BERITABUANA.CO, JAKARTA – Komite II DPD RI membahas substansi materi RUU tentang Penanggulangan Bencana dengan CSIS (Centre for Strategic and International Studies), khususnya mengenai peran masyarakat dan pemerintah dalam sistem penyelenggaraan Penanggulangan Bencana.
Wakil Ketua Komite II DPD RI, Hasan Basri menyampaikan Komite II melakukan diskusi dengan para pakar untuk mendapatkan masukan yang komprehensif terhadap substansi yang terkandung di dalam RUU tentang Penanggulangan Bencana.
“Masukan ini berguna demi kesempurnaan Pandangan dan Pendapat DPD terhadap RUU Penanggulangan Bencana,” kata Hasan Basri dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dalam rangka pembahasan substansi materi RUU tentang Penanggulangan Bencana, yang dilakukan secara virtual di Jakarta, Selasa (22/9/2020).
Menurut Hasan Basri yang juga merupakan Senator asal Kalimantan Utara tersebut, penyusunan RUU tentang Penanggulangan Bencana tidak dapat berdiri sendiri, melainkan harus terintegrasi dengan undang-undang lain seperti Undang-Undang Penataan Ruang dan Undang-Undang Konstruksi, mengingat pentingnya pemetaan daerah bencana dan rawan bencana yang tidak dapat dihuni dan/atau ketentuan membangun bangunan di kawasan rawan bencana.
“RUU Penanggulangan Bencana perlu memuat ketentuan sanksi untuk pejabat yang mengeluarkan izin pembangunan di daerah rawan bencana jika terjadi kecerobohan yang menyebabkan bencana di masa mendatang,” ucapnya.
Sementara itu, Anggota DPD RI asal Provinsi Bali, Made Mangku Pastika mengemukakan pentingnya emergency response systems dalam manajemen bencana yang meliputi polisi, pemadam kebakaran, dan mobil ambulan.
“Emergency response system ini penting terutama di daerah wisata seperti Bali, karena jika aman, maka turis akan datang,” terangnya.
Pada kesempatan yang sama, Muhammad Habib Abiyan Dzakwan, Researcher Disaster Management Research Unit CSIS mengatakan dalam draft RUU tentang Penanggulangan Bencana, mayoritas substansi peran masyarakat masih berorientasikan sebatas masyarakat sebagai terdampak bencana, bukan sebagai pihak yang mandiri, berketahanan, dan berperan aktif.
“Pengaturan mengenai community empowerment masih terbatas seperti pentingnya asuransi, pelatihan dengan mengakomodasi kearifan lokal, membangun ketahanan masyarakat masih kurang dan sangat terbatas,” ujarnya.
Dzakwan menambahkan hal yang perlu dimasukkan dalam substansi RUU tentang Penanggulangan Bencana adalah adanya komitmen politik Pemerintah Daerah.
“Contohnya adalah wajib mengarusutamakan manajemen bencana pada Kepala Daerah Terpilih dan evaluasi berkala ketahanan masyarakat,” ucapnya.
Isu lainnya yang menurutnya penting untuk dibahas adalah mengarusutamakan bencana non alam dan sosial dalam seluruh tahapan bencana, penguatan worst-case multi-hazard scenario planning, inventarisir data sejarah kebencanaan dan kearifan lokal di tiap daerah, konsolidasi kemitraan dan ketangguhan public-private dalam mitigasi dan pencegahan bencana, serta penguatan kapasitas aktor Penanggulangan Bencana di Indonesia dalam merespon misi/diplomasi bencana di luar negeri.
“Penting juga bagaimana para pejabat, menteri, kepala daerah untuk memberikan contoh baik kepada masyarakat dalam menanggulangi bencana, seperti foto memakai masker saat bencana Covid ini dan memakai bahasa lokal agar masyarakat di daerah mengerti,” pungkasnya. (Rls)