Dibawah Menteri Erick, Pelan Tapi Pasti Pertamina Mulai Digrogoti Kewenangannya

by
Webinar IPO Subholding Pertamina Dalam Perspektif Kedaulatan Energi.

BERITABUANA.CO, JAKARTA – PT Pertamina (Persero) sebagai perusahaan terintegrasi antara hulu hingga hilir, mutlak harus didukung pengembangan bisnisnya demi kemakmuran rakyat Indonesia. Pasalnya Pertamina menjadi satu-satunya perusahaan migas nasional yang sudah terbukti mampu menjalankan bisnisnya dengan baik.

Namun belakangan peran dan fungsi Pertamina, kata Kepala Bidang Media FSPPB (Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu), Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa dalam webinar IPO Subholding Pertamina Dalam Perspektif Kedaulatan Energi, Sabtu (15/8/2020) mulai digerogoti dan dimutilasi kewenangannya, sehingga berpotensi mengancam suplai energi nasional kedepannya.

Menurut Hakeng, kekisruhan tersebut bermula saat Menteri BUMN, Erick Thohir mewacanakan untuk melakukan swastanisasi anak atau cucu perusahaan Pertamina melalui initial public offering (IPO). Padahal bisnis yang terintegrasi Pertamina tersebut terjadi karena adanya kinerja yang solid dan saling mendukung antara perusahaan induk dengan anak atau cucu usahanya.

“Pembentukan sub holding anak perusahaan inilah yang menjadi tujuan sebenarnya dari perubahan susunan organisasi Pertamina tersebut. karena dengan terbentuknya sub holding maka terbukalah peluang perusahaan untuk melantai di bursa, sebagaimana yang telah terjadi dengan PGN,” ulasnya.

Dengan adanya wacana IPO itu, sebut Hakeng, Pertamina cepat atau lambat akan berbagi kekuasaan dengan swasta dalam seluruh rantai usaha mulai dari hulu, pengolahan, ritel, hingga pasar keuangan. Hal tersebut jelas sangat berdampak bagi masyarakat luas, yang mana apabila Pertamina menjadi perusahaan go public maka berpotensi dikuasainya asset negara oleh Swasta (Swastanisasi).

“Dampaknya secara gamblang (dari IPO) apakah penentuan harga BBM dan LPG akan seperti sekarang dimana penentuannya murni untuk kepentingan Negara? Tentu berpotensi juga mendengarkan suara sang pemilik saham lainnya. Bahkan harga berpotensi naik dan tentunya berdampak pada sektor kehidupan lainnya,” bebernya.

Bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka perlu di peroleh suatu penafsiran yang pasti dan berkekuatan hukum dari Mahkamah Konstitusi terhadap pemberlakuan Pasal 77 huruf c dan d Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara. Karenanya FSPPB melalui kuasa hukumnya yaitu Sihaloho & Co Law Firm mengajuka Judicial Review Pasal 77 huruf c dan d Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara yang didaftarkan pada tanggal 15 Juli 2020.

“Disamping itu untuk menghindari potensi kerugian negara dan rakyat, FSPPB juga mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada tanggal 20 Juli 2020 lalu,” pungkas Hakeng. (Kds)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *