Kapolri Hoegeng Iman Santoso, Jenderal Sederhana dan Jujur

by
Kapolri Hoegeng Iman Santoso

HOEGENG lman Santoso, Kapolri ke lima yang menjabat Kapolri tahun 1968 – 1971. Hoegeng Kapolri yang fenomenal karena terkenal kesederhanaannya dengan komitmen kejujuran. Ia menjadi idola para polisi masa kini.

Bahkan, saking jujurnya Hoegeng jadi anekdot soal sikap dan integritas seorang polisi. Ia yang dianalogikan dengan patung polisi dan polisi tidur yang tidak bisa disogok.

Salah satu cerita soal kejujurannya, sewaktu menjabat sebagai Komandan Reskrim Kantor Polisi Sumatra Utara di Medan (1956), ketika sampai di rumah dinas ia mendapati semua perabotan yang serba mewah sudah tersedia. Ia kemudian bertanya siapa yang mengirim ini semua, anggota menjelaskan dikirim pengusaha-pengusaha setempat. Dengan halus ia memerintah anak buah untuk mengembalikan barang-barang itu kepada yang mengirim. Sebab barang perabotan miliknya yang dibawa dari Jakarta sudah diangkut pakai kapal laut.

Hoegeng lahir 14 Oktober 1921 di Pekalongan, Jawa Tengah. Masuk pendidikan HIS pada usia 6 tahun, kemudian melanjutkan ke Mulo (1934) dan menempuh sekolah menengah AMS Westers Klasiek (1937). Kemudian ia belajar ilmu hukum di Rechts Hoge School Batavia tahun 1940. Saat masa pendudukan Jepang, ia mengikuti latihan kemiliteran Nippon (1942) dan Koto Keisatsu Ka l-Kai (1943). Kemudian ia diangkat menjadi Wakil Kepala Polisi Seksi ll Jomblang, Semarang (1944), Kepala Polisi Jomblang (1945) dan Komandan Polisi Tentara Laut Jawa Tengah (1945-1946). Ia kemudian mengikuti pendidikan Polisi Akademi.

Di luar dinas kepolisian Hoegeng dikenal bersama grup musik The Hawaian Senior yang mengisi acara di TVRI Jakarta. Tapi ketika Hoegeng ikut menandatangani Petisi 50 bersama sejumlah tokoh bangsa yang dimotori mantan gubernur DKI Ali Sadikin, Hawaian Senior tidak boleh lagi tampil di layar kaca TVRI oleh rezim Orba.

Saat menjadi Kapolri Hoegeng melakukan pembenahan beberapa bidang yang menyangkut struktur organisasi di tingkat Mabes Polri. Hasilnya, struktur baru lebih terkesan dinamis dan komunikatif. Pada masanya terjadi perubahan nama pimpinan polisi dan markas besarnya. Berdasarkan Keppres No 52 Tahun 1969 sebutan Panglima Angkatan Kepolisian RI (Pangak) diubah menjadi Kepala Kepolisian RI (Kapolri). Selain Markas Besar Angkatan Kepolisian (Mabak) berubah jadi Mabes Polri.

Perubahan ini membawa sejumlah konsekwensi untuk instansi di jajaran Polri. Misalnya sebutan Panglima Daerah Kepolisian (Pangdak) menjadi Kepala Daerah Kepolisian RI atau Kadapol. Demikian juga Seskoak menjadi Seskopol. Di bawah kepemimpinan Hoegeng peran serta Polri dalam peta organisasi Polisi lnternasional, lnternational Criminal Police Organization (lCPO), semakin aktif. Hal itu ditandai dengan dibukanya Sekretariat National Central Bureau (NCB) lnterpol di Jakarta.

Tahun 1950, Hoegeng mengikuti kursus orientasi di Provost Marshal General School pada Military Police School Port Gordon, Georgia, Amerika Serikat. Dari situ, dia menjabat Kepala DPKN Kantor Polisi Jawa Timur di Surabaya (1952). Ia kemudian menjadi Kepala Bagian Reskrim Polisi Sumut di Medan (1956). Tahun 1959, mengikuti pendidikan Brimob dan menjadi Staf Direktorat ll Mabes Kepolisian Negara (1960), kemudian Kepala Jawatan lmigrasi (1960), Menteri luran Negara (1965) dan menjadi Menteri Sekretaris Kabinet inti tahun 1966.

Setelah pindah ke Markas Kepolisian Negara, dia menjabat Deputi Operasi Pangak (1966) dan Deputi Men/Pangak (1966), Deputi Men Pangak Urusan Operasi. Hoegeng mengakhiri jabatan 2 Oktober 1971. Kapolri berintegritas dan jujur ini meninggal 14 Juli 2004 dalam usia 82 tahun. Istrinya Meriyati (Merry) Roeslani sampai saat ini masih hidup. (Nico Karundeng)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *