Prolegnas Prioritas Inisiatif pemerintah tahun 2921, yaitu RUU tentang Hukum Acara Perdata. RUU ini pernah diajukan dalam Prolegnas Prioritas Tahun 2019, sampai pada pengajuan Surat Presiden.

Menurut Yasonna, RUU Hukum Acara Perdata ini menjadi sangat penting dalam memberi kepastian hukum dan mampu mengakomodasi perkembangan penyelesaian persengketaan perkara perdata.

“Apalagi dengan perkembangan masyarakat yang sangat cepat dan pengaruh globalisasi, menuntut adanya Peradilan yang dapat mengatasi penyelesaian persengketaan di bidang perdata dengan cara yang efektif dan efisien,” kata Yasonna.

Selain untuk pembaharuan substansi hukum peninggalan kolonial dan kodifikasi yang bersifat unifikasi, pengaturan yang tersebar dalam berbagai peraturan kata Yasonna, tidak hanya HIR (Herzien Inlandsch Reglement) dan RBG (Rechtreglement voor de Buitengewesten). RUU ini diharapkan mampu menjadi hukum formil yang komprehensif dalam menyelesaikan persengketaan di bidang perdata/bisnis/perdagangan/investasi.

“RUU ini akan memberikan kepastian hukum bagi para investor dan dunia bisnis dalam menjalankan usaha sebagaimana telah dibangun dalam UU No. 11 Tahun 2011 tentang Cipta Kerja, sehingga dapat membantu meningkatkan pertumbuhan ekenomi di Indonesia,” jelasnya.

Dijelaskan, ruang lingkup materi yang akan diatur antara lain pemeriksaan acara cepat, dan acara singkat yang mengadopsi konsepsi small claim court, e-court (sebagai sarana untuk mengakomoasi pembangunan era industri 4.0), tuntutan hak (gugatan dan permohonan, pendaftaran, penetapan hari sidang, dan pemanggilan), serta pelaksanaan putusan pengadilan yang lebih sederhana.

Usulan kedua adalah, RUU tentang Wabah . Dalam Prolegnas Jangka Menengah 2020-2024 tertulis: RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular.

RUU ini, kata Yasonna bertujuan untuk mengganti Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular yang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan, tuntutan, dan kebutuhan hukum masyarakat. Disebutkan, regulasi yang ada saat ini hanya mengatur upaya penanggulangan pada saat wabah sudah terjadi (seperti munculnya pandemi Covid-19). Ke depan dalam RUU ini akan mengatur secara komprehensif mengenai pencegahan dan deteksi dini sebuah wabah sebagai upaya untuk meminimalisir penularan, menurunkan jumlah kasus, jumlah kematian, risiko kecacatan, dan perluasan wilayah, serta dampak malapetaka yang ditimbulkan.

“Lingkup materi yang akan diatur meliputi penanggulangan wabah melalui tahapan penanggulangan sebelum terjadi wabah, pada saat wabah, dan setelah wabah terjadi,” kata Yasonna.

Dikatakan lagi, RUU ini juga akan mengatur mengenai pembagian tanggung jawab antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya pada setiap tahapan penanggulangan wabah, serta mencakup juga penyiapan sumber daya, data dan informasi, serta pemantauan dan evaluasi yang diperlukan dalam penanggulangan wabah. Sedang usulan ketiga disebut Menkumham adalah RUU tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (Omnibus Law Sektor Keuangan).

Pengaturan ini diperlukan dengan pertimbangan bahwa peran sektor keuangan sangat besar dalam mengakumulasi tabungan dan modal nasionalnya dalam menopang pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

“Sektor Keuangan Indonesia saat ini masih belum cukup berkembang. Berdasarkan ukuran (size), sektor keuangan di Indonesia tergolong masih kecil khususnya untuk sektor Perbankan, Pasar Modal, Asuransi, Pensiun, dan sektor Pembiayaan lainnya. Inklusi Keuangan sudah baik namun literasi keuangan masih rendah,” sebut Menkumham.

Selanjutnya, Menkumham menyatakan, dari kedua indikator yang masih rendah tersebut diperlukan upaya pengembangan untuk sektor keuangan nasional. Di sisi lain, perkembangan industri jasa keuangan yang semakin kompleks juga memerlukan penguatan lembaga jasa keuangan, khususnya untuk meningkatkan pengawasan agar dapat meminimalkan risiko yang berdampak kepada masyarakat.

“Berbagai undang-undang di sektor keuangan yang ada saat ini sudah cukup lama sehingga belum optimal dalam mengakomodir pengaturan dan pengawasan terhadap aktivitas, produk dan perkembangan industri keuangan,” kata Yasonna.

Memperhatikan permasalahan tersebut diatas sebut Yasonna, diperlukan perbaikan peraturan perundang-undangan secara menyeluruh dan terintegrasi dalam satu Omnibus Law Sektor Keuangan melalui RUU Penguatan dan Pengembangan Sektor Keuangan.

Pembentukan RUU tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan (sustainable) menuju Indonesia yang sejahtera maju dan bermartabat dan perbaikan peraturan untuk mendukung upaya: memperluas jangkauan, produk, dan basis investor; mempromosikan investasi jangka panjang; meningkatkan kompetisi dan efisiensi; memitigasi risiko; dan meningkatkan perlindungan investor dan konsumen dalam rangka meningkatkan kepercayaan pasar.

Sedang usulan Perubahan RUU dalam Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2020-2024 dikatakan Menkumham adalah RUU tentang Pengelolaan Kekayaan Negara. RUU ini adalah penggabungan 3 (tiga) RUU yang telah tercantum dalam daftar Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2020-2024, yaitu RUU tentang Perlelangan, RUU tentang Penilai, dan RUU tentang Pengurusan Piutang Negara dan Piutang Daerah. Sehingga ketiga RUU tersebut diusulkan untuk dihapus dari daftar Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2020-2024.

“Pengaturan ini diperlukan mengingat untuk saat ini pengaturan terkait kekayaan negara terdapat dalam berbagai undang-undang sektoral,” ujarnya.

Yasonna H Laoly menyatakan, dengan pengaturan mengenai pengelolaan kekayaan negara yang komprehensif diharapkan sektor-sektor terkait dapat terkoordinasi, antara lain penyediaan data kekayaan negara dapat menjadi lebih baik dan dapat digunakan untuk menentukan nilai kekayaan negara. Dari data kekayaan negara yang terkoordinasi tersebut, dapat digunakan Pemerintah untuk menjadi acuan dalam melakukan kebijakan fiskal.

“Dengan RUU Pengelolaan Kekayaan Negara ini, diharapkan pengelolaan kekayaan negara dapat diatur mulai dari tahap Perencanaan, Pelaksanaan, Pengawasan dan Pengendalian, Pelaporan dan Pertanggungjawaban,” katanya.

Ditambahkan, didalam pengelolaan kekayaan negara tersebut sekaligus akan dilakukan pengaturan mengenai penilaian, pengurusan piutang negara dan perlelangan.
Selanjutnya usulan lainnya adalah RUU tentang Jaminan Benda Bergerak. RUU ini mengganti judul RUU tentang Perubahan UU No. 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia dalam Longlist 2002-2024.

Menurut Menkumham, urgensi pengaturan RUU tersebut adalah membangun kerangka hukum yang terintegrasi dan penguatan pengaturan jaminan benda bergerak. Disamping penjaminan fidusia yang selama diatur UU No. 42 Tahun 1999, pengaturan ini mencakup jaminan benda bergerak lainnya seperti jual beli dengan hak ritensi, anjak piutang, sewaguna usaha, resi gudang, dan gadai.

“Pengaturan ini diharapkan mampu memudahkan investor memahami regulasi dan kepastian hukum dalam transaksi benda bergerak. Disamping penguatan pengaturan jaminan benda bergerak diharapkan mampu meningkatkan peringkat Ease of Doing Business (EODB) khususnya atas indikator Starting a Business, Protecting Minority Investor’s Rights, Resolving Isolvency, and Getting Credit yang pada akhirnya dapat mendorong investasi di Indonesia,” jelasnya.

Ruang lingkup pengaturan RUU tentang Jaminan Benda Bergerak, diantaranya: Objek jaminan; Subyek: Penguasaan benda jaminan; Pembebanan jaminan; Pendaftaran; Hapusnya jaminan benda bergerak; Hak mendahului; serta Eksekusi Jaminan.

RUU lain yang diusulkan oleh pemerintah adalah RUU tentang Grasi, Amnesti, Abolisi, dan Rehabilitasi. Disebutkan, RUU ini bertujuan: memenuhi kebutuhan masyarakat, perkembangan ketatanegaraan dan keselarasan peraturan perundang-undangan terkait grasi, amnesti, abolisi, dan rehabilitasi.

Menkumham menyatakan, pertimbangan pengusulan RUU ini, antara lain: pelaksanaan amnesti dan abolisi diatur didalam Undang-Undang Darurat Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1954 Tentang Amnesti dan Abolisi yang mendasarkan kepada Undang-Undang Dasar Sementara Tahun 1950.

Berdasarkan UU Darurat No. 11 Tahun 1954 Tentang Amnesti dan Abolisi, Presiden memberi amnesti dan abolisi ini setelah mendapatkan nasihat tertulis dari Mahkamah Agung yang menyampaikan nasihat itu atas permintaan Menteri Kehakiman sedangkan dalam UUD 1945 (Amandemen) yaitu Pasal 14 ayat (2) Presiden memberikan amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.

Kedua, penyempurnaan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 Tentang Grasi dikarenakan kebutuhan penyempurnaan beberapa pasal dan adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 107/PUU-XIII/2015.

Menkumham Yasonna H Laoly mengatakan, putusan MK tersebut menyatakan bahwa Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2010 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi bertentangan dengan Undang-Undang dasar 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. (Asim)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *