Presiden KAI Desak Pemerintah dan DPR Revisi UU Advokat

by
Presiden KAI Erman Umar usai PT Medan mengambil sumpah advokat. (Foto dppkai)

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Presiden Kongres Advokat Indonesia (KAI), Erman Umar, SH mendesak pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) segera merevisi Undang-Undang (UU) Advokat No 18 Tahun 2003. Salah satu alasannya supaya menjaga organisasi advokat tetap kuat dan mandiri.

“Tapi saya lihat perkembangan sekarang, walau di UU Advokat itu menyebut satu wadah tunggal, artinya organisasinya harus tunggal, tetapi secara sosiologis tidak bisa. Ternyata banyak sekali organisasi advokat,” terang Erman Umar kepada www.beritabuana.co di Jakarta.

Menurut Erman Umar, dalam proses peradilan di Indonesia harusnya advokat itu berperan. Sebab, bagaimanapun peradilan yang bersih dan fair itu harus memerlukan organisasi advokat yang kuat dan yang mandiri. “Maka, kami menghimbau kepada pemerintah dan DPR yang berperan membuat UU agar segera merevisi UU Advokat,” kata lulusan Fakultas Hukum Trisakti itu.

Bahkan sekarang, lanjut pengacara yang pernah magang di Posbakum Pengadilan Negeri Jakarta Timur ini, UU Advokat tidak membantu bahwa organisasi itu mandiri karena terlalu banyak. “Maka yang terjadi nantinya adalah pejabat hukumnya bertanya-tanya, mana yang kita akui. Sebab, organisasi advokat terlalu banyak,” dia mencontohkan.

Pria kelahiran Agam, Sumatera Barat ini membagi pengalamannya sejak berkiprah di dunia advokat. Dimana katanya, dulu UU Advokat itu tunggal, lalu kemudian beberapa kali mengalami perpecahan. “Namun demikian, yang sangat penting adalah perbaikan di UU-nya dulu. Artinya, apakah nanti UU-nya tunggal atau multi terbatas, yang penting ada perbaikan,” jelasnya.

Dia mengungkapkan bahwa organinsasi advokat sekarang ini sudah mulai berkembang yang mencapai 20 organisasi. “Jadi 20 organisasi, dan itu ngga tahu ukuran dan ngga tahu bagaimana kualitasnya. Itu nantinya mempengaruhi juga prodak advokat itu sendiri,” terangnya.

Terkait hubungan antar organisasi advokat yang akhir-akhir ini kurang solid, menurutnya hal itu akan menimbulkan anggapan bahwa organisasi tersebut tidak dipercaya. Jadi timbul krisis kepercayaan terhadap dunia advokat. “Itulah salah satu kenapa pengen juga supaya ada perubahan di UU Advokat,” ungkapnya.

Di menyebut pula bahwa DPR periode 2009 – 2014 sudah pernah berencana merevisi UU Advokat. Tapi dia menyayangkan hingga kini belum terlaksana. “Sayangnya ada yang pro dan kontra. Terakhir ada kelompok yang berusaha menjegal. Bahkan sekarang tambah pecah,” ujarnya.

Erman mengambil contoh sebuah organisasi advokat yang bernama Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) diharapkan menjadi organisasi yang kuat dan mandiri. Namun akhirnya pecah juga. “Jaman dulu ada namanya PERADI yang kita harapkan kuat, ternyata pecah juga jadi tiga,” bebernya.

Hal-hal itulah yang membuat dia berpikir ulang agar pemerintah mau memperbaiki  atau merevisi UU Advokat. “Mari kita bersama-sama mendorong pemerintah untuk memperbaiki UU Advokat demi kepentigan hukum supaya solid dan kuat,” harapnya.

Selain UU Advokat yang menurutnya cukup penting direvisi di antaranya UU Narkotika. “Ternyata UU ini tidak cukup membuat jera yang terlibat narkoba. Juga UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) terasa memberangus kebebasan,” katanya.

Penegakan Hukum

Terkait penegakan hukum saat ini, Erman Umar menilai sungguh sangat memprihatinkan. Jauh dari harapan. “Kita tidak dapat menutup mata atas kelemahan penegakan hukum di negara kita saat ini. Sebahagian masyarakat tidak percaya dengan hukum, dengan pengertian tidak mempercayai aparat penegak hukum yaitu polisi, jaksa, hakim dan pengacara karena seringnya terungkap proses hukum dan putusan pengadilan yang kontroversial. Jauh dari rasa keadilan, tumpul ke atas tajam ke bawah,” paparnya.

Disebut dia, penegakan hukum yang hanya mengutamakan pemenuhan prosedural yang tidak menyentuh keadilan substantif. Bagi sebahagian besar masyarakat keadilan menjadi barang mahal yang sulit dijangkau seperti dalam perkara pidana umum maupun narkotika. “Dalam perkara narkotika, mayoritas pelaku pemakai yang idealnya tuntutannya/putusannya harus direhap tetapi dihukum penjara  yang berakibat penuh sesaknya penjara saking banyaknya pelaku pemakai yang dihukum,” jelas pendiri Kantor Advokat Erman & Partners itu.

Sementara pelaku pemakai dari kalangan seleberitis atau orang orang terkenal, tambah Erman Umar, lebih banyak dihukum untuk direhab. “Disini terlihat perbedaan penanganan perkaranya oleh pihak aparat hukum terkait,” katanya.

Di sisi lain aroma penegakan hukum yang diskriminatif terasa semakin menyengat, jika pihak yang melanggar hukum adalah pihak yang dekat dengan kekuasaan. Proses hukumnya berjalan sangat lambat dan berputar putar yang tidak jarang prosesnya berhenti tidak tahu rimbanya.

“Sebaliknya, jika pelanggar dari masyarakat yang kritis, maka sekecil apapun perkaranya akan diproses dengan super cepat. Ini terlihat dalam penanganan dan penerapan UU ITE. Jika keadaan ini dibiarkan, kepercayaan rakyat terhadap hukum akan runtuh dan dapat membahayakan stabilitas negara  kita,” pungkasnya. (R. Sormin)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *