Ray Rangkuti: Sebagai Pimpinan DPR, Azis Harus Bisa Bedakan Mana Kasus Urgent dan Tidak

by
Ray Rangkuti.

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Sikap Wakil Ketua DPR RI, Azis Syamsuddin yang enggan menandatangani surat izin Komisi III DPR RI untuk menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) gabungan terkais kasus buronan Djoko Tjandra, terus menuai kritik. Kali ini kritikan dilontarkan Koordinator Lingkar Masyarakat Madani Indonesia (Lima) Ray Rangkuti.

Ray Rangkuti yang dihubungi wartawan, Rabu (22/7/2020) menilai kalau Azis Syamsuddin tidak bisa membedakan mana kasus urgent atau penting dan tidak. Padahal kasus koruptor Djoko Tjandra ini, penting untuk segera dibawa ke rapat dengar pendapat Dewan.

“Kasus itu memerlukan perhatian, penangan dan penyelesaian yang serius, cepat dan tuntas. Maka kiranya RDP Komisi III DPR dengan gabungan aparat penegak hukum memang sangat diperlukan. Jadi kami meminta Aziz agar tidak ikut melindungi buronan Djoko Tjandra,” katanya.

Aziz, lanjut Ray Rangkuti, harus tunjukkan itu dengan mendukung keinginan Komisi III DPR untuk menggelar rapat lembaga terkait dalam penanganan Djoko Tjandra seperti Kepolisian dan Kejaksaan Agung, sekalipun DPR sedang reses.

Memang diakui Ray Rangkuti bahwa alasan Wakil Ketua DPR Aziz Syamsuddin tidak menandatangani persetujuan adanya RDP Komisi III dengan gabungan aparat penegak hukum adalah benar secara normatif. Sebagaimana dalam Pasal 1, angka 13 dan Pasal 13 huruf I Tata Tertib (Tatib) DPR dinyatakan bahwa reses merupakan kewajiban DPR untuk menyerap atau menghimpun aspirasi masyarakat melalui kunjungan kerja.

“Hanya saja, alasan tadi tidak terjadi secara faktual,” sebut dia seraya menjelaskan kenyataan yang terjadi selama ini adalah DPR sendiri telah melakukan beberapa rapat dalam masa reses. Bahkan, beberapa rapat itu malah terjadi di tahun 2020 ini, misalnya saat pembahasan tahapan pilkada antara Komisi II dengan Mendagri, dan penyelenggara pemilu, termasuk membahas Perppu No 2 Tahun 2020.

Kemudian, yang baru saja terjadi dan sempat ramai ditolak masyarakat adalah pembahasan RUU Cipta Kerja (Omnibus Law) yang dilakukan pada bulan Mei 2020 lalu. Bahkan Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mewacanakan akan melakukan pembahasan Perpres Nomor 64 tahun 2020 pada masa reses saat ini.

Jauh sebelum ini, wacana rapat DPR dilakukan di masa reses juga pernah diutarakan justru oleh Azis Syamsuddin sendiri. Saat menjabat sebagai Ketua Komisi III DPR RI tahun 2015, Azis Syamsuddin menyatakan akan membahas RUU KUHP sekalipun dalam masa reses.

Berdasarakan beberapa fakta itu, lanjut Ray, alasan Azis Syamsuddin tidak berkenan menandatangani RDP Komisi III DPR dengan gabungan aparat penegak hukum itu karena DPR sedang reses tidak mendapat landasan faktualnya.

“Saya tidak tahu, mungkin ada aturan terbaru di DPR bahwa sejak Juli 2020 misalnya, semua jenis rapat di DPR tidak diperkenankan selama masa reses sedang tejadi. Jika memang ada, mungkin tepat jika aturan baru itu disampaikan kepada masyarakat. Jika tidak, maka alasan Azis Syamsuddin itu tidak kokoh,” jelas Ray.

Dia berpandangan mengingat kasus Djoko Tjandra memerlukan perhatian, penangan dan penyelesaian yang serius, cepat dan tuntas, maka RDP Komisi III dengan gabungan aparat penegak hukum memang sangat diperlukan. Pelaksanaan RDP itu makin cepat makin bagus.

Dengan begitu, penyelesaian kasus Djoko Tjandra dapat dilakukan dengan segera dan tuntas. “Dengan kasus ini, Komisi III juga harus menjadikan berbagai peristiwa ini untuk mendesakan reformasi di lingkungan aparat penegak hukum. Khususnya di lembaga kepolisian dan kejaksaan yang bisa dimulai dengan melakukan revisi UU Kepolisian dan Kejaksaan,” tutup Ray. (Asim)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *